26 C
Medan
Friday, November 22, 2024
spot_img

Beralih ke Kapal Laut, Imbas Tiket Pesawat Mahal Plus Bagasi Berbayar

TRIADi WIBOWO/SUMUT POS
BERSANDAR: KM Kelud bersandar di terminal Dermaga Pelabuhan Belawan, beberapa waktu. Mahalnya tiket penerbangan membuat masyarakat beralih ke kapal laut.

MEDAN, SUMUTPOS.CO – ‘Mahalnya’ harga tiket pesawat ditambah pemberlakuan bagasi berbayar, menyebabkan penumpang penerbangan domestik beralih ke transportasi kapal laut. Dampaknya, jumlah traffic penerbangan dan penumpang melalui Kualanamu Internasional Airport (KNIA), turun hingga dua digit dibanding tahun lalu. Sebaliknya, penumpang KM Kelud yang bertolak dari Pelabuhan Belawan tujuan Batam, Tanjung Balai Karimun, dan Tanjung Priok, mengalami kenaikan hingga 100 persen.

DATA penumpang KM Kelud yang berangkat selasa (12/2) via Belawan, mencapai 2.884 orang. Jumlah ini mengalami kenaikan 100 persen, dibanding jumlah penumpang pada hari-hari low season tahun sebelumnya.

Kepala Operasional PT Pelni Cabang Medan, Irwansyah, mengatakan hari biasa jumlah penumpang KM Kelud rata-rata hanya 1.200 hingga 1.300 orang. “Namun sejak awal Februarin

jumlah penumpang meningkat. Mungkin karena harga tiket pesawat naik ya. Umumnya penumpang yang berangkat 80 persen tujuan Batam,” jelasnya.

Sejumlah penumpang membenarkan, mereka beralih naik kapal laut, karena harga tiket pesawat yang dinilai mahal, ditambah bagasi yang mesti bayar.

“Biasanya saya naik pesawat. Tapi karena harga tiket pesawat naik, saya pilih naik Kelud. Memang naik pesawat lebih cepat. Tapi ongkosnya bisa mencapai Rp1,2 juta ke Batam. Sebelumnya, harga tiket di bawah 1 juta,” ungkap seorang calon penumpang, Martha Manurung (31), kepada Sumut Pos.

Dibanding harga tiket pesawat yang di atas Rp1 juta, tiket KM Kelud memang cukup murah. Medan-Batam misalnya, untuk Kelas Ekonomi hanya Rp 220 ribu untuk dewasa, bayi hanya Rp27 ribu. Kelas 2B dewasa Rp355 ribu, bayiRp40 ribu. Kelas 2A dewasa Rp 384 ribu, bayi Rp43 ribu. Kelas 1B dewasa Rp559 ribu, bayi Rp61 ribu. Kelas 1A dewasa Rp683 ribu, bayi Rp73 ribu.

Untuk rute Belawan-Jakarta, Kelas Ekonomi dewasa hanya Rp412 ribu, bayi Rp46 ribu. Kelas 2B-D dewasa hanya Rp683 ribu, bayi Rp73 ribu. Kelas 2A-C dewasa Rp741 ribu, bayi Rp79 ribu. Kelas 1B-B dewasa Rp1,086 juta, bayi Rp113 ribu. Kelas 1A-A dewasa Rp1,329 juta, bayi Rp138 ribu.

Diakui wanita yang memiliki bisnis dagang di Batam ini, dirinya merasa rugi naik pesawat sejak awal tahun 2019. Karena pengeluaran bukan hanya harga tiket, tetapi juga biaya operasional menuju ke Bandara Kualanamu. “Jika dihitung-hitung, seluruh biaya yang harus saya keluarkan untuk naik pesawat, sangat mempengaruhi keuntungan bisnis yang saya peroleh,” ungkapnya.

