MEDAN, SUMUTPOS.CO – Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (R-APBD) Provinsi Sumatera Utara tahun anggaran 2019, tampaknya bakal ‘tersandera’ utang dana bagi hasil (DBH). Pasalnya, Rp3,8 triliun dari R-APBD 2019 akan tersedot untuk membayar utang masa lalu, masa gubernur sebelumnya.
Anggota Badan Anggaran (Banggar) DPRD Sumut Zeira Salim Ritonga menilai, besaran utang DBH ke kabupaten/kota cukup besar. Pasalnya, dari tahun sebelumnya ditambah tahun berjalan, jumlahnya mencapai Rp3,8 triliun. Angka ini hanya selisih Rp1,1 triliun dari usulan alokasi belanja langsung untuk pembangunan sebesar Rp4,9 triliun dalam draf R-APBD 2019.
“Utang DBH 2019 melonjak drastis mencapai Rp3,8 triliun. Kita jadi bertanya, kenapa bisa sebesar ini jumlahnya? Padahal katanya kemarin utang yang dulu sudah lunas pada tahun lalu,” ujar Zeira Salin Ritonga kepada Sumut Pos, Minggu (11/11).
Disebutkannya, pendapatan asli daerah (PAD) Sumut jumlahnya sekitar Rp7 triliun lebih. Seharusnya anggaran tersebut bisa digunakan untuk pembangunan seperti infrastruktur, pertanian dan lainnya. Sehingga manfaat dari APBD bisa dirasakan oleh masyarakat. “Yang membuat kita prihatin itu, hanya Rp4,9 triliun yang digunakan untuk belanja langsung. Itupun langsung penuh catatan atau tanda bintang,” paparnya.
Selain itu, lanjut Zeira, ada potensi PAD dari Pajak Air Permukaan (APU) PT Inalum sebesar Rp2,3 triliun. Sebab hasil dari proses pengadilan pajak, perusahaan tersebut menggugat Pemprov, dimenangkan tergugat. Sehingga, ada penambahan penerimaan di APBD 2019.
“Karena ada PAD dari Pajak APU Inalum, yang (harusnya) tertagih sampai Rp2,3 triliun. Tetapi yang dialokasikan untuk belanja langsung hanya Rp1,3 triliun,” papar politisi PKB ini.
Namun hingga kini, katanya, kewajiban pajak tersebut belum juga disetorkan PT Inalum ke Pemprov Sumut. Karenanya, ia berharap perlu ada perhatian dan catatan agar belanja yang disusun, tidak menjadi defisit.
Menyikapi keresahan kalangan DPRD Sumut terkait utang DBH ini, Wakil Ketua Tim Anggaran Pemerintah Daerah (TAPD) Sumut, Irman Oemar memastikan, alokasi utang DBH yang dicantumkan dalam Kebijakan Umum Anggaran-Prioritas Plafon Anggaran Sementara (KUA-PPAS) Rancangan APBD 2019, dipastikan tidak akan mengganggu APBD 2019.
Menurut Irman, sesuai ketentuan, DBH merupakan salah satu kewajiban pemerintah provinsi kepada kabupaten/kota. “Dengan diberikannya DBH tersebut, kabupaten/kota mungkin dapat menggunakannya sesuai kebutuhan dan skala prioritas didaerahnya,” ujarnya kepada Sumut Pos, Minggu (11/11).
Harapannya dengan alokasi DBH ke kabupaten/kota yang signifikan, akan mendukung sasaran yang diharapkan yaitu; membangun desa, menata kota serta dapat mengurangi ketimpangan antarwilayah. “Namun hal tersebut tidak terlalu mengganggu program dan kegiatan OPD (Organisasi Perangkat Daerah) karena lokasi dan sasaran yang ada pada kegiatan OPD juga berada di kabupaten/kota,” kata pria yang juga Kepala Bappeda Sumut.
Irman menambahkan, yang paling penting adalah sinergitas program pemprov dengan pemkab/pemko. Di mana, dengan sinergisitas program dan kegiatan OPD didukung DBH kepada kabupaten/kota. “Sebab cita-cita bersama kita ialah mewujudkan Sumut bermartabat secara bertahap seperti visi dan misi kepala daerah sekarang ini,” katanya.
Namun sayang secara rinci mantan Kepala Bappeda Deliserdang ini tak ingat persis alokasi DBH yang sudah dianggarkan. Termasuk, berapa lagi kewajiban DBH Pemprovsu kepada kabupaten/kota yang masih tertunggak. Menurutnya, urusan tersebut ada di bagian Sekretaris TAPD Sumut, Agus Tripriyono.
“Untuk urusan belanja langsung maupun tidak langsung, Pak Agus punya datanya dan dia lebih menguasai. Coba ditanyakan saja ke beliau langsung, nanti saya salah jawab,” pungkasnya.
Sekretaris TAPD yang juga Kepala BPKAD Setdaprovsu, Agus Tripriyono, belum merespon wartawan ketika ditanya perihal ini. Meski begitu, ia sebelumnya menjelaskan, secara bertahap utang DBH tersebut akan tetap dilunasi pihaknya sesuai kemampuan keuangan pemprov.
“Ini yang utama pesan Pak Gubernur dan Bu Sekda kepada kami, diutamakan utang DBH harus diselesaikan. Karena, bagaimanapun itukan hak mereka. Dan itu sudah akumulasi sejak 2012. Tahun lalu sampai 2016 sudah kita lunasi dan tahun ini mau kita bayar sisa Rp400 miliar lagi di tahun anggaran 2017. Kalau di 2018 akan kita bayarkan semampu keuangan pemprov,” katanya.
Kalaupun ada utang DBH yang tidak terbayar, menurut dia biasanya terjadi di triwulan terakhir. Dan hal itu biasa terjadi seperti provinsi lain. “Di Pergub akan kita alokasikan utang DBH. Hampir semua daerah itu kita masih terutang,” katanya.
Pemprov sendiri akan melihat alokasi pajak daerah yang surplus agar dapat digunakan membayar utang DBH kabupaten/kota. “Pajak daerah inikan ada lima jenis. Ada PKB, BBNKB, PBBKB, PAP dan pajak rokok. Dari kelima jenis ini berbeda-beda dan sedang dihitung oleh tim, mana yang ada kelebihan kita akan geser untuk membayar utang DBH tersebut,” ujarnya.
Catatan Sumut Pos, sejauh ini Pemprovsu belum menyelesaikan DBH 2017 kepada 33 kabupaten/kota sebesar Rp418,3 miliar dari total utang Rp926,711 miliar, dengan alasan dana digunakan untuk pelaksanaan Pilkada Serentak 2018 mencapai Rp1,2 triliun. Di mana, utang DBH 2017 tersebut paling banyak ke Kota Medan, yakni dari Rp170.272.858.947 bersisa menjadi Rp158.403.404.426.
Kemudian ke Kabupaten Deliserdang sisa utang Rp32.753.219.968 dari Rp92.281.785.213. Sementara ke Kabupaten Langkat utang dari Rp41.164.087.808 dan telah dibayar Rp22.526.385.230 dengan sisa menjadi Rp18.637.770.357,9. Lalu untuk Kabupaten Asahan sisa utang menjadi Rp14.312.561.468 dari Rp36.172.063.164. Bahkan, penyaluran utang DBH tersebut baru dilakukan Pemprovsu pada 20-23 -April 2017 yakni hanya sekitar Rp507.551.775.947. (bal/prn)