25.6 C
Medan
Monday, June 17, 2024

Distribusi Ternak Babi Diperketat

BANGKAI BABI 
Personel TNI dan Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kota Medan mengangkat bangkai babi yang mengapung di Danau Siombak, Senin (11/11). Bangkai-bangkai babi ini akan dikuburkan agar tidak mencemari lingkungan.
BANGKAI BABI Personel TNI dan Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kota Medan mengangkat bangkai babi yang mengapung di Danau Siombak, Senin (11/11). Bangkai-bangkai babi ini akan dikuburkan agar tidak mencemari lingkungan.

MEDAN, SUMUTPOS.CO – Kasus kematian babi karena hog cholera atau kolera babi meresahkan warga Sumatera Utara. Tercatat, hingga kini ada 5.800 ekor babi yang mati di 11 kabupaten/kota karena penyakit tersebut.

Ratusan bangkai babi bahkan dibuang begitu saja ke sejumlah aliran sungai, termasuk di Kota Medan. Untuk mencegah penyebaran virus hog cholera, Pemprov Sumut telah memperketat distribusi ternak babi antar daerah di Sumut.

KEPALA Dinas Ketahanan Pangan dan Peternakan Sumut, Azhar Harahap mengatakan, saat ini sudah ada upaya pencegahan yang dilakukan. Jika tidak ada tindakan pencegahan peredaran virus hog kolera itu, mungkin ternak babi yang mati sudah mencapai puluhan ribu ekor.

“Itu (5.800 ekor) sudah mending, kalau tidak ada pencegahan, wah sudah puluhan ribulah mati,” kata Azhar di sela persiapan penguburan bangkai babi yang diangkat dari sungai Badera dan Danau Siombak, di kawasan Danau Siombak, Kelurahan Paya Pasir, Medan Marelan, Senin (11/11) siang.

Karenanya, lanjut Azhar, Pemprov Sumut dan Pemkab/Pemko akan terus fokus untuk aksi pencegahan. “Dan Pemprov Sumut sudah bentuk Tim Reaksi Cepat (TRC) menangani virus hog kolera ini,” ujarnya.

Kemudian sudah dibentuk posko di provinsi, kabupaten/kota dan bahkan kecamatan. Kemudian memperketat perpindahan ternak babi antar satu desa ke desa lainnya maupun antar kecamatan dan kabupaten/kota. “Di tiap kecamatan dibangun posko yang akan mengawasi lalu lintas babi antar daerah,” kata Azhar.

Selama ini, distribusi babi untuk konsumsi masyarakat memang terjadi antar daerah. Peternak juga banyak memasok babi dari luar daerah. Hal ini dikhawatirkan akan menyebabkan penyebaran virus kolera babi akan semakin meluas. “Kami juga sudah mengimbau peternak di daerah untuk memperhatikan kesehatan babi sebelum dijual. Pemerintah juga sudah memberikan disinfektan kepada peternak yang babinya belum terjangkit virus. Harapannya, tidak menyebar lagi,” kata dia.

Disebutkan juga, aksi pencegahan lainnya dengan melakukan pembersihan kandang babi melalui penyemprotan disinfektan, pelarangan pemotongan babi yang terkena virus hog kolera di sembarang tempat maupun pelarangan membuangnya ke sungai.

Selain itu, juga dilakukan penyuntikan vaksin bagi puluhan ribu ternak babi yang belum terkena virus hog kolera di Sumut. “Dan sudah diinstruksikan agar masing-masing kabupaten/kota yang terkena maupun yang belum terkena virus ini agar melakukan pencegahan secara intensif,” jelas Azhar.

Ditambahkannya, sebelumnya Gubernur Sumut, Edy Rahmayadi, mengingatkan agar warga tidak membuang bangkai babi yang mati karena serangan virus hog kolera ke sungai. Selain bisa mengakibatkan munculnya penyakit dan memperluas peredaran virus hog kolera babi, juga karena tindakan itu adalah pidana karena dilarang berdasarkan Pasal 69 UU Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup.