Selama ini, Martha mengirim barang dagangannya dari Batam ke Medan via KM Kelud. Tapi saat berangkat untuk belanja ke Batam, ia selalu naik pesawat. “Tapi belakangan karena harga tiket pesawat naik, saya lebih memilih naik Kelud. Kalau tidak, biaya operasional pasti besar, saya tidak dapat untung,” kata Martha, yang berharap agar harga tiket pesawat dapat kembali ke harga sebelumnya.

Senada, Sulastri (45), juga mengatakan memilih naik KM Kelud karena lebih murah. Biasanya, ibu rumah tangga ini terbang ke Batam naik pesawat. Namun sejak harga tiket pesawat dan biaya bagasi naik, dia memilih naik KM Kelud.

“Saya biasa naik pesawat. Tapi karena ongkos bagasi naik, saya pilih naik KM Kelud. Karena saya banyak bawa barang,” ujarnya.

Penumpang Pesawat Turun Drastis

Penurunan jumlah penumpang pesawat diakui Eksekutif General Manager PT Angkasa Pura II Bandara Kualanamu, Bayuh Iswantoro. Kepada wartawan, Selasa (12/2) siang, Bayuh mengatakan, penurunan jumlah penumpang yang berangkat maupun tiba di Bandara Kualanamu Internasional Airport (KNIA) Kabupaten Deliserdang, mencapai 19,9 persen.

“Januari tahun lalu, jumlah penumpang via KNIA mencapai 963.894 penumpang. Sedangkan Januari tahun ini hanya 763.894 penumpang. Turun 189.762 penumpang atau 19,9 persen dibanding tahun lalu,” katanya.

Selain penurunan jumlah penumpang, juga terjadi penurunan jumlah traffic penerbangan hingga 23 persen. Yakni dari 7.336 penerbangan pada Januari 2018, turun menjadi 5.602 penerbangan pada 2019. Atau terjadi penurunan sebanyak 1.734 penerbangan atau 23,6 persen.

“Selain itu, tercatat pula 1.904 pembatalan penerbangan pada Januari 2019. Padahal jumlah pembatalan penerbangan pada Januari 2018 hanya 314 kali,” tutur Bayuh.

Penurunan jumlah penumpang itu diakuinya sebagai dampak kenaikan harga tiket pesawat. Dan itu tidak hanya dialami Bandara Kualanamu saja. Melainkan juga terjadi di bandara-bandara lain di Indonesia.

“Sejak awal Februari 2019, baru tercatat 1.849 penerbangan di Bandara Kualanamu. Persentasi penurunannya setiap hari berkisar antara 10,3 persen hingga 32,3 persen. Sementara jumlah penumpang baru mencapai 247.963. Penurunannya berkisar antara 2,1 persen hingga 33,6 persen. Internasional ada sedikit kenaikan jumlah traffic maupun penumpang,” jelas Bayuh.

Mitra KNIA Ikut Terimbas

Branch Communication and Legal Manajer Bandara Kualanamu, Wisnu Budi Setianto, mengatakan jumlah penerbangan yang biasanya mencapai 230 per hari pada tahun 2018, pasca kenaikan harga tiket menurun menjadi rata-rata 172 penerbangan per hari.

“Tapi itu hanya untuk penerbangan domestik. Sedangkan penerbangan internasional masih dalam batas normal. Karena harga tiket pesawat penerbangan internasional tidak mengalami kenaikan,” tutur Wisnu, saat dikonfirmasi Sumut Pos.

Wisnu mengungkapkan, tingginya harga tiket pesawat, ditambah adanya kebijakan bagasi berbayar untuk Airline LCC, berimbas dengan turunnya jumlah penumpang. Hal ini juga dirasakan oleh mitra usaha di Bandara Kualanamu.

“Hal-hal tersebut sangat berpengaruh dengan pendapatan PT Angkasa Pura dan Mitra Usaha di Bandara Kualanamu. Namun berapa besar pengaruh pendapatan yang diterima pasca tingginya harga tiket dan berlakunya kebijakan bagasi berbayar dimaksud, kami belum menghitung,” jelas Wisnu.

