25 C
Medan
Monday, June 17, 2024

Dapat Bonus Kue, Buah, dan Susu

Memasuki hari kedua Ramadan, suasana di Rumah Detensi Imigrasi (Rudenim) Jalan Selebes Pekong Kecamatan Medan Belawan tidak beda dengan hari pertama. Para imigran gelap beragama Islam yang ada di rumah detensi ini mengaku merasa lebih nyaman. Bahkan saat bulan puasa tahun ini, mereka bisa beribadah dengan tenang.

Fakhrul Rozi, Medan

PENGUNGSI: Beberapa pria imigran gelap beragama Islam jelang buka puasa  Rudenim Belawan, kemarin.//Fakhrul Rozi/sumut pos
PENGUNGSI: Beberapa pria imigran gelap beragama Islam jelang buka puasa di Rudenim Belawan, kemarin.//Fakhrul Rozi/sumut pos

Ya, para pengungsi ini tak perlu lagi dihantui rasa takut seperti di negaranya yang masih terjadi konflik.

“Melaksanakan ibadah puasa di sini lebih tenang, kami bisa baca Alquran (tadarus) dan salat berjamaah. Sedangkan pada Ramadan di negara kami dua tahun lalu, kami dikejar-kejar dan yang tertangkap langsung dibantai.

Sementara anak-anak gadis kami diperkosa, sedangkan anak laki-laki kami ditangkap lalu dibunuh,” ujar Mahmoed, seorang imigran asal etnis Rohingya, Myanmar di Rudenim Belawan, Kamis (11/7) kemarin.

Pria berkulit hitam yang menggunakan bahasa Melayu itu menuturkan, bila mengenang situasi keamanan di negaranya, dia mengaku sangat prihatin dengan nasib saudara-saudara mereka yang tertinggal di Rohingya, Myanmar. “Tapi kami tidak bisa banyak membantu, semoga konflik ini cepat berakhir. Kasihan sanak keluarga di sana,” katanya.

Beberapa di antara pengungsi ini, ada yang berkeinginan kembali ke negara asalnya setelah kondisi keamanan pulih. Namun tidak sedikit juga yang trauma dan memilih untuk pindah ke negara lain dengan pertimbangan keamanan. “Selain disiksa dan rumah kami dibakar, banyak warga Muslim yang hilang diculik atau ditemukan tewas,” kenang dia.

Dari amatan Sumut Pos, di dalam rumah detensi para imigran ini terlihat disibukan dengan aktivitas keagamaan. Mereka tampak mengaji bersama di musala yang ada di dalam rumah detensi. Sedangkan menjelang salat fardhu tiba, mereka melaksanakannya secara berjamaah.”Selama bulan puasa ini, kami banyak beribadah bersama-sama, sambil menunggu waktu berbuka tiba,” ucapnya.

Untuk menu makanan berbuka dan sahur, lanjut dia, sebagian dari imigran mendapatkan bagian membantu petugas bagian dapur umum untuk memasak. Mereka dibantu dua hingga 4 orang sesama tahanan lainnya yang telah mendapatkan kepercayaan keluar masuk ruang sel tahanan. “Menu yang disiapkan selama puasa ini, tetap sama dengan menu yang setiap harinya diberikan, hanya ketika buka puasa, biasanya mendapatkan jatah tambahan makanan berupa kue dan buah-buahan. Selain itu ada juga roti dan susu,” tambahnya.
Sebelum, beduk buka puasa berbunyi, para imigran gelap ini menghidangkan berbagai panganan dan minuman. Setelah semuanya tersedia mereka berkumpul dan berdoa bersama. Meski di antara mereka berbeda negara dan bahasa, namun suasana kekeluargaan, menurut para imigran Muslim, sangat terasa.

Kepala Seksi Registrasi dan Pelaporan Rudenim Belawan, Rida Agustian SE, mengatakan ada 163 orang imigran yan berasal dari Afganistan, Myanmar, Iran, Iraq, Srilanka, dan Banglades yang berada di rumah detensi. 50 persennya beragama Islam. Untuk program selama bulan puasa sebut dia, semuanya sudah disusun sesuai dengan jadwal kegiatan tahunan. Sedangkan menu makanan yang dihidangkan sesuai dengan makanan yang setiap harinya disajikan kepada penghuni di rumah detensi.

