26 C
Medan
Friday, June 28, 2024

Kejatisu Kembali Restorative Justice 9 Perkara

MEDAN, SUMUTPOS.CO – Kejaksaan Tinggi Sumatera Utara (Kejati Sumut) kembali mengusulkan 9 perkara untuk dihentikan penuntutannya dengan pendekatan Restorative Justice (RJ). Hal ini pun, disetujui oleh Jampidum Kejagung RI.

Kepala Kejaksaan Tinggi Sumut Idianto, Wakajati Sumut, Aspidum, Kasi Penkum, Kasi Oharda dan masing-masing Kajari yang mengusulkan penghentian penuntutan dengan keadilan restoratif secara virtual.

Kasi Penkum Kejati Sumut Yos A Tarigan mengatakan, usulan penghentian penuntutan dari wilayah hukum Kejati Sumut ada 9 perkara, Kejari Humbahas 1 perkara, Kejari Labuhan Batu 3 perkara, Kejari Deliserdang 1 perkara, Kejari Asahan 1 perkara, Cabjari Langkat di P Brandan 2 perkara, dan Kejari Toba Samosir 1 perkara. “Dari 9 perkara yang diajukan, 4 diantaranya perkara Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga,” ungkapnya, Jumat (8/4).

Untuk perkara dari Kejari Humbahas atas nama tersangka Gindo Sianturi dan korban Hengky Rizal Sianturi dipersangkakan dengan Pasal 351 ayat (1) KUHP (penganiayaan). Dari Kejari Samosir ada 2 tersangka dalam satu perkara, yaitu Rommel Tua Sitorus (58) dan Dompak Sitorus (67) disangkakan dengan Pasal 406 Ayat (1) KUHP Jo Pasal 55 Ayat (1) Ke 1 KUHP.

Kemudian, perkara dari Cabang Kejaksaan Negeri Langkat di Pangkakalan Brandan atas nama Makmur M Amin Galingging (38) disangkakan dengan Pasal 351 Ayat (1) KUHPidana, Abdur Rahman (25 th) disangkakan dengan Pasal 44 Ayat (1) UU RI Nomor 23 Tahun 2004 Tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga.

Kejari Asahan ada satu perkara atas nama Ade Kurniawan alias Ade dengan sangkaan Pasal 44 Ayat (1) UU RI No 23 Tahun 2004 Tentang Penghapusan Kekerasan dalam Rumah Tangga, Subsidiair Pasal 351 Ayat (1) KUHP. Kejari Deli Serdang dengan tersangka Fajar (33) dipersangkakan dengan Pasal 44 Ayat (1) UU RI No 23 Tahun 2004 Tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT).

Sementara, Kejari Labuhanbatu ada 3 perkara yang dihentikan penuntutannya dengan pendekatan keadilan restoratif, yaitu Mhd Luthfi Parera melanggar Pasal 49 Huruf a UU RI No 23 Tahun 2004 Tentang Penghapusan Kekerasan dalam Rumah Tangga. (Menelantarkan orang lain dalam lingkup rumah tangganya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (1).

Kemudian, ada Poniren alias Ponirin pidana penganiayaan dengan sangkaan Pasal 351 ayat (1) KUHP dan Abdul Kadir Nasution alias Kodir (Pasal 351 ayat (1) KUHP.

“Adapun alasan dan pertimbangan dilakukannya penghentian penuntutan dengan penerapan restorative jusctice, berpedoman pada Peraturan Jaksa Agung No 15 tahun 2020 yaitu, tersangka baru pertama kali melakukan tindak pidana, jumlah kerugian akibat perbuatan yang dilakukan tersangka dibawah dua setengah juta rupiah, ancaman hukuman dibawah 5 tahun penjara, adanya perdamaian antara tersangka dengan korban dan direspons positif oleh keluarga,” ungkapnya.

