26.7 C
Medan
Sunday, May 12, 2024

Sebelum Keluar SK, Sopir Dilarang Naikkan Ongkos

MEDAN, SUMUTPOS.CO – Meski telah sepakat dengan kenaikan tarif tersebut, namun Kepala Dinas Perhubungan (Kadishub) Kota Medan Iswar Lubis SSiT MT menegaskan, tarif tersebut belum dapat diberlakukan sebelum adanya Surat Keputusan (SK) Wali Kota Medan. “Kita minta sopir angkot tetap menerapkan tarif yang lama sampai ada surat keputusan (SK) dari Pemko Medan terkait perubahan tarif angkot ini,” kata Iswar Lubis kepada Sumut Pos, Kamis (8/9) sore.

Dikatakan Iswar, hal itu sudah ia sampaikan kepada Organda Kota Medan saat rapat kemarin. “BBM ini salah satu komponen utama biaya operasi kendaraan (BOK) dan menjadi salah satu komponen dalam penetapan tarif ongkos. Selain BBM juga ada yang namanya pengeluaran tetap dan tidak tetap, itu juga ikut kita hitung. Setelah kita hitung, hasilnya tarif angkot naik dari Rp5.000 per estafet menjadi Rp6.500 per estafet. Namun saat ini masih kita proses sebelum akhirnya kita keluarkan SK nya,” ujarnya.

Dijelaskan Iswar, hasil rapat kenaikan tarif angkot dari Rp5.000 menjadi Rp6.500/estafet bukan disesuaikan dengan permintaan Organda. Namun, Iswar kembali menegaskan, angka tersebut telah mengikuti formula penghitungan dari Dirjen Perhubungan Darat. “Kenaikan tarif ini juga banyak faktor. Mulai dari sparepart, kenaikan BBM, hingga biaya perawatan angkot. Sehingga setelah sama-sama kita menghitung semua biayanya, kenaikan tarif angkot Rp6.500/estafet,” jelasnya.

Saat disinggung kapan Pemko Medan akan mengeluarkan keputusan resmi terkait perubahan tarif angkot tersebut, Iswar mengaku bahwa pihaknya akan berusaha agar SK tersebut dapat keluar secepatnya. “Tak bosan-bosan kami mengimbau kepada seluruh pengusaha angkot maupun Organda agar tetap melakukan efisiensi operasional, meningkatkan pelayanan, dan mematuhi segala peraturan yang berlaku di Kota Medan,” pungkasnya.

Tarif Angkutan Darat Naik 33,5 Persen

Kementerian Perhubungan (Kemenhub) akhirnya menetapkan besaran kenaikan tarif angkutan darat, seperti angkutan kota (Angkot) dan bus serta angkutan lainnya. Berdasarkan data dari Kemenhub yang diperoleh Sumut Pos, Wilayah I yakni Sumatera, Jawa, Bali, Nusa Tenggara, batas atas dari Rp155 jadi Rp207 atau naik 33,5 persen per penumpang per kilometer. Sedangkan, batas bawah dari Rp95 jadi Rp128 atau naik 34,7 persen per penumpang per kilometer.

Kepala Dinas Perhubungan Sumut, Supriyanto mengatakan, data tersebut sudah bisa menjadi rujukan bagi Dishub Sumut dan Organda Sumut untuk merumuskan berapa besaran untuk penyesuaian tarif angkutan darat tersebut. “Sudah masuk reatnya dari Kemenhub, karena ketua Organda belum ada kesempatan (untuk rapat) hari ini (kemarin). Dijadwalkan kembali, karena anaknya wisuda,” ucap Supriyanto saat dikonfirmasi Sumut Pos, Kamis (8/9) sore.

Meski belum diterima secara resmi persentase kenaikan tarif angkutan darat dalam bentuk surat keputusan (SK) Kemenhub. Supriyanto mengungkapkan sudah bisa menjadi rujukan mengikuti keputusan pemerintah pusat dan Organda pusat. “Bukan dalam bentuk SK, tapi reat yang baru lagi,” kata Supriyanto sembari mengatakan setelah dirapatkan dengan Organda Sumut. Pihaknya, akan terus melakukan proses menjadi Peraturan Gubernur (Pergub).

“Bagaimana? Kita tidak tahu ya. Kalau ini, kita rapat langsung diproses, dibuatkan Pergub langsung kita naikkan. Kalau mau main di luar Pergub, Perbup, dan Perwalkot, silakan saja. Sah-sah saja,” kata Supriyanto.

