30 C
Medan
Monday, June 24, 2024

Patut Dijadikan Teladan Generasi Milenial

GOOGLE.COM
RITUAL: Warga menggelar ritual adat Batak dan manortor untuk memperingati wafatnya Raja Sisingamangaraja XII, beberapa waktu lalu.

MEDAN, SUMUTPOS.CO – Di era kebebasan dan kemajuan teknologi informasi ini, masyarakat Indonesia, khususnya kalangan generasi mudanya seperti kehilangan teladan dan jiwa kepahlawanan. Batak Center menyoroti perlunya keteladanan bagi generasi penerus bangsa. Generasi muda zaman now atau yang lebih akrab disebut sebagai Generasi Milenial diajak meneladani Pahlawan Nasional Sisingamangaraja XII.

Hal itu disampaikan Batak Center dalam diskusi Hari Pahlawan bertajuk “Menggali (Kembali) Nilai-Nilai Kepahlawanan Sisingamangaraja XII”di Sekretariat Yayasan Pencinta Danau Toba (YPDT), Jakarta Timur.

Pegiat kebudayaan, Jhohannes Marbun atau yang akrab disapa Joe mengemukakan, Indonesia memiliki sangat banyak pahlawan yang harusnya bisa dijadikan teladan oleh generasi muda atau kaum milenial. Salah seorang pahlawan nasional yang memiliki teladan adalah Sisingamangaraja XII.

“Cukup banyak generasi muda sekarang gagap sejarah, meskipun mereka tidak gagap teknologi. Generasi muda Indonesia, khususnya generasi muda Batak, tidak banyak yang mengetahui bahwa Sisingamangaraja XII dapat menjadi teladan  atau role model bagi mereka,” tutur Joe, Minggu (11/11).

Lebih lanjut, Joe yang juga Sekretaris Eksekutif Yayasan Pencinta Danau Toba (YPDT) itu memaparkan, untuk menunjukkan keteladanan, tokoh-tokoh nasional, terutama tokoh-tokoh Batak dan lembaga-lemabag perlu menggali kembali nilai-nilai kepahlawanan Patuan Bosar Ompu Pulo Batu -nama kecil dari  Sisingamangaraja XII- sebagai bagian upaya melestarikan nilai-nilai budaya, terutama Batak (habatakon).

Joe melanjutkan, terlebih dahulu dipahami arti dan makna pahlawan di Indonesia.

Menurut UU 20/2009 tentang Gelar, Tanda Jasa, dan Tanda Kehormatan, Pahlawan Nasional adalah gelar yang diberikan kepada warga negara Indonesia atau seseorang yang berjuang melawan penjajahan di wilayah yang sekarang menjadi wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia yang gugur atau meninggal dunia demi membela bangsa dan negara, atau yang semasa hidupnya melakukan tindakan kepahlawanan atau menghasilkan prestasi dan karya yang luar biasa bagi pembangunan dan kemajuan bangsa dan negara Republik Indonesia.

Sementara menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) Online, pahlawan adalah orang yang menonjol karena keberanian dan pengorbanannya dalam membela kebenaran; pejuang yang gagah berani; dan arti Kepahlawanan adalah perihal sifat pahlawan (seperti keberanian, keperkasaan, kerelaan berkorban, dan kekesatriaan).

Nah, lanjut Joe, sosok Sisingamangaraja XII pun telah ditetapkan sebagai Pahlawan Nasional di Indonesia. Dia ditetapkan sebagai Pahlawan Kemerdekaan Nasional dari Tanah Batak dengan Keputusan Presiden Nomor 590 tahun 1961, tertanggal 9 November 1961.

Sisingamangaraja XII lahir pada 1849 di Bakara, Kecamatan Baktiraja, Kabupaten Humbang Hasundutan, Sumatera Utara. Ia menjadi Raja Sisingamangaraja XII mulai 1875 (pada usia 17 tahun) dan berkuasa sampai dengan 17 Juni 1907 (gugur dalam perang dengan tentara Belanda).