Dia menambahkan, dihentikannya penuntutan 9 perkara ini karena antara tersangka dan korban sudah ada kesepakatan damai dan tersangka menyesali perbuatannya serta berjanji tidak akan mengulangi perbuatannya lagi. Proses pelaksanaan perdamaian juga disaksikan oleh keluarga, penyidik, jaksa penuntut umum, tokoh masyarakat dan tokoh agama. (man/ila)

MEDAN, SUMUTPOS.CO – Kejaksaan Tinggi Sumatera Utara (Kejati Sumut) kembali mengusulkan 9 perkara untuk dihentikan penuntutannya dengan pendekatan Restorative Justice (RJ). Hal ini pun, disetujui oleh Jampidum Kejagung RI.

Kepala Kejaksaan Tinggi Sumut Idianto, Wakajati Sumut, Aspidum, Kasi Penkum, Kasi Oharda dan masing-masing Kajari yang mengusulkan penghentian penuntutan dengan keadilan restoratif secara virtual.

Kasi Penkum Kejati Sumut Yos A Tarigan mengatakan, usulan penghentian penuntutan dari wilayah hukum Kejati Sumut ada 9 perkara, Kejari Humbahas 1 perkara, Kejari Labuhan Batu 3 perkara, Kejari Deliserdang 1 perkara, Kejari Asahan 1 perkara, Cabjari Langkat di P Brandan 2 perkara, dan Kejari Toba Samosir 1 perkara. “Dari 9 perkara yang diajukan, 4 diantaranya perkara Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga,” ungkapnya, Jumat (8/4).

Untuk perkara dari Kejari Humbahas atas nama tersangka Gindo Sianturi dan korban Hengky Rizal Sianturi dipersangkakan dengan Pasal 351 ayat (1) KUHP (penganiayaan). Dari Kejari Samosir ada 2 tersangka dalam satu perkara, yaitu Rommel Tua Sitorus (58) dan Dompak Sitorus (67) disangkakan dengan Pasal 406 Ayat (1) KUHP Jo Pasal 55 Ayat (1) Ke 1 KUHP.

Kemudian, perkara dari Cabang Kejaksaan Negeri Langkat di Pangkakalan Brandan atas nama Makmur M Amin Galingging (38) disangkakan dengan Pasal 351 Ayat (1) KUHPidana, Abdur Rahman (25 th) disangkakan dengan Pasal 44 Ayat (1) UU RI Nomor 23 Tahun 2004 Tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga.

Kejari Asahan ada satu perkara atas nama Ade Kurniawan alias Ade dengan sangkaan Pasal 44 Ayat (1) UU RI No 23 Tahun 2004 Tentang Penghapusan Kekerasan dalam Rumah Tangga, Subsidiair Pasal 351 Ayat (1) KUHP. Kejari Deli Serdang dengan tersangka Fajar (33) dipersangkakan dengan Pasal 44 Ayat (1) UU RI No 23 Tahun 2004 Tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT).

Sementara, Kejari Labuhanbatu ada 3 perkara yang dihentikan penuntutannya dengan pendekatan keadilan restoratif, yaitu Mhd Luthfi Parera melanggar Pasal 49 Huruf a UU RI No 23 Tahun 2004 Tentang Penghapusan Kekerasan dalam Rumah Tangga. (Menelantarkan orang lain dalam lingkup rumah tangganya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (1).

Kemudian, ada Poniren alias Ponirin pidana penganiayaan dengan sangkaan Pasal 351 ayat (1) KUHP dan Abdul Kadir Nasution alias Kodir (Pasal 351 ayat (1) KUHP.

“Adapun alasan dan pertimbangan dilakukannya penghentian penuntutan dengan penerapan restorative jusctice, berpedoman pada Peraturan Jaksa Agung No 15 tahun 2020 yaitu, tersangka baru pertama kali melakukan tindak pidana, jumlah kerugian akibat perbuatan yang dilakukan tersangka dibawah dua setengah juta rupiah, ancaman hukuman dibawah 5 tahun penjara, adanya perdamaian antara tersangka dengan korban dan direspons positif oleh keluarga,” ungkapnya.

Dia menambahkan, dihentikannya penuntutan 9 perkara ini karena antara tersangka dan korban sudah ada kesepakatan damai dan tersangka menyesali perbuatannya serta berjanji tidak akan mengulangi perbuatannya lagi. Proses pelaksanaan perdamaian juga disaksikan oleh keluarga, penyidik, jaksa penuntut umum, tokoh masyarakat dan tokoh agama. (man/ila)

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/