Azhar juga mengungkapkan, posko yang dibentuk juga berfungsi sebagai wadah pelaporan dan penindakan bagi siapapun yang kedapatan membuang limbah babi di daerah aliran sungai (DAS). “Jika kedapatan kita langsung berkoordinasi dengan pihak kepolisian untuk segera memangkap pelaku pembuangan limbah babi tersebut yang selanjutnya bisa diproses hukum,” ujarnya.

Pihaknya berharap partisipasi masyarakat dalam hal mengantisipasi semakin massifnya pembuangan limbah babi ke sungai, dengan melaporkan kejadian langsung ke posko yang bertempat di kantor mereka, Jalan Gatot Subroto Medan (depan Kodam I/BB). “Tanpa adanya partisipasi masyarakat, takkan mungkin kita secara bersama-sama mengatasi permasalahan ini, terutama mengusut pembuang limbah babi ke sungai,” katanya.

Sementara, Tim Rekasi Cepat (TRC) sudah melakukan upaya evakuasi ratusan bangkai babi yang berserak di Danau Siombak, Medan Marelan, kemarin. Upaya ini bertujuan menghindari dampak negatif terhadap kesehatan masyarakat dan juga lingkungan.

Bangkai babi yang diduga dibuang para peternak karena mati terserang virus hog cholera tersebut dievakuasi dari Danau Siombak, untuk selanjutkan dikuburkan di sekitar Danau Siombak. Sehingga air danau dan sekitarnya tidak tercemar bangkai babi tersebut.

Menurut Azhar, selanjutnya akan dilakukan penanganan dan pengamatan sekaligus pencarian bangkai babi yang mungkin masih ada di sekitar Danau Siombak. Mengenai air yang tercemar, ia mengatakan Dinas Lingkungan Hidup Sumut dan Kota Medan telah mengambil sampel air di aliran Sungai Bedera dan Danau Siombak pada Jumat (8/11) lalu. “Itu dilakukan untuk megetahui tingkat pencemaran bangkai-bangkai yang dibuang ke sungai,” ujarnya.

Dikatakan Azhar, Kementerian Pertanian lewat Dirjen Peternakan akan membantu kabupaten/kota dalam penanganan, penguburan serta pengawasan lalu lintas ternak babi. Sehingga nantinya penyakit virus hog cholera babi dan lainnya tidak lagi menyebar. Selain itu, posko di setiap kecamatan sudah mulai bekerja, agar pelaporan mengenai virus hog cholera babi ini dapat segera ditindaklanjuti.

“Kita juga akan memberikan disinfektan kepada seluruh peternak di Sumut, dan kita lakukan lagi pengetatan lalu lintas ternak atau pergeseran ternak dari satu tempat ke tempat lain, yang mengakibatkan percepatan penyebaran virus pada ternak babi,” ujarnya.

Hal sama juga dikatakan Kepala Balai Veteriner Kota Medan, drh Agustia. Menurutnya, pihaknya sudah mendeteksi penyebaran penyakit lain di ternak babi, saat ini sedang dilakukan konsep untuk penanganan virus terhadap ternak babi.”Jadi pembuangan bangkai babi ini merupakan langkah masyarakat untuk mengantisipasi penyebaran ke ternak babi lain, ini sebenarnya salah, untuk penanganan lingkungan hewan ternak tidak boleh dibuang ke sungai atau hutan. Memang, virus ini tidak berdampak ke manusia, tapi bakteri bangkai mencemari air ini berbahaya bagi manusia,” ungkapnya.

Nelayan Gatal-gatal

Banyaknya bangkai babi yang mengapung di Sungai Bederah dan Danau Siombak tidak hanya menimbulkan keresahan, karena baunya yang menyengat. Seorang nelayan mengaku merasakan gatal-gatal yang tidak seperti biasanya.

Juliadi (38), seorang nelayan kupang, sejenis kerang kecil, mengatakan, rasa gatal di sekujur tubuhnya dirasakan setelah keluar air. Menurutnya, rasa gatal yang terasa sejak sekitar dua minggu yang lalu itu berbeda dari biasanya. Tidak mudah hilang setelah digaruk. “Harus pakai pasir nggaruknya, baru agak mendingan,” katanya.

