Molornya penyaluran beasiswa bagi siswa miskin tingkat sekolah dasar, menunjukkan kalau pejabat bersangkutan tak serius memajukan pendidikan di Sumut. Apalagi, molornya penyaluran beasiswa tersebut diduga karena kesibukan pejabat di Disdik Sumut sehingga berkas administrasi terbengkalai.
Seharusnya, beasiswa ini secara simbolis diserahkan pada 1 November, namun diundur hingga 9 November. Namun, para siswa kembali dikecewakan dengan diundurnya kembali jadwal penyaluran beasiswa tersebut hingga 15 Nopember mendatang.
Pengamat pendidikan dari Universitas Negeri Medan (Unimed), Ibnu Hajar menilai, ada ketidakbenaran dalam mekanisme penyaluran beasiswa tersebut. Berikut petikan wawancaranya dengan wartawan Sumut Pos Kesuma Ramadhan.
Bagaimana Anda menyikapi molornya penyaluran beasiswa bagi siswa miskin tingkat SD ini?
Saya menilai, para pejabat belum penuh mementingkan dunia pendidikan. Seharusnya, penyaluaran beasiswa tetap berjalan walaupun dengan penyerahan secara simbolis. Meskipun jumlah bantuan berupa beasiswa itu tidak besar, namun diyakini sangat dibutuhkan oleh siswa yang memang dianggap tidak mampu.
Seperti apa langkah yang tepat yang harusnya dilakukan?
Pemerintah seharusnya lebih mementingkan kepentingan masyarakat dibanding kepentingan pribadi. Jika atasannya sibuk, penyaluran bisa dilakukan dengan memberikan wewenang kepada bawahannya selama hal tersebut tidak melanggar aturan.
Jadi, Anda menilai jika sejauh ini kesibukan pejabat tidak layak untuk dijadikan alasan?
Seharusnya alasan ini jangan dikemukan, seperti kita ketahui, bantuan pemerintah ini untuk mempermudah para siswa mengikuti pendidikan agar tidak ada lagi ada alasan seorang siswa tidak sekolah karena ketiadaan biaya. Meskipun nilainya hanya Rp360 ribu per tahun, atau per bulan Rp30.000, setidaknya dana tersebut cukup membantu memenuhi kebutuhan siswa agar bisa bersekolah.
Menurut Anda, apakah keterlambatan penyaluran ini ada unsur kesengajaan untuk mencari keuntungan, seperti membungakan uang yang nilainya mencapai Rp43,8 miliar?
Kalau untuk masalah ini, inspektorat yang memiliki wewenang untuk memeriksanya, karena kita tidak ingin berbicara tanpa ada bukti. Tapi, bagaiamanapun juga kalau bisa dipercepat kenapa harus diperlambat.
Menurut Anda mekanisme bagaimana yang seharusnya dilakukan?
Mekanisme yang fleksibel, seperti yang saya ucapkan sebelumnya, selama bisa diwakilkan kenapa harus diundur. Seperti sebuah filosofi lebih cepat kan lebih baik. Kalau semua prosedur harus one show one man, kan jadi repot.
Mengingat lembaga pendidikan adalah indikator pelayanan prima dalam prakteknya prosedural harusnya bisa difleksibelkan. (uma)