MEDAN, SUMUTPOS.CO – Setelah menjalani pemeriksaan di Unit Tipiter Satuan Reskrim Polresta Medan, Selasa (10/6), Direktur Utama (Dirut) Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD), dr Pringadi Medan, dr Amran Lubis, mengarah jadi tersangka.
“Dia (dr Amran Lubis) masih saksi dan akan diperiksa lagi. Namun, saya mengakui dia bakal calon kuat tersangka baru tetapi kita masih memenuhi unsur atau alat bukti yang kuat untuk menetapkannya sebagai tersangka,” kata Kanit Tipiter Satreskrim Polresta Medan, AKP Azharuddin kepada Sumut Pos, Rabu (11/6) siang.
Disinggung kapan yang bersangkutan diperiksa lagi, Azharuddin enggan membeberkan. Ia mengaku belum bisa memastikan. Saat ditanya lebih jauh, Azharuddin memilih menutup sambungan teleponnya dan menyarankan untuk konfirmasi dengan Kasat Reskrim Polresta Medan, Kompol Jean Calvjin Simanjuntak. “Untuk lebih jelasnya konfirmasi ke Kasat aja,” tandasnya.
Kasat Reskrim Polresta Medan, Kompol Jean Calvijn Simanjuntak mengatakan, polisi masih melakukan penggeledahan untuk mencari barang bukti dari tiga tersangka yang ditahan, setelah ditetapkan menjadi tersangka dan BAP-nya sudah dikirim ke jaksa.
“Penggeledahan untuk mencari barang bukti kekurangan dalam BAP tiga tersangka yang menjadi tersangka. Setelah kita lakukan ada beberapa barang bukti yang kita temukan untuk melengkapi BAP sesuai petunjuk dari jaksa,” terangnya.
Mengenai statusnya Amran Lubis, Calvijn mengaku saat ini masih sebagai saksi, namun bila dari pemeriksaan alat bukti cukup tidak tertutup kemungkinan dia tersangka. “Masih kita periksa kedua dan hasilnya akan kita singkronkan dengan keterangan ketiga tersangka lainnya. Dalam hal ini, kita akan mendalami lagi agar langsung tuntas,”pungkasnya.
Kapolresta Medan, Kombes Pol Nico Afinta Karokaro mengatakan, penyidik masih bekerja dengan mengumpulkan bukti-bukti. “Jika semua alat bukti lengkap, kasus ini akan segera dipaparkan,” tulisnya dalam SMS kepada wartawan.
Informasi yang diperoleh, setelah memeriksa Dirut Pirngadi Medan, Amran Lubis melakukan penggeledahan di kantor distributor Alkes PT Graha Agung Lestari, milik tersangka Kamsil di ruko No 5 Jln. Sei Serayu Medan. Penggeledahan tersebut dimulai pukul 10.30 Wib hingga pukul 15:30. Dalam penggerebekan, petugas membagi tiga tim dan langsung masuk ke gedung dengan di dampingi kepala lingkungan. Kemudian, petugas masuk ke lantai I untuk mengambil berkas, merasa kurang cukup, petugas lalu naik ke lantai II dan III untuk mengambil berkas-berkas dan dokumen dari kantor distributor Alkes itu.
Usai menemukan berkas dan dokumen yang dianggap penting, petugas memasukkan ke box plastik yang sudah disiapkan oleh polisi. Kemudian, dengan menggunakan mobil Avanza Hitam dan Kijang Innova, petugas memboyongnya ke Polresta Medan. Tiba di Polresta, petugas langsung membawa box yang berisikan barang bukti itu ke lantai dua ruang Unit Tipikor.
Seorang petugas kepolisian mengatakan penggeledahan dilakukan dengan membagi tiga tim. “Kami naik Avanza dan langsung ke lokasi. Setelah diperintahkan masuk, kami langsung melakukan penggeledahan. Selama berada di dalam gedung itu, berkas-berkas yang dianggap penting saja yang kami ambil,”ucapnya.
Sekadar mengingatkan, kasus dugaan korupsi alat-alat kesehatan (Alkes) dan keluarga berencana (KB) di RSUD dr Pirngadi Medan, yang ditangani Unit Tipiter Satuan Reskrim Polresta Medan, sampai saat ini belum juga menuju proses persidangan. Padahal, kasus ini dilimpahkan Unit I Subdit III Tipikor Direktorat Reskrimsus Polda Sumut sejak Agustus 2013 lalu.
Kasus korupsi alkes dan KB RSUD dr Pirngadi Medan dengan total anggaran senilai Rp8 miliar ini, dananya bersumber dari Direktorat Jendral (Dirjen) Bina Upaya Kesehatan Kementerian Kesehatan RI Tahun Anggaran 2012.
Dalam kasus dugaan korupsi di rumah sakit milik pemerintah Kota Medan ini, sudah ada tiga tersangka yang ditahan di antaranya bernisial Kamsil, Sukarti dan Arpin. Kamsil adalah warga Jalan Setia Budi, selaku pelaksana pekerja sebenarnya atau sub kontraktor yang mengarahkan rekanan PT IGM (Indofarma Global Medical) hingga memenangkan saat tender proyek. Sukarti merupakan warga Polonia, selaku pejabat pembuat komitmen (PPK). Sedangkan, Arpin (45), warga Tangerang, selaku pelaksana kontrak.
Modus yang dilakukan para tersangka dengan cara mengarahkan merk dari distributor tertentu untuk dijadikan bahan dalam pelelangan. Selanjutnya, harga di-mark up hingga pembayaran 100 persen kepada rekanan. Kamsil yang merupakan otak pelaku, mendapat keuntungan Rp900 juta dari proyek ini. Sedangkan, Sukarti menerima gratifikasi dari Kamsil dengan berangkat ke luar negeri (tiket perjalanan) dan Arpin menerima keuntungan atau fee sebesar Rp200 juta selaku pelaksana kontrak.
Ketiga tersangka dikenakan Pasal 2 ayat (1), Pasal 3, 5, junto 12b UU Korupsi Nomor 20 tahun 2001 tentang perubahan UU No 31 tahun 1999 tentang pemberantasan UU Korupsi, dengan ancaman hukuman 15 tahun. (gib/mag-8/smg)