Terpisah, Ketua Association of the Indonesian Tours and Travel Agencies (ASITA) Sumut, Solahuddin Nasution, mengatakan kenaikan harga tiket pesawat sangat berdampak dengan kunjungan wisatawan nusantara (wisnus) ke objek-objek wisata di Sumut. Terutama di Kawasan Danau Toba.

“Kenaikan harga tiket akan berdampak pada penurunan jumlah kunjungan wisatawan, khususnya wisatawan nusantara ke Sumut. Dan akan berpengaruh pada pergerakan wisatawan nusantara secara nasional,” sebut Solahuddin kepada Sumut Pos.

Selanjutnya akan berdampak juga pada sektor-sektor lain, seperti penurunan hunian hotel, pendapatan restoran, transportasi lokal, toko-toko souvenir di objek wisata, dan industri pariwisata lainnya yang selama ini mengandalkan pergerakan wisatawan.

“Di sisi lain, akibat mahalnya tiket penerbangan di dalam negeri, masyarakat akan lebih memilih melakukan perjalanan wisata ke luar negeri. Maka akan terjadi kebocoran devisa,” tutur Solahuddin.

Ia mengungkapkan, kebijakan bagasi berbayar akan sangat berpengaruh pada sektor UMKM yang bergerak dalam pariwisata dengan menjual souvenir, makanan ringan khas daerah, dan lainnya.

“Dengan mahalnya biaya bagasi, wisatawan akan menahan diri untuk berbelanja oleh-oleh dari suatu destinasi yang dikunjungi. Pada akhirnya akan mematikan home industry, terutama yang selama ini bersandar pada kedatangan wisatawan,” ujar Solahuddin.

Kenaikan harga tiket pesawat domestik, menurut Solahuddin, bertolak belakang dengan target menarik kunjungan wisatawan mancanegara (wisman) untuk menghasilkan devisa bagi negara. Malah sebaliknya, wisnus akan berwisata ke luar negeri. Karena tiket pesawat internasional normal.

“Lalu daerah dapat apa? Sementara di sisi lain, wisatawan diharapkan membelanjakan uangnya sebanyak-sebanyaknya di tempat yg dikunjungi untuk meningkatkan pendapatan daerah,” katanya.

Atas hal itu, Solahuddin menyarankan pemerintah untuk meninjau kembali Keputusan Menteri (Kepmen) Perhubungan tentang pemberlakuan harga tiket ambang batas atas dan ambang batas bawah.

“Kepmen harus berpihak kepada rakyat, karena sektor pariwisata ini juga menguasai hajat hidup orang banyak,” pungkas Solahuddin.

Dipicu Harga Avtur

Menanggapi kenaikan harga tiket pesawat domestik tanah air, pengamat Ekonomi Sumut, Wahyu Ario Pratomo mengatakan, hal itu dipicu naiknya harga avtur (bahan bakar pesawat) di Indonesia, ditambah melemahnya nilai tukar rupiah terhadap dolar.

“Harga tiket pada akhir tahun lalu dan tahun ini memang relatif meningkat dan bertahan. Penyebabnya banyak faktor. Seperti harga avtur yang mahal dan nilai tukar rupiah yang melemah,” sebut Wahyu kepada Sumut Pos.

Selain itu, semakin rendahnya tingkat persaingan antar operator penerbangan, ikut memengaruhi. Seperti diketahui, saat ini Sriwijaya Air dan NAM Air sudah berada di bawah operasional Garuda Indonesia, sehingga kebijakannya akan mengikuti Garuda Indonesia

“Awalnya, banyak yang memperkirakan harga tiket mahal karena high season. Ternyata low season seperti saat ini harga tiket masih juga bertahan,” ucap pengamat ekonomi dari Fakultas Ekonomi USU ini.