Latar belakang penetapan sebagai raja adalah berhasil mencabut piso gaja dompak (pedang bertuah Batak) dari sarungnya sebagai syarat mutlak pemangku gelar Singamangaraja.

Kelebihan Sisingamangaraja XII adalah mampu mendatangkan hujan di saat musim kemarau dan melakukan mukjizat di wilayah kekuasaannya. “Sebagai raja sekaligus imam Batak, Sisingamangaraja XII bertanggung jawab memimpin masyarakat di wilayahnya sebagaimana telah dilakukan oleh pendahulunya,” terang Joe.

Joe menjabarkan beberapa konteks nilai-nilai kepahlawanan Sisingamangaraja XII, yakni sebagai simbol perlawanan terhadap ketidakadilan dan penindasan serta pelenyapan terhadap pengetahuan lokal.

Kemudian, sikap semangat patriotisme melawan penjajahan membebaskan Tanah Batak pada khususnya, dan Indonesia pada umumnya dari penjajahan. Berperang melawan penjajah Belanda kurang lebih 30 tahun (1877-1907). “Dia adalah pemimpin yang menguasai segala bidang baik agama, kebudayaan, politik, ekonomi, diplomasi, pertahanan dan keamanan,” ujar Joe.

Sisingamangaraja XII juga dikenal sebagai tokoh pemersatu yang membangun afiliasi dengan wilayah lainnya. Sikap dan tindakan Sisingamangaraja XII mendapat simpati dan empati dari lingkungannya untuk ikut dan ambil bagian dalam perang yang dipimpinnya.

Sisingamangaraja juga membuat perwakilannya di setiap wilayah, yang berfungsi sebagai pemangku kepentingan kerajaan, termasuk panglima-panglima perang. “Kejuangan atau kegigihan konstitusi, kebersahajaan dan sederhana, berwibawa, dermawan, suka menolong, anti perbudakan dan anti pemasungan, penjunjung nilai kebebasan dan cepat bertindak. Oleh Van der Tuuk, Sisingamangaraja XII disebut sebagai Konig aller Bataks yakni Raja dari segala orang Batak,” ulas Joe.

Hal menarik lainnya mengenai sikap Sisingamangaraja XII yaitu sikapnya terhadap masyarakat Batak dan sikapnya terhadap Belanda. Sisingamangaraja XII sering berjalan keliling kampung di Tanah Batak untuk sekedar menanyakan orang-orang terpasung atau budak di kampung tersebut, lalu membebaskan mereka dengan membayar ganti rugi atau dalam istilah Batak disebut Binsang dan Ampang.

Orang-orang terpasung dan  menjadi budak di masyarakat Batak disebabkan beberapa hal seperti perang antar kampung, ketidakmampuan membayar hutang, atau karena perampokan (pambarobo). Namun dengan pihak asing (Belanda), Sisingamangaraja XII menyatakan perang (pulas) pada 16 Februari 1878.

Tetua Masyarakat Batak, Mula Sinaga mengusulkan perlu dilakukan identifikasi nilai-nilai kepahlawanan, sehingga menjadi teladan bagi generasi muda. “Kita perlu identifikasi nilai-nilai kepahlawanan beliau dari segala sisi. Perlu kita buka literasi-literasi yang ada dan mencari narasumber-narasumber dari Parmalim, dan sumber lainnya. Jadi yang terpenting adalah bagaimana kita bisa mengikuti jejaknya, melakukan yang baik dari yang dilakukannya, dan lain-lain,” ujar Mula Sinaga.

Mantan birokrat Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) Longgap S Pangaribuan menambahkan, jika hendak menggali nilai-nilai yang dimiliki Sisingamangaraja, maka hendaknya dilakukan secara keseluruhan, mulai dari Sisingamangaraja I hingga Sisingamangaraja XII.

“Kita bisa memulai dari Sisingamangaraja I hingga Sisingamangaraja XII. Generasi muda perlu membaca dan mengetahui literasi-literasi dan buku-buku tentang Sisingamangaraja. Itu ada juga di Perpustakaan Nasional. Selain belajar literasi, generasi muda juga belajar dong dari alam, karena Sisingamangaraja sangat menghargai alam dan sumberdayanya,” tuturnya.(wid/rmol)

GOOGLE.COM
RITUAL: Warga menggelar ritual adat Batak dan manortor untuk memperingati wafatnya Raja Sisingamangaraja XII, beberapa waktu lalu.

