28 C
Medan
Wednesday, June 26, 2024

Pilihan Pusat Bisa Jadi Bom Waktu

MEDAN, SUMUTPOS – Kepala Inspektorat Provinsi Sumut yang juga calon kuat Sekdaprovsu Hasban Ritonga enggan berkomentar terkait kemungkinan dirinya menjabat posisi tersebut. Namun Hasban mengaku dirinya siap menjalankan tugas, bila amanah itu diberikan kepadanya. “Abang no comment dulu ya Adinda soal ini. Tapi Abang siap bila diberi amanah,” bebernya kepada Sumut Pos, Senin (12/1).

Terdakwa kasus sengketa sirkuit Ikatan Motor Indonesia (IMI) Sumut Jl. Pancing Medan ini juga mengaku, belum menerima informasi soal dirinya yang dipilih Presiden Joko Widodo sebagai pengganti Nurdin Lubis. Pun begitu dengan informasi pelantikan, Hasban mengatakan belum ada menerima undangan dari Badan Kepegawaian Daerah(BKD) Provsu.

Meski berulang kali coba ditanyai seputar kemungkinan dirinya sebagai sekda definitif, Hasban tampak enggan berspekulasi dan hanya ingin fokus ke persoalan hukum yang tengah ia hadapi. Pasalnya, hari ini, Selasa (13/1), ia akan mengikuti sidang lanjutan dengan agenda putusan sela di Pengadilan Negeri Medan.

Sementara itu, Kepala BKD Provsu Pandapotan Siregar mengatakan, pihaknya belum menjadwalkan pelantikan sekda definitif. Menurutnya hal itu  hanya masalah waktu. “Kan Pak Gubernur sudah kasih statemen. Pekan ini akan dilantik. Kalau tidak Senin, Selasa, Rabu, Kamis, atau Jumat. Kan gak mungkin Sabtu ada pelantikan,” katanya.

Terpisah, pengamat ilmu pemerintahan Universitas Sumatera Utara, Warjio mengatakan, Kemendagri harus punya kebijakan menyikapi usulan ketiga nama calon sekda. Menurutnya, posisi Sekda merupakan jabatan strategis, sebab akan memengaruhi pola kinerja para SKPD.

Lebih jauh Warjio menilai, Kemendagri harus jeli melihat situasi dan polemik di masyarakat soal Keppres Sekdaprovsu ini. Karena menurutnya, secara gamblang belum ada regulasi yang mengatur mengenai ini, apalagi mengingat masalah hukumnya belum tuntas. Paling tidak kata Warjio, hal ini hanya masuk dalam etika administrasi pemerintahan saja.

Dirinya juga mempertanyakan alasan Presiden Joko Widodo menandatangani Keppres atas nama Hasban sebagai Sekdaprovsu, padahal yang bersangkutan tersandung persoalan hukum.

Sementara itu, aktivis antikorupsi Ucok Sky Khadafi mendesak Jokowi segera menganulir Keppres pengangkatan Hasban tersebut. Sedang Pakar Hukum Tata Negara (HTN) Irman Putra Sidin, menilai, masalah ini harus dikembalikan ke aturan tentang syarat-syarat pengangkatan sekdaprov.

Ucok menduga setidaknya ada dua kemungkinan di balik kasus ini. Pertama, Tim Penilai Akhir (TPA) yang dipimpin Wapres Juusf Kalla dan beranggotakan sejumlah menteri, benar-benar kecolongan, tidak tahu bahwa Hasban berstatus terdakwa.

Namun, katanya, jika ini yang menjadi pemicunya, tetap saja TPA yang harus disalahkan. “Iya, kenapa tidak melakukan check and recheck. Kan sebelum membuat keputusan harus dipastikan dulu track record yang bersangkutan,” ujar Ucok kepada koran ini di Jakarta, kemarin (11/1).

Kemungkinan yang kedua, lanjut Ucok, memang ada pihak-pihak yang bermain untuk meloloskan Hasban. “Rasanya gak mungkin kalau gak ada yang bermain,” ujarnya.

Wakil Ketua Fraksi Partai Nasional Demokrat (Nasdem) Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Sumut Nezar Djoeli mengatakan pihaknya berharap pilihan tersebut bukan diambil berdasarkan pertimbangan politis. Sebab dengan status terdakwa yang disandang Hasban, tentunya muncul penialaian di berbagai kalangan, dimana dua calon lainnya juga dianggap layak dan tidak tersangkut masalah hukum.

Sementara Ketua fraksi Partai Amanat Nasional (PAN) Syah Afandin memahami keputusan penunjukan Sekdaprov merupakan hak prerogatif dari Pemerintah Pusat. Hanya saja memang tidak dapat dipungkiri bahwa ada sedikit kerancuan karena yang dipilih justru orang yang sedang bermasalah dalam hukum.