Umumnya saat low season, harga tiket pesawat relatif ikut menurun. Karena perusahaan penerbangan bersaing merebut pasar.

Namun jika diamati, untuk beberapa jalur penerbangan, terutama yang terkoneksi dengan hub di luar negeri, tiketnya relatif lebih murah. Misalnya dari Medan ke Jakarta, harga dari Medan transit di Kuala Lumpur atau Penang lalu ke Jakarta, relatif lebih murah dengan menggunakan maskapai asing.

Menurut Wahyu, agar persaingan lebih baik, masyarakat sebaiknya memiliki pilihan lebih banyak. Untuk itu, jalur-jalur penerbangan harus dibuka ke penerbangan lainnya, sehingga ada persaingan yang lebih besar. Sebab jika dalam satu jalur penerbangan hanya dikuasai satu atau dua operator, akan membentuk pasar oligopoli atau monopoli.

“Dengan demikian harganya akan mahal. Jika ini berlangsung terus, maka ini juga akan mengancam pariwisata nasional. Dengan tiket pesawat domestik yang tinggi, masyarakat akan mencari alternatif tujuan wisata di negara lain yang harga tiketnya lebih terjangkau. Maka yang rugi malah Indonesia sendiri. Devisa kita kan lebih banyak keluar,” sebut Wahyu.

Ia mengatakan dampak kenaikan harga tiket pesawat tersebut, dengan beli wisatawan berupa oleh-oleh dan souvenit. Hal itu karena kabin berbayar.”Jikapun membeli, maka akan dibeli sekedarnya saja. Yang hanya bisa dibawa ke kabin,” katanya.

Untuk itu, saran Wahyu, sebaiknya pemerintah membuka saja jalur penerbangan bagi seluruh operator, agar persaingan harga dan layanan semakin baik. “Buktinya ada maskapai penerbangan murah yang sudah menerapkan harga tiket yang murah dan bagasi berbayar. Sayangnya jalur penerbangan yang diizinkan kepada mereka terbatas,” ujar Wahyu. (fac/gus/btr)

TRIADi WIBOWO/SUMUT POS
BERSANDAR: KM Kelud bersandar di terminal Dermaga Pelabuhan Belawan, beberapa waktu. Mahalnya tiket penerbangan membuat masyarakat beralih ke kapal laut.

MEDAN, SUMUTPOS.CO – ‘Mahalnya’ harga tiket pesawat ditambah pemberlakuan bagasi berbayar, menyebabkan penumpang penerbangan domestik beralih ke transportasi kapal laut. Dampaknya, jumlah traffic penerbangan dan penumpang melalui Kualanamu Internasional Airport (KNIA), turun hingga dua digit dibanding tahun lalu. Sebaliknya, penumpang KM Kelud yang bertolak dari Pelabuhan Belawan tujuan Batam, Tanjung Balai Karimun, dan Tanjung Priok, mengalami kenaikan hingga 100 persen.

DATA penumpang KM Kelud yang berangkat selasa (12/2) via Belawan, mencapai 2.884 orang. Jumlah ini mengalami kenaikan 100 persen, dibanding jumlah penumpang pada hari-hari low season tahun sebelumnya.

Kepala Operasional PT Pelni Cabang Medan, Irwansyah, mengatakan hari biasa jumlah penumpang KM Kelud rata-rata hanya 1.200 hingga 1.300 orang. “Namun sejak awal Februarin

jumlah penumpang meningkat. Mungkin karena harga tiket pesawat naik ya. Umumnya penumpang yang berangkat 80 persen tujuan Batam,” jelasnya.

Sejumlah penumpang membenarkan, mereka beralih naik kapal laut, karena harga tiket pesawat yang dinilai mahal, ditambah bagasi yang mesti bayar.

“Biasanya saya naik pesawat. Tapi karena harga tiket pesawat naik, saya pilih naik Kelud. Memang naik pesawat lebih cepat. Tapi ongkosnya bisa mencapai Rp1,2 juta ke Batam. Sebelumnya, harga tiket di bawah 1 juta,” ungkap seorang calon penumpang, Martha Manurung (31), kepada Sumut Pos.