Dikatakan Adi, akibat gatal itu, badannya bentol-bentol dan baru sembuh setelah minum obat yang dibelinya dari bidan sebesar Rp30 ribu. Selain dia, anaknya juga merasakan gatal-gatal karena sering membantunya mencari Kupang sepulang sekolah.

Dijelaskannya, aktivitasnya mencari kupang di pinggir hutan mangrove dan mengharuskannya masuk ke dalam air. Aktivitas itu dilakukannya sejak 12 tahun yang lalu. Danau Siombak ini, menurutnya memang banyak sampah dan semakin membuat gatal. “Tapi saya merasakannya lain. Gatalnya ini lain, lebih susah hilang. Saya kan tahu, mana gatal biasanya dan sekarang itu gimana setelah ada banyak bangkai babi,” katanya.

Agustin, seorang warga lainnya mengatakan, air danau ini digunakan oleh warga untuk mencuci. Sejak banyaknya bangkai babi yang mengapung, dia tidak lagi menggunakannya. Dia khawatir karena airnya sudah tercemar. “Biasanya kami pakai untuk mencuci, tapi karena sudah ada bangkai, tak lagi lah. Gatal-gatal dibuatnya,” katanya.

Sementara, Kabid Pencegahan dan Pengendalian Penyakit (P2P) Dinas Kesehatan Kota Medan, Dr Muthia Nimphar mengaku, pihaknya sudah mengimbau kepada masyarakat untuk tidak memanfaatkan air di lokasi temuan bangkai babi, pengaruh dari wabah bangkai babi akibat pencemaran air belum ada ditemukan kasus.

“Tapi kalau ada gejala demam, flus, gatal – gatal dan diare agar segera dibawa ke puskesmas. Untuk sampling kandungan air yang mewabah sudah diuji ke laboratorium masih menunggu hasilnya,” terang Muthia.

10 Tahun Penjara

Di tempat yang sama, Kapolsek Medan Labuhan, AKP Edy Safari mengatakan, pihaknya sudah berkoordinasi dengan Reskrimsu Polda Sumut untuk menyelidiki pelaku-pelaku yang membuang babi di sungai. Pihaknya masih mendata dan mengecek peternak babi di sekitar wilayah sungai tersebut. “Kalau hasil pendataan kita sementara berasal dari Tanjung Gusta dan Percut Seituan, tapi masih kita selidiki. Dalam kasus ini pelaku bisa kita jerat pencemaran lingkungan dan udara dengan ancama 10 tahun penjara,” kata Edy. Selain mencari pelaku, polisi yang berkoordinasi dengan Pemko Medan berupaya untuk mencegah agar penyakit yang menyerang babi tak sampai menjangkit manusia.

Terpisah, Kasubbid Penmas Humas Polda Sumut AKBP MP Nainggolan mengatakan, pemerintah daerah melalui intansi terkaitnya bisa memproses untuk menuju ke ranah hukum. Sebab, mereka juga bagian dari penyidik. “DLH (Dinas Lingkungan Hidup) juga penyidik, tapi penyidik pegawai negeri sipil,” ujarnya saat diwawancarai, kemarin.

Menurut MP Nainggolan, DLH bisa menindaklanjuti terkait persoalan limbahnya. Tak hanya itu, intansi lain yakni Balai BKSDA juga bisa bertindak terkait hewan ternaknya. “Untuk tahap awal, penyidiknya instansi tersebut boleh melakukan. Kalau sudah mereka tangani, pelimpahan kasusnya bisa koordinasi dengan penyidik polisi,” terangnya.

Diharapkan dia, instansi terkait tersebut dapat segera bertindak. Jangan sampai dibiarkan berlarut-larut, karena nantinya dapat merugikan masyarakat luas. “Sejauh ini belum ada laporan yang kita terima terkait persoalan hukum bangkai babi. Makanya, instansi terkait diharapkan segera mengambil tindakan,” cetus MP Nainggolan.