MEDAN, SUMUTPOS.CO – Di era kebebasan dan kemajuan teknologi informasi ini, masyarakat Indonesia, khususnya kalangan generasi mudanya seperti kehilangan teladan dan jiwa kepahlawanan. Batak Center menyoroti perlunya keteladanan bagi generasi penerus bangsa. Generasi muda zaman now atau yang lebih akrab disebut sebagai Generasi Milenial diajak meneladani Pahlawan Nasional Sisingamangaraja XII.

Hal itu disampaikan Batak Center dalam diskusi Hari Pahlawan bertajuk “Menggali (Kembali) Nilai-Nilai Kepahlawanan Sisingamangaraja XII”di Sekretariat Yayasan Pencinta Danau Toba (YPDT), Jakarta Timur.

Pegiat kebudayaan, Jhohannes Marbun atau yang akrab disapa Joe mengemukakan, Indonesia memiliki sangat banyak pahlawan yang harusnya bisa dijadikan teladan oleh generasi muda atau kaum milenial. Salah seorang pahlawan nasional yang memiliki teladan adalah Sisingamangaraja XII.

“Cukup banyak generasi muda sekarang gagap sejarah, meskipun mereka tidak gagap teknologi. Generasi muda Indonesia, khususnya generasi muda Batak, tidak banyak yang mengetahui bahwa Sisingamangaraja XII dapat menjadi teladan  atau role model bagi mereka,” tutur Joe, Minggu (11/11).

Lebih lanjut, Joe yang juga Sekretaris Eksekutif Yayasan Pencinta Danau Toba (YPDT) itu memaparkan, untuk menunjukkan keteladanan, tokoh-tokoh nasional, terutama tokoh-tokoh Batak dan lembaga-lemabag perlu menggali kembali nilai-nilai kepahlawanan Patuan Bosar Ompu Pulo Batu -nama kecil dari  Sisingamangaraja XII- sebagai bagian upaya melestarikan nilai-nilai budaya, terutama Batak (habatakon).

Joe melanjutkan, terlebih dahulu dipahami arti dan makna pahlawan di Indonesia.

Menurut UU 20/2009 tentang Gelar, Tanda Jasa, dan Tanda Kehormatan, Pahlawan Nasional adalah gelar yang diberikan kepada warga negara Indonesia atau seseorang yang berjuang melawan penjajahan di wilayah yang sekarang menjadi wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia yang gugur atau meninggal dunia demi membela bangsa dan negara, atau yang semasa hidupnya melakukan tindakan kepahlawanan atau menghasilkan prestasi dan karya yang luar biasa bagi pembangunan dan kemajuan bangsa dan negara Republik Indonesia.

Sementara menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) Online, pahlawan adalah orang yang menonjol karena keberanian dan pengorbanannya dalam membela kebenaran; pejuang yang gagah berani; dan arti Kepahlawanan adalah perihal sifat pahlawan (seperti keberanian, keperkasaan, kerelaan berkorban, dan kekesatriaan).

Nah, lanjut Joe, sosok Sisingamangaraja XII pun telah ditetapkan sebagai Pahlawan Nasional di Indonesia. Dia ditetapkan sebagai Pahlawan Kemerdekaan Nasional dari Tanah Batak dengan Keputusan Presiden Nomor 590 tahun 1961, tertanggal 9 November 1961.

Sisingamangaraja XII lahir pada 1849 di Bakara, Kecamatan Baktiraja, Kabupaten Humbang Hasundutan, Sumatera Utara. Ia menjadi Raja Sisingamangaraja XII mulai 1875 (pada usia 17 tahun) dan berkuasa sampai dengan 17 Juni 1907 (gugur dalam perang dengan tentara Belanda).

Latar belakang penetapan sebagai raja adalah berhasil mencabut piso gaja dompak (pedang bertuah Batak) dari sarungnya sebagai syarat mutlak pemangku gelar Singamangaraja.

