25 C
Medan
Saturday, June 29, 2024

Satu Tewas Terjatuh

Gempa Hajar Aceh, Warga Teringat Bencana 2004

MEDAN-Gempa hebat yang menghajar Aceh kemarin kembali membangunkan memori warga Indonesia pada bencana 2004 lalu. Medan yang terkena imbas goyangan bumi itu langsung membuat warga panik. Di Sumatera Barat, satu orang pun dinyatakan tewas setelah terkejut dan terjatuh akibat gempa kemarin.

Adalah Kutar (69) warga Sungai Sariak, Sungai Garian Malai Lima Suku, Kecamatan Batang Kasan, Kabupaten Padangpariaman, yang dinyatakan tewas. Saat gempa susulan dengan kekuatan 8,8 SR, dia panik dan ingin menyelamatkan diri. Kutar tewas terjatuh saat menyelamatkan diri ke daerah aman berjarak sekitar satu kilometer dari rumahnya.

Saat beristirahat, Kutar duduk di ujung sebuah jembatan. Nah, saat terjadi gempa susulan, korban terkejut lalu terjatuh masuk ke dalam sungai yang diperkirakan tingginya lima meter.

Bupati Padangpariaman Ali Mukhni yang dikonfirmasi soal itu, mengakui ada warganya yang meninggal ketika menyelamatkan diri ke daerah aman, usai gempa. “Meskipun masyarakat telah mencoba menyelamatkannya, tapi nyawa Kutar tetap tidak tertolong,” ujar ketika dihubungi Padang Ekspres (grup Sumut Pos), kemarin.

Warga Berhamburan tanpa Arah
Di Medan, aparat Pemko Medan dan Anggota DPRD Medan serta stafnya berhamburan keluar gedung saat gempa terjadi. “Kalau panik, ya, jelas paniklah!” ujar Sekdako Medan Ir Syaiful Bahri.

Sementara di luar kantor, sejumlah staf di Pemko Medan juga tampak panik. Mereka berdiri di luar gedung sambil berpegangan dengan temannya. “Lihat itu lampu hias di atas goyang-goyang. Keras kali ini gempanya,” imbuh seorang perempuan berjilbab menunjuk ke arah lampu yang berada di ruang tengah kantor Pemko Medan.

Kejadian serupa terlihat juga di  Sun Plaza. Sebagian besar para pegawai yang memakai seragam warna pink terlihat berkumpul di Jalan Diponegoro atau tepatnya di pintu samping Sun Plaza yang biasanya dijadikan sebagai pintu keluar. Bahkan, ada beberapa pengunjung yang sedang bersantai di kafe yang ada di Sun Plaza mencoba untuk kabur begitu saja. Tentu saja pelayan kafe tersebut tidak memperbolehkan sebelum membayar.

Dan dengan terburu-buru, mereka membayar lalu lari tunggang langgang. Bukan hanya di plaza, sebagian penghuni hotel di Grand Aston juga terlihat panik. Tetapi, karena hotel bintang 5 ini memiliki teknologi bangunan antigempa, sehingga pengamanan ini dapat meminimalisir akibat gempa.

“Kita memiliki safety saat gempa terjadi. Selain itu, kita juga memiliki titik kumpul saat gempa terjadi,” ujar Public Relation Office Grand Aston Hotel Medan, Cindi.

Pasien ICU hanya Bisa Pasrah
Peristiwa menyedihkan terjadi di beberapa rumah sakit di Medan. Sebut saja RS dr Pirngadi. Di rumah sakit miliki pemerintah ini pasien yang masih dirawat lari berhamburan keluar ruangan.

Suasana pun semakin kacau ketika pasien yang berada di lantai delapan ingin menyelamatkan diri dengan bantuan perawat atau keluarga mereka. Mereka berbondong-bondong keluar ruang perawatan menuju lift. Tapi, begitu saling berebut dan berdesakan masuk ke dalam lift, ternyata liftnya mati akibat gempa.

Mereka semakin kalut dan mencari jalan alternatif lain dengan menuruni tangga darurat. “Ayo cepat, ayo cepat!” teriak keluarga dan perawat.