Ia menambahkan, tidak boleh hewan ternak yang sudah mati dibuang ke sungai. Semestinya, hewan ternak yang mati itu dikubur atau jika perlu dibakar. “Tidak boleh dibuang ke sungai bangkainya karena bisa berdampak terhadap kesehatan dan mencemari lingkungan,” tandasnya.

Bangkai Babi Kiriman dari Luar Medan

Kepala Dinas Pertanian dan Peternakan Kota Medan, Ikhsar Risyad Marbun menjelaskan, pihaknya telah berkoordinasi dengan Pemprov Sumut terkait penanganan bangkai babi yang dibuang ke Sungai Bederah ini. Disebutnya, bangkai-bangkai babi itu justru merupakan bangkai kiriman dari kabupaten sekitar Kota Medan. “Itukan kebanyakan justru bukan bangkai dari Kota Medan, tapi justru dari Deliserdang. Makanya kita sedang koordinasi dengan Pemporovsu,” ucap Ikhsar kepada Sumut Pos, Senin (11/11).

Nantinya, kata Ikhsar, tim yang dibentuk provinsi akan mencari bangkai babi itu hingga ke hulu. Selain itu, bangkai-bangkai babi juga terus diamanakan pihak terkait, yakni kecamatan yang dipimpin Satpol PP Kota Medan dibantu BPBD Kota Medan untuk mengangkut dan menguburkan bangkai babi tersebut.

“Jadi kita juga sudah sosialisasikan dan menugaskan tim kita di setiap kecamatan untuk bersama-sama dengan pihak kecamatan dalam mengawasi masuknya bangkai babi di Kota Medan. Mereka akan segera bertindak setiap kali mendengar ada bangkai babi yang masuk kembali ke daerahnya,” ujarnya.

Terkait Perda Hewan berkaki empat di Kota Medan, Ikhsar mengakuinya. Namun Ikhsar mengatakan bahwa Perda itu belum bisa terlaksana dengan baik karena faktanya masih banyak peternakan hewan berkaki empat yang masih aktif di Kota Medan. “Makanya kami juga tidak tahu berapa banyak peternak babi di Kota Medan karena kami tak mungkin mendatanya, sebab memang tak boleh ada ternak hewan berkaki empat di Kota Medan,” jelasnya.

Lantas, siapa pihak yang paling bertanggungjawab untuk menertibkan ternak hewan berkaki empat di Kota Medan? Ikhsan mengatakan, hal itu menjadi tugas Satpol PP Kota Medan. “Itu penindakannya ada di Satpol PP,” tegasnya.

Menanggapi hal ini, anggota DPRD Medan Dapil Medan Utara dari Fraksi PAN, Sudari ST mengatakan, pihaknya sangat kecewa terhadap sikap Pemko Medan yang tidak mampu menegakkan Perda perihal larangan ternak hewan berkaki empat di Kota Medan. “Ini bukti gagalnya Pemko Medan dalam menerapkan Perda hewan berkaki empat. Pemko Medan harus tegas dalam menyikapi ini, masalah harus dituntaskan hingga ke hulu, bukan hanya di hilir,” ucap Sudari kepada Sumut Pos, Senin (11/11).

Sudari juga mengatakan, Pemko Medan tidak boleh hanya mengatasi bangkai babi yang masuk tetapi juga harus mencegah masuknya bangkai babi. “Karena ini sudah sangat meresahkan. Mengambil bangkai babi dari sungai lalu menguburnya, itu hal yang baik. Tetapi bangkai babi akan terus masuk, ini harus dituntaskan, masyarakat sudah sangat resah. Tadi (Minggu) malam 150 bangkai babi hanyut lagi di Sungai Bederah, ini kan menyedihkan,” katanya.

Selain itu, lanjut Sudari, Pemko Medan tidak boleh hanya melarang warga sekitar Sungai Bedera untuk mempergunakan air sungai tanpa adanya solusi. “Kita tahu warga di sana mempergunakan air sungai untuk aktivitasnya dalam MCK, tapi Pemko Medan melarang mereka tanpa solusi. Kalau mereka dilarang, maka Pemko Medan harus menyediakan air bersih untuk warga di sana, tidak boleh hanya melarang tanpa menyediakan air bersih untuk mereka. Ini tidak benar,” tutupnya. (prn/ris/fac/map)

BANGKAI BABI 
Personel TNI dan Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kota Medan mengangkat bangkai babi yang mengapung di Danau Siombak, Senin (11/11). Bangkai-bangkai babi ini akan dikuburkan agar tidak mencemari lingkungan.
BANGKAI BABI Personel TNI dan Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kota Medan mengangkat bangkai babi yang mengapung di Danau Siombak, Senin (11/11). Bangkai-bangkai babi ini akan dikuburkan agar tidak mencemari lingkungan.