Dibanding harga tiket pesawat yang di atas Rp1 juta, tiket KM Kelud memang cukup murah. Medan-Batam misalnya, untuk Kelas Ekonomi hanya Rp 220 ribu untuk dewasa, bayi hanya Rp27 ribu. Kelas 2B dewasa Rp355 ribu, bayiRp40 ribu. Kelas 2A dewasa Rp 384 ribu, bayi Rp43 ribu. Kelas 1B dewasa Rp559 ribu, bayi Rp61 ribu. Kelas 1A dewasa Rp683 ribu, bayi Rp73 ribu.

Untuk rute Belawan-Jakarta, Kelas Ekonomi dewasa hanya Rp412 ribu, bayi Rp46 ribu. Kelas 2B-D dewasa hanya Rp683 ribu, bayi Rp73 ribu. Kelas 2A-C dewasa Rp741 ribu, bayi Rp79 ribu. Kelas 1B-B dewasa Rp1,086 juta, bayi Rp113 ribu. Kelas 1A-A dewasa Rp1,329 juta, bayi Rp138 ribu.

Diakui wanita yang memiliki bisnis dagang di Batam ini, dirinya merasa rugi naik pesawat sejak awal tahun 2019. Karena pengeluaran bukan hanya harga tiket, tetapi juga biaya operasional menuju ke Bandara Kualanamu. “Jika dihitung-hitung, seluruh biaya yang harus saya keluarkan untuk naik pesawat, sangat mempengaruhi keuntungan bisnis yang saya peroleh,” ungkapnya.

Selama ini, Martha mengirim barang dagangannya dari Batam ke Medan via KM Kelud. Tapi saat berangkat untuk belanja ke Batam, ia selalu naik pesawat. “Tapi belakangan karena harga tiket pesawat naik, saya lebih memilih naik Kelud. Kalau tidak, biaya operasional pasti besar, saya tidak dapat untung,” kata Martha, yang berharap agar harga tiket pesawat dapat kembali ke harga sebelumnya.

Senada, Sulastri (45), juga mengatakan memilih naik KM Kelud karena lebih murah. Biasanya, ibu rumah tangga ini terbang ke Batam naik pesawat. Namun sejak harga tiket pesawat dan biaya bagasi naik, dia memilih naik KM Kelud.

“Saya biasa naik pesawat. Tapi karena ongkos bagasi naik, saya pilih naik KM Kelud. Karena saya banyak bawa barang,” ujarnya.

Penumpang Pesawat Turun Drastis

Penurunan jumlah penumpang pesawat diakui Eksekutif General Manager PT Angkasa Pura II Bandara Kualanamu, Bayuh Iswantoro. Kepada wartawan, Selasa (12/2) siang, Bayuh mengatakan, penurunan jumlah penumpang yang berangkat maupun tiba di Bandara Kualanamu Internasional Airport (KNIA) Kabupaten Deliserdang, mencapai 19,9 persen.

“Januari tahun lalu, jumlah penumpang via KNIA mencapai 963.894 penumpang. Sedangkan Januari tahun ini hanya 763.894 penumpang. Turun 189.762 penumpang atau 19,9 persen dibanding tahun lalu,” katanya.

Selain penurunan jumlah penumpang, juga terjadi penurunan jumlah traffic penerbangan hingga 23 persen. Yakni dari 7.336 penerbangan pada Januari 2018, turun menjadi 5.602 penerbangan pada 2019. Atau terjadi penurunan sebanyak 1.734 penerbangan atau 23,6 persen.

“Selain itu, tercatat pula 1.904 pembatalan penerbangan pada Januari 2019. Padahal jumlah pembatalan penerbangan pada Januari 2018 hanya 314 kali,” tutur Bayuh.