Bagi pasien yang menggunakan kursi roda, terpaksa harus dibantu beberapa orang menuruni tangga satu per satu. Bahkan, karena banyaknya tangga yang dituruni, akhirnya pasien yang berada di kursi roda terpaksa digendong oleh pihak keluarganya.

Sedangkan pasien ICU yang berada di lantai empat, hanya bisa pasrah. Selain mereka tak menyadari gempa, kondisinya memang banyak yang koma dan tak sadarkan diri. Tapi, para keluarga pasien ICU yang berada di lantai empat memilih untuk menyelamatkan diri dan meninggalkan keluarga mereka yang tengah koma di ICU. Sedangkan para perawat jaga di ruangan ICU, lebih memilih pasrah dan tetap menjaga pasien mereka dengan wajah takut dan cemas.

Belum lagi para pasien patah kaki dan luka parah akibat korban kecelakaan. Pasien yang patah kaki hanya bisa berteriak-teriak menyebut nama Tuhan. Sebab, mereka tak mungkin diselamatkan keluar gedung karena kakinya menggunakan pen (untuk penyanggah tulang patah). Begitu juga pasien yang luka parah. Hanya keluarga yang menjaga mereka yang menyelamatkan diri keluar gedung.

Penyelamatan keluar gedung juga dilakukan terhadap beberapa pasien stroke. Salah seorang pasien bernama boru Pasaribu yang dirawat di lantai VII karena menderita stroke. Ia turun dari lantai VII dibantu salah seorang Satpam. Saat menuruni tangga, ia tak henti-hentinya menangis.

Begitu berhasil keluar gedung, wajahnya tampak lemas dan pucat. “Mungkin ibu saya merasa trauma karena menjadi salah seorang korban gempa dan tsunami di Aceh pada 2004 lalu,” ujar anaknya.

Sementara itu, Wadir Pelayanan Medis RSUD dr Pirngadi Medan dr Amran SpJP (K) membantah kalau perawat tidak mempedulikan para pasien saat terjadinya gempa tersebut. “Kalau perawat yang menyelamatkan diri itu adalah perawat yang bertugas di luar ruangan. Tapi, perawat di ruangan ICU,NICU,ICCU dan ruangan intensif lainnya tetap berada diruangan, mereka tidak keluar,” kata Amran.

Dilarang Beraktivitas di Jalan Tol
Selain di rumah sakit, kepanikan juga terjadi di Mapolresta Medan dan berbagai tempat lainnya. Praktis, seluruh Kota Medan dalam suasana panik. Dan, kepanikan itu tidak hanya terjadi di gedung, di jalan raya kepanikan juga tak hilang. Salah satunya di ruas jalan tol.

Seperti yang dialami wartawan koran ini saat hendak masuk ke pintu gerbang tol Tanjungmulia. Begitu wartawan koran ini masuk ke dalam gerbang tol tersebut dan berhasil mendapatkan karcis masuk tol, saat itu kekuatan gempa semakin terasa kencang.

Petugas PT Jasa Marga yang tadinya berada di dalam pintu loket karcis, langsung keluar dan berdiri di sisi samping untuk menghalau kendaraan yang akan masuk. Beberapa saat kemudian, petugas mengumumkan melalui pengeras suara kepada para pengemudi untuk tidak melanjutkan kendaraannya karena sedang gempa. “Kami mohon maaf kepada para pengemudi yang mau masuk pintu gerbang, harap bersabar dulu di tempatnya, karena saat ini sedang gempa,” ujar petugas loket tersebut memberi informasi.

Tak ayal, antrean panjang pun terjadi di pintu masuk tol karena menunggu gempa berhenti. Antrean panjang itu terjadi hingga ke pertigaan lampu merah antara Jalan Brayan-Jalan Cemara dan Jalan Tanjungmulia. Bunyi klakson bersahutan terdengar dari pengendara di pertigaan lampu merah tersebut karena jalan mereka terhalangi oleh kendaraan yang mengantre panjang menuju jalan tol Tanjungmulia. (rpg/adl/gus/ram/rud/mag-11/jon/ari/ila)

Gempa Hajar Aceh, Warga Teringat Bencana 2004

MEDAN-Gempa hebat yang menghajar Aceh kemarin kembali membangunkan memori warga Indonesia pada bencana 2004 lalu. Medan yang terkena imbas goyangan bumi itu langsung membuat warga panik. Di Sumatera Barat, satu orang pun dinyatakan tewas setelah terkejut dan terjatuh akibat gempa kemarin.