MEDAN, SUMUTPOS.CO – Kasus kematian babi karena hog cholera atau kolera babi meresahkan warga Sumatera Utara. Tercatat, hingga kini ada 5.800 ekor babi yang mati di 11 kabupaten/kota karena penyakit tersebut.

Ratusan bangkai babi bahkan dibuang begitu saja ke sejumlah aliran sungai, termasuk di Kota Medan. Untuk mencegah penyebaran virus hog cholera, Pemprov Sumut telah memperketat distribusi ternak babi antar daerah di Sumut.

KEPALA Dinas Ketahanan Pangan dan Peternakan Sumut, Azhar Harahap mengatakan, saat ini sudah ada upaya pencegahan yang dilakukan. Jika tidak ada tindakan pencegahan peredaran virus hog kolera itu, mungkin ternak babi yang mati sudah mencapai puluhan ribu ekor.

“Itu (5.800 ekor) sudah mending, kalau tidak ada pencegahan, wah sudah puluhan ribulah mati,” kata Azhar di sela persiapan penguburan bangkai babi yang diangkat dari sungai Badera dan Danau Siombak, di kawasan Danau Siombak, Kelurahan Paya Pasir, Medan Marelan, Senin (11/11) siang.

Karenanya, lanjut Azhar, Pemprov Sumut dan Pemkab/Pemko akan terus fokus untuk aksi pencegahan. “Dan Pemprov Sumut sudah bentuk Tim Reaksi Cepat (TRC) menangani virus hog kolera ini,” ujarnya.

Kemudian sudah dibentuk posko di provinsi, kabupaten/kota dan bahkan kecamatan. Kemudian memperketat perpindahan ternak babi antar satu desa ke desa lainnya maupun antar kecamatan dan kabupaten/kota. “Di tiap kecamatan dibangun posko yang akan mengawasi lalu lintas babi antar daerah,” kata Azhar.

Selama ini, distribusi babi untuk konsumsi masyarakat memang terjadi antar daerah. Peternak juga banyak memasok babi dari luar daerah. Hal ini dikhawatirkan akan menyebabkan penyebaran virus kolera babi akan semakin meluas. “Kami juga sudah mengimbau peternak di daerah untuk memperhatikan kesehatan babi sebelum dijual. Pemerintah juga sudah memberikan disinfektan kepada peternak yang babinya belum terjangkit virus. Harapannya, tidak menyebar lagi,” kata dia.

Disebutkan juga, aksi pencegahan lainnya dengan melakukan pembersihan kandang babi melalui penyemprotan disinfektan, pelarangan pemotongan babi yang terkena virus hog kolera di sembarang tempat maupun pelarangan membuangnya ke sungai.

Selain itu, juga dilakukan penyuntikan vaksin bagi puluhan ribu ternak babi yang belum terkena virus hog kolera di Sumut. “Dan sudah diinstruksikan agar masing-masing kabupaten/kota yang terkena maupun yang belum terkena virus ini agar melakukan pencegahan secara intensif,” jelas Azhar.

Ditambahkannya, sebelumnya Gubernur Sumut, Edy Rahmayadi, mengingatkan agar warga tidak membuang bangkai babi yang mati karena serangan virus hog kolera ke sungai. Selain bisa mengakibatkan munculnya penyakit dan memperluas peredaran virus hog kolera babi, juga karena tindakan itu adalah pidana karena dilarang berdasarkan Pasal 69 UU Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup.