Dalam rapat nantinya bersama Organda Sumut, Supriyanto menjelaskan, akan dibahas berapa besaran yang akan diputuskan bersama. Sehingga sudah dapat dirumuskan tarif batas atas dan tarif batas bawah nantinya. “Itu sudah ada (rujukannya). Mana yang kita ambil, yang maksimal atau bagaimana. Nanti kita bahaslah, kita sudah dapat gambaran. Bisa kita hitung, surat keputusan dari Dirjen Kemenhub belum ada. Gambaran sepertinya tidak meleset lagi,” tandas Supriyanto.

Sebelumnya, Juru Bicara Kemenhub Adita Irawati menyebut, lambannya penetapan penyesuaian tarif angkutan darat pascakenaikan harga BBM, dilakukan untuk mempersiapkan hasil yang terbaik. “Ya baru kita lakukan kenaikan, karena sebelumnya kami mempersiapkan segala sesuatu untuk hasil yang terbaik. Mungkin tidak bisa memuaskan semua pihak, namun setidaknya ini angka yang menjadi titik tengah,” ujar Adita. Adita menambahkan, saat ini kenaikan tarif angkutan umum baru terjadi di mode transportasi darat saja kecuali kereta api. Ia menyebut, tarif untuk kereta api, transportasi laut dan udara masih dalam proses pemeriksaan oleh menteri perhubungan. “Untuk kereta api, transportasi laut dan udara masih kita kaji ulang, namun mungkin dampaknya tidak seperti transportasi darat,” sambungnya.

Merespons kebijakan Kemenhub ini, Ketua Organda Adrianto Djokosoetono, menyampaikan apresiasinya terhadap penyesuaian tarif angkutan darat kelas ekonomi oleh pemerintah tersebut. Namun menurutnya, keputusan tersebut masih di bawah perhitungan yang Organda lakukan. Dalam hal ini, perhitungan kelayakan tarif AKAP kelas ekonomi yang Organda ajukan tidak hanya mengacu pada kenaikan harga BBM saja, melainkan juga faktor inflasi. “Kami juga menghitung berdasarkan fasilitas bus yang sudah berubah, misalnya seperti AC selama kurun waktu tahun 2016-2022,” katanya. (map/gus/bbs/adz)

MEDAN, SUMUTPOS.CO – Meski telah sepakat dengan kenaikan tarif tersebut, namun Kepala Dinas Perhubungan (Kadishub) Kota Medan Iswar Lubis SSiT MT menegaskan, tarif tersebut belum dapat diberlakukan sebelum adanya Surat Keputusan (SK) Wali Kota Medan. “Kita minta sopir angkot tetap menerapkan tarif yang lama sampai ada surat keputusan (SK) dari Pemko Medan terkait perubahan tarif angkot ini,” kata Iswar Lubis kepada Sumut Pos, Kamis (8/9) sore.

Dikatakan Iswar, hal itu sudah ia sampaikan kepada Organda Kota Medan saat rapat kemarin. “BBM ini salah satu komponen utama biaya operasi kendaraan (BOK) dan menjadi salah satu komponen dalam penetapan tarif ongkos. Selain BBM juga ada yang namanya pengeluaran tetap dan tidak tetap, itu juga ikut kita hitung. Setelah kita hitung, hasilnya tarif angkot naik dari Rp5.000 per estafet menjadi Rp6.500 per estafet. Namun saat ini masih kita proses sebelum akhirnya kita keluarkan SK nya,” ujarnya.

Dijelaskan Iswar, hasil rapat kenaikan tarif angkot dari Rp5.000 menjadi Rp6.500/estafet bukan disesuaikan dengan permintaan Organda. Namun, Iswar kembali menegaskan, angka tersebut telah mengikuti formula penghitungan dari Dirjen Perhubungan Darat. “Kenaikan tarif ini juga banyak faktor. Mulai dari sparepart, kenaikan BBM, hingga biaya perawatan angkot. Sehingga setelah sama-sama kita menghitung semua biayanya, kenaikan tarif angkot Rp6.500/estafet,” jelasnya.

Saat disinggung kapan Pemko Medan akan mengeluarkan keputusan resmi terkait perubahan tarif angkot tersebut, Iswar mengaku bahwa pihaknya akan berusaha agar SK tersebut dapat keluar secepatnya. “Tak bosan-bosan kami mengimbau kepada seluruh pengusaha angkot maupun Organda agar tetap melakukan efisiensi operasional, meningkatkan pelayanan, dan mematuhi segala peraturan yang berlaku di Kota Medan,” pungkasnya.