“Bukan cuma nasi dan roti, sesekali mereka yang Muslim juga dihidangkan gorengan dan kue-kue lainnya sebagai menu berbuka puasa. Sedangkan kegiatan mereka selama bulan suci Ramadan sama seperti tahun sebelumnya. Mereka melaksanakan ibadah salat berjamaah dan tadarusan secara bergantian,” terangnya. (*)

Memasuki hari kedua Ramadan, suasana di Rumah Detensi Imigrasi (Rudenim) Jalan Selebes Pekong Kecamatan Medan Belawan tidak beda dengan hari pertama. Para imigran gelap beragama Islam yang ada di rumah detensi ini mengaku merasa lebih nyaman. Bahkan saat bulan puasa tahun ini, mereka bisa beribadah dengan tenang.

Fakhrul Rozi, Medan

PENGUNGSI: Beberapa pria imigran gelap beragama Islam jelang buka puasa  Rudenim Belawan, kemarin.//Fakhrul Rozi/sumut pos
PENGUNGSI: Beberapa pria imigran gelap beragama Islam jelang buka puasa di Rudenim Belawan, kemarin.//Fakhrul Rozi/sumut pos

Ya, para pengungsi ini tak perlu lagi dihantui rasa takut seperti di negaranya yang masih terjadi konflik.

“Melaksanakan ibadah puasa di sini lebih tenang, kami bisa baca Alquran (tadarus) dan salat berjamaah. Sedangkan pada Ramadan di negara kami dua tahun lalu, kami dikejar-kejar dan yang tertangkap langsung dibantai.

Sementara anak-anak gadis kami diperkosa, sedangkan anak laki-laki kami ditangkap lalu dibunuh,” ujar Mahmoed, seorang imigran asal etnis Rohingya, Myanmar di Rudenim Belawan, Kamis (11/7) kemarin.

Pria berkulit hitam yang menggunakan bahasa Melayu itu menuturkan, bila mengenang situasi keamanan di negaranya, dia mengaku sangat prihatin dengan nasib saudara-saudara mereka yang tertinggal di Rohingya, Myanmar. “Tapi kami tidak bisa banyak membantu, semoga konflik ini cepat berakhir. Kasihan sanak keluarga di sana,” katanya.

Beberapa di antara pengungsi ini, ada yang berkeinginan kembali ke negara asalnya setelah kondisi keamanan pulih. Namun tidak sedikit juga yang trauma dan memilih untuk pindah ke negara lain dengan pertimbangan keamanan. “Selain disiksa dan rumah kami dibakar, banyak warga Muslim yang hilang diculik atau ditemukan tewas,” kenang dia.

Dari amatan Sumut Pos, di dalam rumah detensi para imigran ini terlihat disibukan dengan aktivitas keagamaan. Mereka tampak mengaji bersama di musala yang ada di dalam rumah detensi. Sedangkan menjelang salat fardhu tiba, mereka melaksanakannya secara berjamaah.”Selama bulan puasa ini, kami banyak beribadah bersama-sama, sambil menunggu waktu berbuka tiba,” ucapnya.

Untuk menu makanan berbuka dan sahur, lanjut dia, sebagian dari imigran mendapatkan bagian membantu petugas bagian dapur umum untuk memasak. Mereka dibantu dua hingga 4 orang sesama tahanan lainnya yang telah mendapatkan kepercayaan keluar masuk ruang sel tahanan. “Menu yang disiapkan selama puasa ini, tetap sama dengan menu yang setiap harinya diberikan, hanya ketika buka puasa, biasanya mendapatkan jatah tambahan makanan berupa kue dan buah-buahan. Selain itu ada juga roti dan susu,” tambahnya.
Sebelum, beduk buka puasa berbunyi, para imigran gelap ini menghidangkan berbagai panganan dan minuman. Setelah semuanya tersedia mereka berkumpul dan berdoa bersama. Meski di antara mereka berbeda negara dan bahasa, namun suasana kekeluargaan, menurut para imigran Muslim, sangat terasa.

Kepala Seksi Registrasi dan Pelaporan Rudenim Belawan, Rida Agustian SE, mengatakan ada 163 orang imigran yan berasal dari Afganistan, Myanmar, Iran, Iraq, Srilanka, dan Banglades yang berada di rumah detensi. 50 persennya beragama Islam. Untuk program selama bulan puasa sebut dia, semuanya sudah disusun sesuai dengan jadwal kegiatan tahunan. Sedangkan menu makanan yang dihidangkan sesuai dengan makanan yang setiap harinya disajikan kepada penghuni di rumah detensi.

“Bukan cuma nasi dan roti, sesekali mereka yang Muslim juga dihidangkan gorengan dan kue-kue lainnya sebagai menu berbuka puasa. Sedangkan kegiatan mereka selama bulan suci Ramadan sama seperti tahun sebelumnya. Mereka melaksanakan ibadah salat berjamaah dan tadarusan secara bergantian,” terangnya. (*)

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/