Sumatera Utara dengan kekayaan alam yang dimiliki semestinya mampu mewujudkan pemerataan pembangunan di setiap daerah. Keterbelakangan pada satu daerah akan menjadi catatan buruk bagi siapa pun yang menikmati kekayaan alamnya. Minimnya pemerataan pembangunan tersebut, sangat jelas dirasakan warga yang tinggal di wilayah pesisir, seperti apa kondisinya?
Indra Juli, Medan
Kampung Nelayan yang terletak di Desa Paluh Kurau, Kecamatan Hamparan Perak, Kabupaten Deli Serdang, seolah mengingatkan bagaimana pemerataan pem bangunan masih harus digiatkan. Peranan berbagai pihak sangat dibutuhkan untuk menciptakan kehidupan yang lebih baik bagi sekitar 500 kepala keluarga (KK) yang ada.
Setelah menempuh tujuh menit perjalanan menggunakan boat, Sumut Pos pun tiba di daerah yang berada di ujung Utara Kota Medan ini. Sepanjang lintasan terpampang jelas deretan rumah penduduk yang dibangun di atas laut dengan ditopang batang-batang kayu. Begitu juga dengan dinding rumah hanya terbuat dari triplek. Menghadirkan tanya, sampai berapa lama bangunan itu bertahan?
Tidak seperti di perkotaan, anak-anak di Kampung Nelayan ini hanya memiliki satu permainan di laut. Dengan asiknya mereka pun berenang membelah laut yang berwarna kecoklatan. Berebut tempat dengan perahu motor sebagai alat transportasi bagi warga setempat.
Perasaan pun kian miris saat menyaksikan dari dekat pemukiman penduduk di Kampung Nelayan itu. Jalanan berupa titi dari papan yang serampangan menjadi penghubung antar perumahan penduduk. Bangunan-bangunan yang juga tidak memiliki tatanan benar. Tidak diragukan lagi bila siapa pun dapat tersesat pada kedatangan pertamanya.
Dari perjalanan berkeliling yang dilakukan, hanya terdapat satu sekolah yaitu SD Negeri dengan ruang kelas yang terbatas. Adapun Madrasah H Anif yang sudah berdiri baru mulai beraktivitas pada tahun ajaran berikutnya.
“Masyarakat sepakat memberi nama Madrasah H Anif sebagai ucapan terimakasih kepada beliau yang sudah memberi perhatian kepada pendidikan warga Kampung Nelayan ini,” ucap Kepala Desa Palu Purau Kampung Nelayan, Selamat.
Seperti yang disampaikan Selamat, selama ini pendidikan penduduk hanya sampai pada tingkat Sekolah Dasar. Untuk melanjutkan pendidikan, warga pun harus menyeberang ke Kota Medan. Dengan pendapatan sebagai nelayan, hal itu pun menjadi pembenaran untuk tidak melanjutkan pendidikannya.
“Sebagai nelayan, penghasilan mereka pun tergantung musim. Kalau musim pasang besar saja mereka bisa menangkap ikan untuk dijual. Tapi kalau lagi musim pasang surut, mereka tidak bisa menangkap ikan. Saat itu biasanya mereka ke hutan nyari kayu untuk memperbaiki rumah,” tuturnya.
Di satu sisi, kondisi geografis yang ada juga berpengaruh pada anak-anak di Kampung Nelayan ini. Berada di tengah laut memaksa setiap anak untuk menguasai kemampuan berenang. Tidak itu saja, hanya dengan bermodal jaring, mereka sudah dapat menghasilkan uang dari menangkap kerang untuk kemudian dijual.
Untuk itu Pemerintah Kabupaten Deli Serdang pun menaruh perhatiannya melalui Gerakan Deli Serdang Membangun (GDSM) yang diprakarsai Bupati Deli Serdang Drs Amri Tambunan. Kiranya Kampung Nelayan tidak lagi sebagai persinggahan calon anggota dewan saat pilkada digelar. Kemudian dilupakan saat kursi empuk menempel di pantatnya.
Bersama pihak swasta, GDSM tadi diharapkan dapat mewujudkan pemerataan pembangunan di daerah yang dihuni sekitar 500 kepala keluarga ini.
“Pemkab Deli Serdang melalui GDSM akan membangun sumur bor sedalam 100 Meter di lima titik, empat kamar MCK, penataan jalan yang lebih baik, Pusat Kesehatan Desa (Puskesdes), dan pembangunan dermaga yang semua dalam pengerjaan. Begitu juga dengan penyuluhan dan bantuan kepada nelayan juga pelayanan pembuatan Kartu Tanda Penduduk (KTP) mobile yang sudah dapat dimanfaatkan,” beber Camat Hamparan Perak Faisal Arif Nasution MSi.
Namun semua rencana ini akan sulit diwujudkan tanpa bantuan pihak lain, khususnya sektor swasta sebagai penikmat kekayaan sumber daya yang ada. Dengan dukungan berbagai pihak, penataan di Kampung Nelayan dapat menjadikannya sebagai daerah wisata yang unik. Begitu juga dengan kemampuan alami anak-anak untuk membelah arus laut yang dapat dibina sebagai investasi di bidang olahraga.
Kiranya Kampung Nelayan tidak lagi sebagai persinggahan calon anggota dewan saat pilkada digelar. Kemudian dilupakan saat kursi empuk menempel di pantatnya. Sehingga masyarakat pun dapat menjaga hasil pembangunan yang ada untuk menarik lebih banyak pihak pembangun. (*)