Kelebihan Sisingamangaraja XII adalah mampu mendatangkan hujan di saat musim kemarau dan melakukan mukjizat di wilayah kekuasaannya. “Sebagai raja sekaligus imam Batak, Sisingamangaraja XII bertanggung jawab memimpin masyarakat di wilayahnya sebagaimana telah dilakukan oleh pendahulunya,” terang Joe.

Joe menjabarkan beberapa konteks nilai-nilai kepahlawanan Sisingamangaraja XII, yakni sebagai simbol perlawanan terhadap ketidakadilan dan penindasan serta pelenyapan terhadap pengetahuan lokal.

Kemudian, sikap semangat patriotisme melawan penjajahan membebaskan Tanah Batak pada khususnya, dan Indonesia pada umumnya dari penjajahan. Berperang melawan penjajah Belanda kurang lebih 30 tahun (1877-1907). “Dia adalah pemimpin yang menguasai segala bidang baik agama, kebudayaan, politik, ekonomi, diplomasi, pertahanan dan keamanan,” ujar Joe.

Sisingamangaraja XII juga dikenal sebagai tokoh pemersatu yang membangun afiliasi dengan wilayah lainnya. Sikap dan tindakan Sisingamangaraja XII mendapat simpati dan empati dari lingkungannya untuk ikut dan ambil bagian dalam perang yang dipimpinnya.

Sisingamangaraja juga membuat perwakilannya di setiap wilayah, yang berfungsi sebagai pemangku kepentingan kerajaan, termasuk panglima-panglima perang. “Kejuangan atau kegigihan konstitusi, kebersahajaan dan sederhana, berwibawa, dermawan, suka menolong, anti perbudakan dan anti pemasungan, penjunjung nilai kebebasan dan cepat bertindak. Oleh Van der Tuuk, Sisingamangaraja XII disebut sebagai Konig aller Bataks yakni Raja dari segala orang Batak,” ulas Joe.

Hal menarik lainnya mengenai sikap Sisingamangaraja XII yaitu sikapnya terhadap masyarakat Batak dan sikapnya terhadap Belanda. Sisingamangaraja XII sering berjalan keliling kampung di Tanah Batak untuk sekedar menanyakan orang-orang terpasung atau budak di kampung tersebut, lalu membebaskan mereka dengan membayar ganti rugi atau dalam istilah Batak disebut Binsang dan Ampang.

Orang-orang terpasung dan  menjadi budak di masyarakat Batak disebabkan beberapa hal seperti perang antar kampung, ketidakmampuan membayar hutang, atau karena perampokan (pambarobo). Namun dengan pihak asing (Belanda), Sisingamangaraja XII menyatakan perang (pulas) pada 16 Februari 1878.

Tetua Masyarakat Batak, Mula Sinaga mengusulkan perlu dilakukan identifikasi nilai-nilai kepahlawanan, sehingga menjadi teladan bagi generasi muda. “Kita perlu identifikasi nilai-nilai kepahlawanan beliau dari segala sisi. Perlu kita buka literasi-literasi yang ada dan mencari narasumber-narasumber dari Parmalim, dan sumber lainnya. Jadi yang terpenting adalah bagaimana kita bisa mengikuti jejaknya, melakukan yang baik dari yang dilakukannya, dan lain-lain,” ujar Mula Sinaga.

Mantan birokrat Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) Longgap S Pangaribuan menambahkan, jika hendak menggali nilai-nilai yang dimiliki Sisingamangaraja, maka hendaknya dilakukan secara keseluruhan, mulai dari Sisingamangaraja I hingga Sisingamangaraja XII.

“Kita bisa memulai dari Sisingamangaraja I hingga Sisingamangaraja XII. Generasi muda perlu membaca dan mengetahui literasi-literasi dan buku-buku tentang Sisingamangaraja. Itu ada juga di Perpustakaan Nasional. Selain belajar literasi, generasi muda juga belajar dong dari alam, karena Sisingamangaraja sangat menghargai alam dan sumberdayanya,” tuturnya.(wid/rmol)

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/