Terpisah, Ketua fraksi Partai Keadilan Sejahtera (PKS) Zulfikar mengatakan pilihan tersebut sejatinya harus dihormati. Sebab selain praduga tidak bersalah, proses hukum masih berjalan dan belum ada putusan final.  Menambahkan, Bendahara fraksi Satrya Yudha Wibowo merasa apa yang dilakukan pemerintah menunjuk seorang terdakwa menjadi pimpinan sekretariat Pemprov Sumut sebagai bom waktu yang bisa saja membuat masalah baru. Ini juga diakibatkan lambatnya proses di pusat menentukan siapa Sekda yang baru. Pasalnya, Gubernur sudah mengusulkan tiga nama saat masa pemerintahan dibawah Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY).

Pengamat HTN Irman Putra Sidin berpendapat, masalah seperti ini harus dikembalikan lagi ke aturannya. “Gampang, kembalikan saja ke aturannya. Ada gak larangan terdakwa menjadi sekda provinsi,” cetus Irman.

Menurutnya, seorang yang berstatus terdakwa, belum tentu bersalah. Karena itu, tidak bisa serta-merta hak-haknya sebagai birokrat langsung dipangkas. “Kasihan kan?” kata Irman.

Penulusuran koran ini, dalam Permendagri Nomor 5 Tahun 2005 tentang Pedoman Penilaian Calon Sekda Provinsi dan Kabupaten/Kota serta Pejabat Struktural Eselon II di Lingkungan Kabupaten/Kota, sama sekali tidak menyinggung soal status hukum si calon.

Hanya diatur mengenai syarat administrasi dan Wawasan Kebangsaan si calon. Antara lain harus pernah menjabat jabatan eselon dua yang berbeda selama minimal dua tahun, ijazah minimal sarjana S1, serta semua unsur penilaian prestasi kerja (DP3) sekurang- kurangnya bernilai baik dalam dua tahun terakhir.

Sebelumnya, Mendagri Tjahjo Kumolo mengatakan pemerintah pusat siap mengkaji surat Keppres tentang pengangkatan Hasban dimaksud.

“Walau Keppres sudah ada, kita akan cek sekali lagi posisinya di kejaksaan dan kepolisian,” ujarnya Minggu (11/1).

Menurut Tjahjo, pada dasarnya pemilihan Hasban dilakukan dengan sejumlah pertimbangan. Namun perlu diketahui, pengkajian lewat Tim Penilai Akhir (TPA), dilakukan setelah Gubernur menyaring terlebih dahulu tiga calon yang disodorkan ke Presiden. “Saat diusulkan gubernur ada tiga (calon Sekda), itu harus clean n clear sebelum diusulkan,” katanya. (prn/sam/bal/sih)

MEDAN, SUMUTPOS – Kepala Inspektorat Provinsi Sumut yang juga calon kuat Sekdaprovsu Hasban Ritonga enggan berkomentar terkait kemungkinan dirinya menjabat posisi tersebut. Namun Hasban mengaku dirinya siap menjalankan tugas, bila amanah itu diberikan kepadanya. “Abang no comment dulu ya Adinda soal ini. Tapi Abang siap bila diberi amanah,” bebernya kepada Sumut Pos, Senin (12/1).

Terdakwa kasus sengketa sirkuit Ikatan Motor Indonesia (IMI) Sumut Jl. Pancing Medan ini juga mengaku, belum menerima informasi soal dirinya yang dipilih Presiden Joko Widodo sebagai pengganti Nurdin Lubis. Pun begitu dengan informasi pelantikan, Hasban mengatakan belum ada menerima undangan dari Badan Kepegawaian Daerah(BKD) Provsu.

Meski berulang kali coba ditanyai seputar kemungkinan dirinya sebagai sekda definitif, Hasban tampak enggan berspekulasi dan hanya ingin fokus ke persoalan hukum yang tengah ia hadapi. Pasalnya, hari ini, Selasa (13/1), ia akan mengikuti sidang lanjutan dengan agenda putusan sela di Pengadilan Negeri Medan.

Sementara itu, Kepala BKD Provsu Pandapotan Siregar mengatakan, pihaknya belum menjadwalkan pelantikan sekda definitif. Menurutnya hal itu  hanya masalah waktu. “Kan Pak Gubernur sudah kasih statemen. Pekan ini akan dilantik. Kalau tidak Senin, Selasa, Rabu, Kamis, atau Jumat. Kan gak mungkin Sabtu ada pelantikan,” katanya.

Terpisah, pengamat ilmu pemerintahan Universitas Sumatera Utara, Warjio mengatakan, Kemendagri harus punya kebijakan menyikapi usulan ketiga nama calon sekda. Menurutnya, posisi Sekda merupakan jabatan strategis, sebab akan memengaruhi pola kinerja para SKPD.

Lebih jauh Warjio menilai, Kemendagri harus jeli melihat situasi dan polemik di masyarakat soal Keppres Sekdaprovsu ini. Karena menurutnya, secara gamblang belum ada regulasi yang mengatur mengenai ini, apalagi mengingat masalah hukumnya belum tuntas. Paling tidak kata Warjio, hal ini hanya masuk dalam etika administrasi pemerintahan saja.