Tarif Angkutan Darat Naik 33,5 Persen

Kementerian Perhubungan (Kemenhub) akhirnya menetapkan besaran kenaikan tarif angkutan darat, seperti angkutan kota (Angkot) dan bus serta angkutan lainnya. Berdasarkan data dari Kemenhub yang diperoleh Sumut Pos, Wilayah I yakni Sumatera, Jawa, Bali, Nusa Tenggara, batas atas dari Rp155 jadi Rp207 atau naik 33,5 persen per penumpang per kilometer. Sedangkan, batas bawah dari Rp95 jadi Rp128 atau naik 34,7 persen per penumpang per kilometer.

Kepala Dinas Perhubungan Sumut, Supriyanto mengatakan, data tersebut sudah bisa menjadi rujukan bagi Dishub Sumut dan Organda Sumut untuk merumuskan berapa besaran untuk penyesuaian tarif angkutan darat tersebut. “Sudah masuk reatnya dari Kemenhub, karena ketua Organda belum ada kesempatan (untuk rapat) hari ini (kemarin). Dijadwalkan kembali, karena anaknya wisuda,” ucap Supriyanto saat dikonfirmasi Sumut Pos, Kamis (8/9) sore.

Meski belum diterima secara resmi persentase kenaikan tarif angkutan darat dalam bentuk surat keputusan (SK) Kemenhub. Supriyanto mengungkapkan sudah bisa menjadi rujukan mengikuti keputusan pemerintah pusat dan Organda pusat. “Bukan dalam bentuk SK, tapi reat yang baru lagi,” kata Supriyanto sembari mengatakan setelah dirapatkan dengan Organda Sumut. Pihaknya, akan terus melakukan proses menjadi Peraturan Gubernur (Pergub).

“Bagaimana? Kita tidak tahu ya. Kalau ini, kita rapat langsung diproses, dibuatkan Pergub langsung kita naikkan. Kalau mau main di luar Pergub, Perbup, dan Perwalkot, silakan saja. Sah-sah saja,” kata Supriyanto.

Dalam rapat nantinya bersama Organda Sumut, Supriyanto menjelaskan, akan dibahas berapa besaran yang akan diputuskan bersama. Sehingga sudah dapat dirumuskan tarif batas atas dan tarif batas bawah nantinya. “Itu sudah ada (rujukannya). Mana yang kita ambil, yang maksimal atau bagaimana. Nanti kita bahaslah, kita sudah dapat gambaran. Bisa kita hitung, surat keputusan dari Dirjen Kemenhub belum ada. Gambaran sepertinya tidak meleset lagi,” tandas Supriyanto.

Sebelumnya, Juru Bicara Kemenhub Adita Irawati menyebut, lambannya penetapan penyesuaian tarif angkutan darat pascakenaikan harga BBM, dilakukan untuk mempersiapkan hasil yang terbaik. “Ya baru kita lakukan kenaikan, karena sebelumnya kami mempersiapkan segala sesuatu untuk hasil yang terbaik. Mungkin tidak bisa memuaskan semua pihak, namun setidaknya ini angka yang menjadi titik tengah,” ujar Adita. Adita menambahkan, saat ini kenaikan tarif angkutan umum baru terjadi di mode transportasi darat saja kecuali kereta api. Ia menyebut, tarif untuk kereta api, transportasi laut dan udara masih dalam proses pemeriksaan oleh menteri perhubungan. “Untuk kereta api, transportasi laut dan udara masih kita kaji ulang, namun mungkin dampaknya tidak seperti transportasi darat,” sambungnya.

Merespons kebijakan Kemenhub ini, Ketua Organda Adrianto Djokosoetono, menyampaikan apresiasinya terhadap penyesuaian tarif angkutan darat kelas ekonomi oleh pemerintah tersebut. Namun menurutnya, keputusan tersebut masih di bawah perhitungan yang Organda lakukan. Dalam hal ini, perhitungan kelayakan tarif AKAP kelas ekonomi yang Organda ajukan tidak hanya mengacu pada kenaikan harga BBM saja, melainkan juga faktor inflasi. “Kami juga menghitung berdasarkan fasilitas bus yang sudah berubah, misalnya seperti AC selama kurun waktu tahun 2016-2022,” katanya. (map/gus/bbs/adz)

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/