31 C
Medan
Wednesday, July 3, 2024

Lagi, Penderita Atresia Billier Ditemukan di Medan

MEDAN-Raja, bayi berusia 10 bulan, terbaring lemah di RS Pirngadi Medan. Perutnya membesar dan terus membesar. Anak pasangan Tuti dan M.Aswin yang berdomisili di Jalan Melati Belawan divonis menderita penyakit kelainan hati atau dalam bahasa medis dikenal dengan atresia billier.

Akibatnya, Raja hanya bisa tidur dengan posisi telentang di ruang perawatan anak lantai III RS dr Pirngadi Medan. Nani (55) sang nenek, saat ditemui di ruang perawatan mengatakan, kelahiran Raja mulai ditandai dengan matanya yang berwarna kuning.

“Bahkan di usia enam bulan Raja mudah mengalami masuk angin yang tak kunjung sembuh meskipun telah diobati ke berbagai tempat seperti Puskesmas hingga orang pintar,”tutur Nani, Senin sore (11/6).

Seiring berjalannya waktu dan ditandai dengan semakin membesarnya perut sang bayi, menjadi alasan keluarga memutuskan untuk membawa Raja ke dr Pirngadi, pada bulan Mei lalu dengan status pasien pengguna Jamkesmas. Bahkan dari pengakuan Nani, ibu kandung Raja belum mengetahui kondisi buah hatinya itu karena tengah bekerja di Malaysia sejak enam bulan yang lalu.

“Waktu ibunya berangkat, perut Raja belum seperti ini besarnya,” ungkap Nani yang saat itu tengah ditemani Wita (20), tante bayi tersebut.
Kini dengan kondisi Raja yang harus mengkonsumsi susu setiap tiga jam sekali dan dibalik keterbatasan ekonomi keluarganya,  Nani berharap adanya bentuk kepedulian dari para dermawan. Semua itu tak lain untuk bisa membantu keluarga mereka dalam meringankan beban dan demi kesembuhan sang bayi.

Kasubbag Hukum dan Humas RS dr Pirngadi Medan, Edison Perangin-angin saat dikonfirmasi mengakui, jika bayi tersebut tidak hanya mengalami kelainan hati namun juga mengalami kelainan pada fungsi hatinya atau disebut cyprosis hepatis. Bahkan lanjut Edison, untuk penanganan kondisi bayi, kini Raja langsung ditangani oleh dokter spesialis anak, Berlan SpA.

“Perutnya terus membesar karena kelainan fungsi hati yang dialaminya. Sedangkan menurut dokter yang menanganinya, kemungkinan Raja mengalami gangguan ginjal dan tumor,” ujarnya.

Penyakit atresia billier ini menurut dr Sugiani SpA adalah jenis yang jarang ditemui dan memerlukan biaya yang cukup besar untuk pengobatannya. “Penyakit ini bisa disembuhkan melalui operasi. Hanya saja kasus seperti ini memang ada ditemukan tetapi tidak banyak,” ujar Sugiani singkat.
Selain Bilqis bocah penderita atresia billier yang sempat menarik perhatian masyarakat Indonesia, atresia billier sebelumnya juga dialami oleh Melati, putri pasangan Yuli Afrizal dan Meirika yang berdomisili di kawasan  Jalan Cilacap, Kelurahan Belawan II Kecamatan Medan Belawan. Semula, bocah berusia lima tahun itu mendapatkan pertolongan, namun akhirnya meninggal pada awal Februari 2011 lalu.

Bahkan saat itu Melati sempat mendapatkan lampu hijau dari tim medis asal Frankfurt, Jerman Barat, untuk segera dioperasi di negara tersebut lewat pendanaan oleh sejumlah donatur dari Jerman. Namun karena tingginya biaya yang harus disediakan yakni lebih dari Rp1 miliar, para donatur tidak menyanggupi jika harus membiayai seluruhnya. Sehingga Paman Melati yang berdomisili di Jerman harus mencari donatur tambahan.
Sayangnya belum lagi dapatkan donatur tambahan, Melati harus menghembuskan napas terakhir dalam perjalanan dari kediaman menuju RS Sari Mutiara Medan, yakni tempat Melati pernah mendapatkan perawatan selama lebih kurang enam bulan lamanya. (uma)

MEDAN-Raja, bayi berusia 10 bulan, terbaring lemah di RS Pirngadi Medan. Perutnya membesar dan terus membesar. Anak pasangan Tuti dan M.Aswin yang berdomisili di Jalan Melati Belawan divonis menderita penyakit kelainan hati atau dalam bahasa medis dikenal dengan atresia billier.