Azhar juga mengungkapkan, posko yang dibentuk juga berfungsi sebagai wadah pelaporan dan penindakan bagi siapapun yang kedapatan membuang limbah babi di daerah aliran sungai (DAS). “Jika kedapatan kita langsung berkoordinasi dengan pihak kepolisian untuk segera memangkap pelaku pembuangan limbah babi tersebut yang selanjutnya bisa diproses hukum,” ujarnya.

Pihaknya berharap partisipasi masyarakat dalam hal mengantisipasi semakin massifnya pembuangan limbah babi ke sungai, dengan melaporkan kejadian langsung ke posko yang bertempat di kantor mereka, Jalan Gatot Subroto Medan (depan Kodam I/BB). “Tanpa adanya partisipasi masyarakat, takkan mungkin kita secara bersama-sama mengatasi permasalahan ini, terutama mengusut pembuang limbah babi ke sungai,” katanya.

Sementara, Tim Rekasi Cepat (TRC) sudah melakukan upaya evakuasi ratusan bangkai babi yang berserak di Danau Siombak, Medan Marelan, kemarin. Upaya ini bertujuan menghindari dampak negatif terhadap kesehatan masyarakat dan juga lingkungan.

Bangkai babi yang diduga dibuang para peternak karena mati terserang virus hog cholera tersebut dievakuasi dari Danau Siombak, untuk selanjutkan dikuburkan di sekitar Danau Siombak. Sehingga air danau dan sekitarnya tidak tercemar bangkai babi tersebut.

Menurut Azhar, selanjutnya akan dilakukan penanganan dan pengamatan sekaligus pencarian bangkai babi yang mungkin masih ada di sekitar Danau Siombak. Mengenai air yang tercemar, ia mengatakan Dinas Lingkungan Hidup Sumut dan Kota Medan telah mengambil sampel air di aliran Sungai Bedera dan Danau Siombak pada Jumat (8/11) lalu. “Itu dilakukan untuk megetahui tingkat pencemaran bangkai-bangkai yang dibuang ke sungai,” ujarnya.

Dikatakan Azhar, Kementerian Pertanian lewat Dirjen Peternakan akan membantu kabupaten/kota dalam penanganan, penguburan serta pengawasan lalu lintas ternak babi. Sehingga nantinya penyakit virus hog cholera babi dan lainnya tidak lagi menyebar. Selain itu, posko di setiap kecamatan sudah mulai bekerja, agar pelaporan mengenai virus hog cholera babi ini dapat segera ditindaklanjuti.

“Kita juga akan memberikan disinfektan kepada seluruh peternak di Sumut, dan kita lakukan lagi pengetatan lalu lintas ternak atau pergeseran ternak dari satu tempat ke tempat lain, yang mengakibatkan percepatan penyebaran virus pada ternak babi,” ujarnya.

Hal sama juga dikatakan Kepala Balai Veteriner Kota Medan, drh Agustia. Menurutnya, pihaknya sudah mendeteksi penyebaran penyakit lain di ternak babi, saat ini sedang dilakukan konsep untuk penanganan virus terhadap ternak babi.”Jadi pembuangan bangkai babi ini merupakan langkah masyarakat untuk mengantisipasi penyebaran ke ternak babi lain, ini sebenarnya salah, untuk penanganan lingkungan hewan ternak tidak boleh dibuang ke sungai atau hutan. Memang, virus ini tidak berdampak ke manusia, tapi bakteri bangkai mencemari air ini berbahaya bagi manusia,” ungkapnya.

Nelayan Gatal-gatal

Banyaknya bangkai babi yang mengapung di Sungai Bederah dan Danau Siombak tidak hanya menimbulkan keresahan, karena baunya yang menyengat. Seorang nelayan mengaku merasakan gatal-gatal yang tidak seperti biasanya.

Juliadi (38), seorang nelayan kupang, sejenis kerang kecil, mengatakan, rasa gatal di sekujur tubuhnya dirasakan setelah keluar air. Menurutnya, rasa gatal yang terasa sejak sekitar dua minggu yang lalu itu berbeda dari biasanya. Tidak mudah hilang setelah digaruk. “Harus pakai pasir nggaruknya, baru agak mendingan,” katanya.