Dirinya juga mempertanyakan alasan Presiden Joko Widodo menandatangani Keppres atas nama Hasban sebagai Sekdaprovsu, padahal yang bersangkutan tersandung persoalan hukum.

Sementara itu, aktivis antikorupsi Ucok Sky Khadafi mendesak Jokowi segera menganulir Keppres pengangkatan Hasban tersebut. Sedang Pakar Hukum Tata Negara (HTN) Irman Putra Sidin, menilai, masalah ini harus dikembalikan ke aturan tentang syarat-syarat pengangkatan sekdaprov.

Ucok menduga setidaknya ada dua kemungkinan di balik kasus ini. Pertama, Tim Penilai Akhir (TPA) yang dipimpin Wapres Juusf Kalla dan beranggotakan sejumlah menteri, benar-benar kecolongan, tidak tahu bahwa Hasban berstatus terdakwa.

Namun, katanya, jika ini yang menjadi pemicunya, tetap saja TPA yang harus disalahkan. “Iya, kenapa tidak melakukan check and recheck. Kan sebelum membuat keputusan harus dipastikan dulu track record yang bersangkutan,” ujar Ucok kepada koran ini di Jakarta, kemarin (11/1).

Kemungkinan yang kedua, lanjut Ucok, memang ada pihak-pihak yang bermain untuk meloloskan Hasban. “Rasanya gak mungkin kalau gak ada yang bermain,” ujarnya.

Wakil Ketua Fraksi Partai Nasional Demokrat (Nasdem) Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Sumut Nezar Djoeli mengatakan pihaknya berharap pilihan tersebut bukan diambil berdasarkan pertimbangan politis. Sebab dengan status terdakwa yang disandang Hasban, tentunya muncul penialaian di berbagai kalangan, dimana dua calon lainnya juga dianggap layak dan tidak tersangkut masalah hukum.

Sementara Ketua fraksi Partai Amanat Nasional (PAN) Syah Afandin memahami keputusan penunjukan Sekdaprov merupakan hak prerogatif dari Pemerintah Pusat. Hanya saja memang tidak dapat dipungkiri bahwa ada sedikit kerancuan karena yang dipilih justru orang yang sedang bermasalah dalam hukum.

Terpisah, Ketua fraksi Partai Keadilan Sejahtera (PKS) Zulfikar mengatakan pilihan tersebut sejatinya harus dihormati. Sebab selain praduga tidak bersalah, proses hukum masih berjalan dan belum ada putusan final.  Menambahkan, Bendahara fraksi Satrya Yudha Wibowo merasa apa yang dilakukan pemerintah menunjuk seorang terdakwa menjadi pimpinan sekretariat Pemprov Sumut sebagai bom waktu yang bisa saja membuat masalah baru. Ini juga diakibatkan lambatnya proses di pusat menentukan siapa Sekda yang baru. Pasalnya, Gubernur sudah mengusulkan tiga nama saat masa pemerintahan dibawah Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY).

Pengamat HTN Irman Putra Sidin berpendapat, masalah seperti ini harus dikembalikan lagi ke aturannya. “Gampang, kembalikan saja ke aturannya. Ada gak larangan terdakwa menjadi sekda provinsi,” cetus Irman.

Menurutnya, seorang yang berstatus terdakwa, belum tentu bersalah. Karena itu, tidak bisa serta-merta hak-haknya sebagai birokrat langsung dipangkas. “Kasihan kan?” kata Irman.

Penulusuran koran ini, dalam Permendagri Nomor 5 Tahun 2005 tentang Pedoman Penilaian Calon Sekda Provinsi dan Kabupaten/Kota serta Pejabat Struktural Eselon II di Lingkungan Kabupaten/Kota, sama sekali tidak menyinggung soal status hukum si calon.

Hanya diatur mengenai syarat administrasi dan Wawasan Kebangsaan si calon. Antara lain harus pernah menjabat jabatan eselon dua yang berbeda selama minimal dua tahun, ijazah minimal sarjana S1, serta semua unsur penilaian prestasi kerja (DP3) sekurang- kurangnya bernilai baik dalam dua tahun terakhir.

Sebelumnya, Mendagri Tjahjo Kumolo mengatakan pemerintah pusat siap mengkaji surat Keppres tentang pengangkatan Hasban dimaksud.

“Walau Keppres sudah ada, kita akan cek sekali lagi posisinya di kejaksaan dan kepolisian,” ujarnya Minggu (11/1).

Menurut Tjahjo, pada dasarnya pemilihan Hasban dilakukan dengan sejumlah pertimbangan. Namun perlu diketahui, pengkajian lewat Tim Penilai Akhir (TPA), dilakukan setelah Gubernur menyaring terlebih dahulu tiga calon yang disodorkan ke Presiden. “Saat diusulkan gubernur ada tiga (calon Sekda), itu harus clean n clear sebelum diusulkan,” katanya. (prn/sam/bal/sih)

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/