Akibatnya, Raja hanya bisa tidur dengan posisi telentang di ruang perawatan anak lantai III RS dr Pirngadi Medan. Nani (55) sang nenek, saat ditemui di ruang perawatan mengatakan, kelahiran Raja mulai ditandai dengan matanya yang berwarna kuning.

“Bahkan di usia enam bulan Raja mudah mengalami masuk angin yang tak kunjung sembuh meskipun telah diobati ke berbagai tempat seperti Puskesmas hingga orang pintar,”tutur Nani, Senin sore (11/6).

Seiring berjalannya waktu dan ditandai dengan semakin membesarnya perut sang bayi, menjadi alasan keluarga memutuskan untuk membawa Raja ke dr Pirngadi, pada bulan Mei lalu dengan status pasien pengguna Jamkesmas. Bahkan dari pengakuan Nani, ibu kandung Raja belum mengetahui kondisi buah hatinya itu karena tengah bekerja di Malaysia sejak enam bulan yang lalu.

“Waktu ibunya berangkat, perut Raja belum seperti ini besarnya,” ungkap Nani yang saat itu tengah ditemani Wita (20), tante bayi tersebut.
Kini dengan kondisi Raja yang harus mengkonsumsi susu setiap tiga jam sekali dan dibalik keterbatasan ekonomi keluarganya,  Nani berharap adanya bentuk kepedulian dari para dermawan. Semua itu tak lain untuk bisa membantu keluarga mereka dalam meringankan beban dan demi kesembuhan sang bayi.

Kasubbag Hukum dan Humas RS dr Pirngadi Medan, Edison Perangin-angin saat dikonfirmasi mengakui, jika bayi tersebut tidak hanya mengalami kelainan hati namun juga mengalami kelainan pada fungsi hatinya atau disebut cyprosis hepatis. Bahkan lanjut Edison, untuk penanganan kondisi bayi, kini Raja langsung ditangani oleh dokter spesialis anak, Berlan SpA.

“Perutnya terus membesar karena kelainan fungsi hati yang dialaminya. Sedangkan menurut dokter yang menanganinya, kemungkinan Raja mengalami gangguan ginjal dan tumor,” ujarnya.

Penyakit atresia billier ini menurut dr Sugiani SpA adalah jenis yang jarang ditemui dan memerlukan biaya yang cukup besar untuk pengobatannya. “Penyakit ini bisa disembuhkan melalui operasi. Hanya saja kasus seperti ini memang ada ditemukan tetapi tidak banyak,” ujar Sugiani singkat.
Selain Bilqis bocah penderita atresia billier yang sempat menarik perhatian masyarakat Indonesia, atresia billier sebelumnya juga dialami oleh Melati, putri pasangan Yuli Afrizal dan Meirika yang berdomisili di kawasan  Jalan Cilacap, Kelurahan Belawan II Kecamatan Medan Belawan. Semula, bocah berusia lima tahun itu mendapatkan pertolongan, namun akhirnya meninggal pada awal Februari 2011 lalu.

Bahkan saat itu Melati sempat mendapatkan lampu hijau dari tim medis asal Frankfurt, Jerman Barat, untuk segera dioperasi di negara tersebut lewat pendanaan oleh sejumlah donatur dari Jerman. Namun karena tingginya biaya yang harus disediakan yakni lebih dari Rp1 miliar, para donatur tidak menyanggupi jika harus membiayai seluruhnya. Sehingga Paman Melati yang berdomisili di Jerman harus mencari donatur tambahan.
Sayangnya belum lagi dapatkan donatur tambahan, Melati harus menghembuskan napas terakhir dalam perjalanan dari kediaman menuju RS Sari Mutiara Medan, yakni tempat Melati pernah mendapatkan perawatan selama lebih kurang enam bulan lamanya. (uma)

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/