Penurunan jumlah penumpang itu diakuinya sebagai dampak kenaikan harga tiket pesawat. Dan itu tidak hanya dialami Bandara Kualanamu saja. Melainkan juga terjadi di bandara-bandara lain di Indonesia.

“Sejak awal Februari 2019, baru tercatat 1.849 penerbangan di Bandara Kualanamu. Persentasi penurunannya setiap hari berkisar antara 10,3 persen hingga 32,3 persen. Sementara jumlah penumpang baru mencapai 247.963. Penurunannya berkisar antara 2,1 persen hingga 33,6 persen. Internasional ada sedikit kenaikan jumlah traffic maupun penumpang,” jelas Bayuh.

Mitra KNIA Ikut Terimbas

Branch Communication and Legal Manajer Bandara Kualanamu, Wisnu Budi Setianto, mengatakan jumlah penerbangan yang biasanya mencapai 230 per hari pada tahun 2018, pasca kenaikan harga tiket menurun menjadi rata-rata 172 penerbangan per hari.

“Tapi itu hanya untuk penerbangan domestik. Sedangkan penerbangan internasional masih dalam batas normal. Karena harga tiket pesawat penerbangan internasional tidak mengalami kenaikan,” tutur Wisnu, saat dikonfirmasi Sumut Pos.

Wisnu mengungkapkan, tingginya harga tiket pesawat, ditambah adanya kebijakan bagasi berbayar untuk Airline LCC, berimbas dengan turunnya jumlah penumpang. Hal ini juga dirasakan oleh mitra usaha di Bandara Kualanamu.

“Hal-hal tersebut sangat berpengaruh dengan pendapatan PT Angkasa Pura dan Mitra Usaha di Bandara Kualanamu. Namun berapa besar pengaruh pendapatan yang diterima pasca tingginya harga tiket dan berlakunya kebijakan bagasi berbayar dimaksud, kami belum menghitung,” jelas Wisnu.

Terpisah, Ketua Association of the Indonesian Tours and Travel Agencies (ASITA) Sumut, Solahuddin Nasution, mengatakan kenaikan harga tiket pesawat sangat berdampak dengan kunjungan wisatawan nusantara (wisnus) ke objek-objek wisata di Sumut. Terutama di Kawasan Danau Toba.

“Kenaikan harga tiket akan berdampak pada penurunan jumlah kunjungan wisatawan, khususnya wisatawan nusantara ke Sumut. Dan akan berpengaruh pada pergerakan wisatawan nusantara secara nasional,” sebut Solahuddin kepada Sumut Pos.

Selanjutnya akan berdampak juga pada sektor-sektor lain, seperti penurunan hunian hotel, pendapatan restoran, transportasi lokal, toko-toko souvenir di objek wisata, dan industri pariwisata lainnya yang selama ini mengandalkan pergerakan wisatawan.

“Di sisi lain, akibat mahalnya tiket penerbangan di dalam negeri, masyarakat akan lebih memilih melakukan perjalanan wisata ke luar negeri. Maka akan terjadi kebocoran devisa,” tutur Solahuddin.

Ia mengungkapkan, kebijakan bagasi berbayar akan sangat berpengaruh pada sektor UMKM yang bergerak dalam pariwisata dengan menjual souvenir, makanan ringan khas daerah, dan lainnya.

“Dengan mahalnya biaya bagasi, wisatawan akan menahan diri untuk berbelanja oleh-oleh dari suatu destinasi yang dikunjungi. Pada akhirnya akan mematikan home industry, terutama yang selama ini bersandar pada kedatangan wisatawan,” ujar Solahuddin.

Kenaikan harga tiket pesawat domestik, menurut Solahuddin, bertolak belakang dengan target menarik kunjungan wisatawan mancanegara (wisman) untuk menghasilkan devisa bagi negara. Malah sebaliknya, wisnus akan berwisata ke luar negeri. Karena tiket pesawat internasional normal.

