Aksi buruh terkait revisi Upah Minimum Provinsi akhirnya membuat investor kabur. Seperti investor asal Jepang yang memilih mundur dibandingkan membuka pabrik di Kawasan Industri Medan (KIM) Star.
Direktur Utama KIM Star, Satria Ginting menyatakan kondisi yang tidak baik ini membuat investor yang berencana membuka pabrik komponen elektrik ini akhirnya mundur dikarenakan kondisi yang kurang kondusif saat inin
“Hampir seminggu ini situasi seperti ini. Buruh demonstrasi hampir setiap hari. Jelas ini membuat investor ketakutan, karena merasa iklim investasi tidak aman,” ujarnya.
Dijelaskannya, investor asal Jepang kemarin sudah melihat dan meninjau langsung kondisi di KIM Star dan sudah mulai mengurus beberapa surat terkait dan perizinan untuk membuka pabrik. Bahkan, persiapan pabrik investor asal negeri Sakura ini sudah mencapai 90 persen. “Kita sudah mencapai kata sepakat dengan perwakilannya kemarin. Jadi, tinggal transaksi saja. Tetapi dengan keadaan seperti ini, jelas membuat perjanjian ini terancam batal,” ungkap Satria.
Saat ini, perwakilan dari investor Jepang tersebut telah menyampaikan secara lisan terkait dengan pengunduran mereka dari KIM Star. Mereka hanya mampu menjanjikan untuk melihat kondisi lebih lanjut untuk membuka pabrik. “Namanya saya lupa, namun kemarin mereka menyatakan, untuk pikir-pikir kembali membuka pabrik karena situasi seperti ini. Jadi, bisa dibilang, kita mulai kehilangan kesempatan,” ungkap Satria.
Mundurnya pihak investor ini mengakibatkan kerugian bagi Sumut. Salah satunya dalam tenaga kerja. Karena minimal, 1 perusahaan di KIM Star mampu menampung karyawan 120 hingga 200 orang. “Di sinikan biasanya pabrik untuk bahan baku ekspor. Karena itu, karyawannya banyak,” lanjutnya.
Pengamat Ekonomi dari Unimed, M Ishak menyatakan keluarnya investor Jepang dari wilayah Sumatera Utara karena tidak adanya kepastian hukum. Tidak pasti apakah upah tersebut naik atau turun. “Investor kan cari aman untuk mengembangkan usahanya. Nah, kalau hukum tidak pasti jelas mereka akan memilih mundur, dari pada bertahan dan menjadi rugi.” ujarnya.
Kerugian terkait aksi ini nantinya bukan hanya dari pihak pengusaha, tetapi juga perekonomian lokal. “Kalau dari pengusaha kerugian tidak terlalu besar. Karena mereka bisa memilih untuk tidak membayar buruh yang berdemo. Tetapi yang terganggu adalah produksi yang terhambat. Padahal, hasil produksi itukan akan diekspor. Nah, membuat kesepakatan dengan pihak luat negeri inikan bukan hal yang mudah,” lanjutnya. (ram)