MEDAN, SUMUTPOS.CO – Yayasan Pesona Tropis Alam Indonesia (PETAI) menyelenggarakan kegiatan workshop dengan tema “Penanganan Konflik Manusia-Harimau Sumatera di Kawasan Penyangga Taman Nasional Gunung Leuser (TNGL)” di Hotel Madani, Medan pada hari selasa, 8 Oktober 2020.
Workshop ini diikuti oleh 26 peserta yang terdiri dari pemangku kawasan (TNGL), Balai Besar Konservasi Sumberdaya Alam (BBKSDA) Sumatera Utara, Badan Perencanaan dan Pembangunan Daerah (BAPPEDA) Langkat, Kesatuan Pengelolaan Hutan (KPH) Wil. I Stabat, Dinas Pertanian dan Ketahanan Pangan Kabupaten Langkat, Kodim 0203 Langkat, Polres Langkat, Desa Lau Damak, Desa Batu Jonjong, Desa Timbang Lawan, Desa Bukit Mas, Desa PIR ADB, LSM Mitra (WCS, CAN-SRP, YAHUA, dan BEL) dan sektor swasta.
Workshop ini diselenggarakan dengan tujuan untuk meningkatkan sinergi dan koordinasi antar pihak terkait guna menangani konflik manusia-Harimau Sumatera terutama di wilayah penyangga TNGL yang jumlahnya mencapai lebih dari 10 kejadian sepanjang tahun 2020.
“Upaya mitigasi konflik antara manusia – harimau sumatera (dan satwa liar lainnya) adalah tanggung jawab semua pihak. Paling tidak, itulah yang mendasari PETAI untuk menginisiasi workshop penanganan konflik manusia-harimau di wilayah penyangga TNGL, untuk menyamakan persepsi dan kemudian mendiskusikan rencana penanganan konflik dengan mempertimbangkan kapasitas masing-masing pihak terkait. Ujar Direktur Yayasan PETAI, Masrizal Saraan saat ditemui di Hotel Madani, Medan.
Masrizal menambahkan, kehadiran para pihak seperti pemerintah daerah, pemangku kawasan, LSM dan perusahaan menunjukkan bahwa ada keinginan dari masing-masing pihak untuk berkontribusi dan berperan dalam memitigasi dan mencegah potensi konflik. Hal ini juga menjadi modal yang kuat untuk memperkuat koordinasi dan jejaring antar para pihak.
Selain itu, Kepala Balai Besar TNGL yang diwakili oleh Adhi Nurul Hadi, M.Si mengatakan “Upaya pencegahan dan penanganan konflik manusia-harimau sumatera sangat penting dilakukan salah satunya dengan melakukan sosialisasi ke desa lokasi konflik dan mendorong penggembalaan ternak yang jauh dari wilayah jelajah Harimau Sumatera, untuk mewujudkan hal tersebut diperlukan kolaborasi antar pihak terkait dan workshop ini adalah salah satu medianya”.
Senada dengan hal tersebut, Kepala Balai Besar KSDA Sumut, yang direpresentasikan oleh Fitri Noor Ch, M.Si mengatakan “melalui workshop ini para pihak diharapkan dapat memfasilitasi riset lebih lanjut terkait pola perilaku Harimau Sumatera dan melakukan pendampingan/fasilitasi penerbitan Peraturan Desa (Perdes) yang mengatur kandangisasi ternak dan larangan perburuan satwa mangsa untuk mencegah predator (Harimau Sumatera) keluar dari kawasan”.
Kegiatan workshop ini menghasilkan beberapa rekomendasi dan rumusan yang konstruktif dalam rangka penanganan konflik Manusia-Harimau Sumatera diantaranya; perlu adanya edukasi/sosialisasi kepada warga desa lokasi konflik mengenai pola ternak yang baik, inisiasi Peraturan Desa (Perdes) yang mengatur pola ternak, riset perilaku Harimau Sumatera, larangan perburuan satwa mangsa dan pelibatan sektor swasta dalam upaya penanganan konflik.(rel)