MEDAN, SUMUTPOS.CO-Komisi I DPRD Medan mengaku heran atas kabar adanya biaya ganti rugi lahan yang harus dibayar masyarakat yang tinggal di kawasan Sarirejo kepada negara atas lahan yang telah mereka tempati sejak puluhan tahun yang lalu.
Padahal keputusan Pengadilan menegaskan, bahwa masyarakat memenangkan sengketa tanah tersebut atas TNI AU yang terletak di Kecamatan Medan Polonia, Kota Medan tersebut.
 “Saya sendiri sebenarnya gak begitu paham, apa alasannya sehingga masyarakat harus membayarnya? Bukannya negara melalui keputusan Pengadilan telah mengakui bahwa tanah itu dimenangkan masyarakat atas pihak TNI AU,” ucap anggota Komisi I DPRD Medan, Abdul Rani SH kepada Sumut Pos, Selasa (11/8/2020).
TNI AU sendiri, kata Rani, sebagai pihak yang tidak dimenangkan oleh Pengadilan sedang dipersiapkan lahan penggantinya di Tandem Hilir yakni di kawasan perbatasan Kabupaten Deliserdang dan Langkat. Sedangkan masyarakat yang dimenangkan Pengadilan, justru dimintai biaya ganti rugi, sekalipun diberi keringanan dengan cara mencicil.
“Itu yang kita heran, dasarnya apa. Kita tidak mau menyalahkan siapa-siapa dalam hal ini, tapi kita perlu tahu duduk persoalannya,” katanya.
Untuk itu, sambung Rani, pihaknya dari Komisi I akan segera memanggil Badan Pertanyaan Nasional (BPN) Medan untuk mempertanyakan masalah ini.
“Bulan ini sepertinya jadwal kegiatan memang sudah sangat padat. Kemungkinan besar akan kita panggil atau kita kunjungi BPN di awal bulan (September) depan, atau paling cepat akhir bulan ini. Nanti kita akan minta keterangan dari BPN Medan, bila urusannya dengan BPN Sumut, maka kita minta BPN Medan untuk berkoordinasi soal ini,” tegasnya.
Terpisah, anggota Komisi I lainnya, Mulia Syahputra Nasution, mengatakan, pihaknya masih mempelajari masalah yang dimaksud. Politisi Partai Gerindra dari Dapil V yang meliputi Kecamatan Medan Polonia ini, juga mengaku heran atas kabar biaya ganti rugi yang harus dibayarkan masyarakat kepada negara atas lahan yang sudah mereka menangkan di meja pengadilan.
“BPN harus bisa menjelaskan ini, kita memang akan memanggil BPN, kita akan minta klarifikasi soal hal ini. Apa-apa saja dasar dan poin-poin yang bisa membuat negara meminta ganti rugi lahan yang dimaksud,” jawabnya.
Ia juga meminta, agar Pemerintah Kota (Pemko) Medan hadir di tengah masyarakat Sari Rejo yang sedang mengalami masalah kepemilikan lahan saat ini.
“Harus ada solusi, harus ada jalan keluar soal ini. Kita akan pelajari betul-betul soal masalah ini, lalu kita akan minta keterangan dari BPN dan kita minta Pemerintah untuk hadir di tengah masyarakat. Tidak boleh ada masyarakat Kota Medan yang terzalimi,” pungkasnya.
Sebelumnya, ribuan massa yang tergabung dalam Forum Masyarakat (Formas) Sarirejo menyampaikan aspirasinya di depan Gedung Keuangan Negara (GKN) Sumatera Utara, Jalan Pangeran Diponegoro Medan, Senin (11/8). Massa menolak adanya kebijakan biaya ganti rugi yang harus dibayarkan atas lahan yang sudah lama mereka tempati dan sudah mereka menangkan di Pengadilan.
Menurut masyarakat, kebijakan pemerintah memaksa masyarakat Sarirejo untuk membayar ganti rugi tanah itu sangat tidak adil. Mereka mendesak pihak Kanwil Pajak Sumut melepaskan tanah Sarirejo dikeluarkan dari daftar barang milik negara karena tanah itu telah dimenangkan masyarakat dalam perkara.
Hal itu juga dipicu karena adanya surat KSPRI No. B 36/ KSP/DII/06/2020 pada 24 Juli 2020. Diketahui, surat tersebut berisikan hal pemberitahuan progres penanganan konflik agraria di Sumut berdasarkan surat Kementrian ATR/BPN yang ditandatangani oleh Deputi II.
 Dalam surat tersebut, Formas menyimpulkan bahwa TNI AU Soewondo mendapat lokasi pengganti antara lain lokasi PTPN – II sesuai kriteria TNI AU. Eks pangkalan akan dibangun oleh Kementrian BUMN. Sedangkan untuk masyarakat, dapat tetap menguasai tanah yang ditempati dengan hak setelah membayar aset BMN yang nilainya ditentukan dengan cara appraisal. (map/ila)