Dikatakan Adi, akibat gatal itu, badannya bentol-bentol dan baru sembuh setelah minum obat yang dibelinya dari bidan sebesar Rp30 ribu. Selain dia, anaknya juga merasakan gatal-gatal karena sering membantunya mencari Kupang sepulang sekolah.

Dijelaskannya, aktivitasnya mencari kupang di pinggir hutan mangrove dan mengharuskannya masuk ke dalam air. Aktivitas itu dilakukannya sejak 12 tahun yang lalu. Danau Siombak ini, menurutnya memang banyak sampah dan semakin membuat gatal. “Tapi saya merasakannya lain. Gatalnya ini lain, lebih susah hilang. Saya kan tahu, mana gatal biasanya dan sekarang itu gimana setelah ada banyak bangkai babi,” katanya.

Agustin, seorang warga lainnya mengatakan, air danau ini digunakan oleh warga untuk mencuci. Sejak banyaknya bangkai babi yang mengapung, dia tidak lagi menggunakannya. Dia khawatir karena airnya sudah tercemar. “Biasanya kami pakai untuk mencuci, tapi karena sudah ada bangkai, tak lagi lah. Gatal-gatal dibuatnya,” katanya.

Sementara, Kabid Pencegahan dan Pengendalian Penyakit (P2P) Dinas Kesehatan Kota Medan, Dr Muthia Nimphar mengaku, pihaknya sudah mengimbau kepada masyarakat untuk tidak memanfaatkan air di lokasi temuan bangkai babi, pengaruh dari wabah bangkai babi akibat pencemaran air belum ada ditemukan kasus.

“Tapi kalau ada gejala demam, flus, gatal – gatal dan diare agar segera dibawa ke puskesmas. Untuk sampling kandungan air yang mewabah sudah diuji ke laboratorium masih menunggu hasilnya,” terang Muthia.

10 Tahun Penjara

Di tempat yang sama, Kapolsek Medan Labuhan, AKP Edy Safari mengatakan, pihaknya sudah berkoordinasi dengan Reskrimsu Polda Sumut untuk menyelidiki pelaku-pelaku yang membuang babi di sungai. Pihaknya masih mendata dan mengecek peternak babi di sekitar wilayah sungai tersebut. “Kalau hasil pendataan kita sementara berasal dari Tanjung Gusta dan Percut Seituan, tapi masih kita selidiki. Dalam kasus ini pelaku bisa kita jerat pencemaran lingkungan dan udara dengan ancama 10 tahun penjara,” kata Edy. Selain mencari pelaku, polisi yang berkoordinasi dengan Pemko Medan berupaya untuk mencegah agar penyakit yang menyerang babi tak sampai menjangkit manusia.

Terpisah, Kasubbid Penmas Humas Polda Sumut AKBP MP Nainggolan mengatakan, pemerintah daerah melalui intansi terkaitnya bisa memproses untuk menuju ke ranah hukum. Sebab, mereka juga bagian dari penyidik. “DLH (Dinas Lingkungan Hidup) juga penyidik, tapi penyidik pegawai negeri sipil,” ujarnya saat diwawancarai, kemarin.

Menurut MP Nainggolan, DLH bisa menindaklanjuti terkait persoalan limbahnya. Tak hanya itu, intansi lain yakni Balai BKSDA juga bisa bertindak terkait hewan ternaknya. “Untuk tahap awal, penyidiknya instansi tersebut boleh melakukan. Kalau sudah mereka tangani, pelimpahan kasusnya bisa koordinasi dengan penyidik polisi,” terangnya.

Diharapkan dia, instansi terkait tersebut dapat segera bertindak. Jangan sampai dibiarkan berlarut-larut, karena nantinya dapat merugikan masyarakat luas. “Sejauh ini belum ada laporan yang kita terima terkait persoalan hukum bangkai babi. Makanya, instansi terkait diharapkan segera mengambil tindakan,” cetus MP Nainggolan.

Ia menambahkan, tidak boleh hewan ternak yang sudah mati dibuang ke sungai. Semestinya, hewan ternak yang mati itu dikubur atau jika perlu dibakar. “Tidak boleh dibuang ke sungai bangkainya karena bisa berdampak terhadap kesehatan dan mencemari lingkungan,” tandasnya.