Adalah Kutar (69) warga Sungai Sariak, Sungai Garian Malai Lima Suku, Kecamatan Batang Kasan, Kabupaten Padangpariaman, yang dinyatakan tewas. Saat gempa susulan dengan kekuatan 8,8 SR, dia panik dan ingin menyelamatkan diri. Kutar tewas terjatuh saat menyelamatkan diri ke daerah aman berjarak sekitar satu kilometer dari rumahnya.

Saat beristirahat, Kutar duduk di ujung sebuah jembatan. Nah, saat terjadi gempa susulan, korban terkejut lalu terjatuh masuk ke dalam sungai yang diperkirakan tingginya lima meter.

Bupati Padangpariaman Ali Mukhni yang dikonfirmasi soal itu, mengakui ada warganya yang meninggal ketika menyelamatkan diri ke daerah aman, usai gempa. “Meskipun masyarakat telah mencoba menyelamatkannya, tapi nyawa Kutar tetap tidak tertolong,” ujar ketika dihubungi Padang Ekspres (grup Sumut Pos), kemarin.

Warga Berhamburan tanpa Arah
Di Medan, aparat Pemko Medan dan Anggota DPRD Medan serta stafnya berhamburan keluar gedung saat gempa terjadi. “Kalau panik, ya, jelas paniklah!” ujar Sekdako Medan Ir Syaiful Bahri.

Sementara di luar kantor, sejumlah staf di Pemko Medan juga tampak panik. Mereka berdiri di luar gedung sambil berpegangan dengan temannya. “Lihat itu lampu hias di atas goyang-goyang. Keras kali ini gempanya,” imbuh seorang perempuan berjilbab menunjuk ke arah lampu yang berada di ruang tengah kantor Pemko Medan.

Kejadian serupa terlihat juga di  Sun Plaza. Sebagian besar para pegawai yang memakai seragam warna pink terlihat berkumpul di Jalan Diponegoro atau tepatnya di pintu samping Sun Plaza yang biasanya dijadikan sebagai pintu keluar. Bahkan, ada beberapa pengunjung yang sedang bersantai di kafe yang ada di Sun Plaza mencoba untuk kabur begitu saja. Tentu saja pelayan kafe tersebut tidak memperbolehkan sebelum membayar.

Dan dengan terburu-buru, mereka membayar lalu lari tunggang langgang. Bukan hanya di plaza, sebagian penghuni hotel di Grand Aston juga terlihat panik. Tetapi, karena hotel bintang 5 ini memiliki teknologi bangunan antigempa, sehingga pengamanan ini dapat meminimalisir akibat gempa.

“Kita memiliki safety saat gempa terjadi. Selain itu, kita juga memiliki titik kumpul saat gempa terjadi,” ujar Public Relation Office Grand Aston Hotel Medan, Cindi.

Pasien ICU hanya Bisa Pasrah
Peristiwa menyedihkan terjadi di beberapa rumah sakit di Medan. Sebut saja RS dr Pirngadi. Di rumah sakit miliki pemerintah ini pasien yang masih dirawat lari berhamburan keluar ruangan.

Suasana pun semakin kacau ketika pasien yang berada di lantai delapan ingin menyelamatkan diri dengan bantuan perawat atau keluarga mereka. Mereka berbondong-bondong keluar ruang perawatan menuju lift. Tapi, begitu saling berebut dan berdesakan masuk ke dalam lift, ternyata liftnya mati akibat gempa.

Mereka semakin kalut dan mencari jalan alternatif lain dengan menuruni tangga darurat. “Ayo cepat, ayo cepat!” teriak keluarga dan perawat.