“Lalu daerah dapat apa? Sementara di sisi lain, wisatawan diharapkan membelanjakan uangnya sebanyak-sebanyaknya di tempat yg dikunjungi untuk meningkatkan pendapatan daerah,” katanya.

Atas hal itu, Solahuddin menyarankan pemerintah untuk meninjau kembali Keputusan Menteri (Kepmen) Perhubungan tentang pemberlakuan harga tiket ambang batas atas dan ambang batas bawah.

“Kepmen harus berpihak kepada rakyat, karena sektor pariwisata ini juga menguasai hajat hidup orang banyak,” pungkas Solahuddin.

Dipicu Harga Avtur

Menanggapi kenaikan harga tiket pesawat domestik tanah air, pengamat Ekonomi Sumut, Wahyu Ario Pratomo mengatakan, hal itu dipicu naiknya harga avtur (bahan bakar pesawat) di Indonesia, ditambah melemahnya nilai tukar rupiah terhadap dolar.

“Harga tiket pada akhir tahun lalu dan tahun ini memang relatif meningkat dan bertahan. Penyebabnya banyak faktor. Seperti harga avtur yang mahal dan nilai tukar rupiah yang melemah,” sebut Wahyu kepada Sumut Pos.

Selain itu, semakin rendahnya tingkat persaingan antar operator penerbangan, ikut memengaruhi. Seperti diketahui, saat ini Sriwijaya Air dan NAM Air sudah berada di bawah operasional Garuda Indonesia, sehingga kebijakannya akan mengikuti Garuda Indonesia

“Awalnya, banyak yang memperkirakan harga tiket mahal karena high season. Ternyata low season seperti saat ini harga tiket masih juga bertahan,” ucap pengamat ekonomi dari Fakultas Ekonomi USU ini.

Umumnya saat low season, harga tiket pesawat relatif ikut menurun. Karena perusahaan penerbangan bersaing merebut pasar.

Namun jika diamati, untuk beberapa jalur penerbangan, terutama yang terkoneksi dengan hub di luar negeri, tiketnya relatif lebih murah. Misalnya dari Medan ke Jakarta, harga dari Medan transit di Kuala Lumpur atau Penang lalu ke Jakarta, relatif lebih murah dengan menggunakan maskapai asing.

Menurut Wahyu, agar persaingan lebih baik, masyarakat sebaiknya memiliki pilihan lebih banyak. Untuk itu, jalur-jalur penerbangan harus dibuka ke penerbangan lainnya, sehingga ada persaingan yang lebih besar. Sebab jika dalam satu jalur penerbangan hanya dikuasai satu atau dua operator, akan membentuk pasar oligopoli atau monopoli.

“Dengan demikian harganya akan mahal. Jika ini berlangsung terus, maka ini juga akan mengancam pariwisata nasional. Dengan tiket pesawat domestik yang tinggi, masyarakat akan mencari alternatif tujuan wisata di negara lain yang harga tiketnya lebih terjangkau. Maka yang rugi malah Indonesia sendiri. Devisa kita kan lebih banyak keluar,” sebut Wahyu.

Ia mengatakan dampak kenaikan harga tiket pesawat tersebut, dengan beli wisatawan berupa oleh-oleh dan souvenit. Hal itu karena kabin berbayar.”Jikapun membeli, maka akan dibeli sekedarnya saja. Yang hanya bisa dibawa ke kabin,” katanya.

Untuk itu, saran Wahyu, sebaiknya pemerintah membuka saja jalur penerbangan bagi seluruh operator, agar persaingan harga dan layanan semakin baik. “Buktinya ada maskapai penerbangan murah yang sudah menerapkan harga tiket yang murah dan bagasi berbayar. Sayangnya jalur penerbangan yang diizinkan kepada mereka terbatas,” ujar Wahyu. (fac/gus/btr)

Artikel Terkait

spot_imgspot_imgspot_img

Terpopuler

Artikel Terbaru

/