Bangkai Babi Kiriman dari Luar Medan

Kepala Dinas Pertanian dan Peternakan Kota Medan, Ikhsar Risyad Marbun menjelaskan, pihaknya telah berkoordinasi dengan Pemprov Sumut terkait penanganan bangkai babi yang dibuang ke Sungai Bederah ini. Disebutnya, bangkai-bangkai babi itu justru merupakan bangkai kiriman dari kabupaten sekitar Kota Medan. “Itukan kebanyakan justru bukan bangkai dari Kota Medan, tapi justru dari Deliserdang. Makanya kita sedang koordinasi dengan Pemporovsu,” ucap Ikhsar kepada Sumut Pos, Senin (11/11).

Nantinya, kata Ikhsar, tim yang dibentuk provinsi akan mencari bangkai babi itu hingga ke hulu. Selain itu, bangkai-bangkai babi juga terus diamanakan pihak terkait, yakni kecamatan yang dipimpin Satpol PP Kota Medan dibantu BPBD Kota Medan untuk mengangkut dan menguburkan bangkai babi tersebut.

“Jadi kita juga sudah sosialisasikan dan menugaskan tim kita di setiap kecamatan untuk bersama-sama dengan pihak kecamatan dalam mengawasi masuknya bangkai babi di Kota Medan. Mereka akan segera bertindak setiap kali mendengar ada bangkai babi yang masuk kembali ke daerahnya,” ujarnya.

Terkait Perda Hewan berkaki empat di Kota Medan, Ikhsar mengakuinya. Namun Ikhsar mengatakan bahwa Perda itu belum bisa terlaksana dengan baik karena faktanya masih banyak peternakan hewan berkaki empat yang masih aktif di Kota Medan. “Makanya kami juga tidak tahu berapa banyak peternak babi di Kota Medan karena kami tak mungkin mendatanya, sebab memang tak boleh ada ternak hewan berkaki empat di Kota Medan,” jelasnya.

Lantas, siapa pihak yang paling bertanggungjawab untuk menertibkan ternak hewan berkaki empat di Kota Medan? Ikhsan mengatakan, hal itu menjadi tugas Satpol PP Kota Medan. “Itu penindakannya ada di Satpol PP,” tegasnya.

Menanggapi hal ini, anggota DPRD Medan Dapil Medan Utara dari Fraksi PAN, Sudari ST mengatakan, pihaknya sangat kecewa terhadap sikap Pemko Medan yang tidak mampu menegakkan Perda perihal larangan ternak hewan berkaki empat di Kota Medan. “Ini bukti gagalnya Pemko Medan dalam menerapkan Perda hewan berkaki empat. Pemko Medan harus tegas dalam menyikapi ini, masalah harus dituntaskan hingga ke hulu, bukan hanya di hilir,” ucap Sudari kepada Sumut Pos, Senin (11/11).

Sudari juga mengatakan, Pemko Medan tidak boleh hanya mengatasi bangkai babi yang masuk tetapi juga harus mencegah masuknya bangkai babi. “Karena ini sudah sangat meresahkan. Mengambil bangkai babi dari sungai lalu menguburnya, itu hal yang baik. Tetapi bangkai babi akan terus masuk, ini harus dituntaskan, masyarakat sudah sangat resah. Tadi (Minggu) malam 150 bangkai babi hanyut lagi di Sungai Bederah, ini kan menyedihkan,” katanya.

Selain itu, lanjut Sudari, Pemko Medan tidak boleh hanya melarang warga sekitar Sungai Bedera untuk mempergunakan air sungai tanpa adanya solusi. “Kita tahu warga di sana mempergunakan air sungai untuk aktivitasnya dalam MCK, tapi Pemko Medan melarang mereka tanpa solusi. Kalau mereka dilarang, maka Pemko Medan harus menyediakan air bersih untuk warga di sana, tidak boleh hanya melarang tanpa menyediakan air bersih untuk mereka. Ini tidak benar,” tutupnya. (prn/ris/fac/map)

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/