Bagi pasien yang menggunakan kursi roda, terpaksa harus dibantu beberapa orang menuruni tangga satu per satu. Bahkan, karena banyaknya tangga yang dituruni, akhirnya pasien yang berada di kursi roda terpaksa digendong oleh pihak keluarganya.

Sedangkan pasien ICU yang berada di lantai empat, hanya bisa pasrah. Selain mereka tak menyadari gempa, kondisinya memang banyak yang koma dan tak sadarkan diri. Tapi, para keluarga pasien ICU yang berada di lantai empat memilih untuk menyelamatkan diri dan meninggalkan keluarga mereka yang tengah koma di ICU. Sedangkan para perawat jaga di ruangan ICU, lebih memilih pasrah dan tetap menjaga pasien mereka dengan wajah takut dan cemas.

Belum lagi para pasien patah kaki dan luka parah akibat korban kecelakaan. Pasien yang patah kaki hanya bisa berteriak-teriak menyebut nama Tuhan. Sebab, mereka tak mungkin diselamatkan keluar gedung karena kakinya menggunakan pen (untuk penyanggah tulang patah). Begitu juga pasien yang luka parah. Hanya keluarga yang menjaga mereka yang menyelamatkan diri keluar gedung.

Penyelamatan keluar gedung juga dilakukan terhadap beberapa pasien stroke. Salah seorang pasien bernama boru Pasaribu yang dirawat di lantai VII karena menderita stroke. Ia turun dari lantai VII dibantu salah seorang Satpam. Saat menuruni tangga, ia tak henti-hentinya menangis.

Begitu berhasil keluar gedung, wajahnya tampak lemas dan pucat. “Mungkin ibu saya merasa trauma karena menjadi salah seorang korban gempa dan tsunami di Aceh pada 2004 lalu,” ujar anaknya.

Sementara itu, Wadir Pelayanan Medis RSUD dr Pirngadi Medan dr Amran SpJP (K) membantah kalau perawat tidak mempedulikan para pasien saat terjadinya gempa tersebut. “Kalau perawat yang menyelamatkan diri itu adalah perawat yang bertugas di luar ruangan. Tapi, perawat di ruangan ICU,NICU,ICCU dan ruangan intensif lainnya tetap berada diruangan, mereka tidak keluar,” kata Amran.

Dilarang Beraktivitas di Jalan Tol
Selain di rumah sakit, kepanikan juga terjadi di Mapolresta Medan dan berbagai tempat lainnya. Praktis, seluruh Kota Medan dalam suasana panik. Dan, kepanikan itu tidak hanya terjadi di gedung, di jalan raya kepanikan juga tak hilang. Salah satunya di ruas jalan tol.

Seperti yang dialami wartawan koran ini saat hendak masuk ke pintu gerbang tol Tanjungmulia. Begitu wartawan koran ini masuk ke dalam gerbang tol tersebut dan berhasil mendapatkan karcis masuk tol, saat itu kekuatan gempa semakin terasa kencang.

Petugas PT Jasa Marga yang tadinya berada di dalam pintu loket karcis, langsung keluar dan berdiri di sisi samping untuk menghalau kendaraan yang akan masuk. Beberapa saat kemudian, petugas mengumumkan melalui pengeras suara kepada para pengemudi untuk tidak melanjutkan kendaraannya karena sedang gempa. “Kami mohon maaf kepada para pengemudi yang mau masuk pintu gerbang, harap bersabar dulu di tempatnya, karena saat ini sedang gempa,” ujar petugas loket tersebut memberi informasi.

Tak ayal, antrean panjang pun terjadi di pintu masuk tol karena menunggu gempa berhenti. Antrean panjang itu terjadi hingga ke pertigaan lampu merah antara Jalan Brayan-Jalan Cemara dan Jalan Tanjungmulia. Bunyi klakson bersahutan terdengar dari pengendara di pertigaan lampu merah tersebut karena jalan mereka terhalangi oleh kendaraan yang mengantre panjang menuju jalan tol Tanjungmulia. (rpg/adl/gus/ram/rud/mag-11/jon/ari/ila)

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/