MEDAN- Sedikitnya 2 polisi dan 8 pendemo cedera dalam baku hantam antara ratusan anggota ormas Islam dengan aparat kepolisian, Jumat (12/4) sekira pukul 15.00 WIB. Bentrokan terjadi saat massa dari Front Pembela Islam (FPI), Majelis Mujahidin Indonesia (MMI), dan Jaringan Penyelamat Umat Islam (JPUI) berunjuk rasa di depan Mapolres Pelabuhan Belawan, mendesak agar 18 warga muslim Rohingya —tersangka pembunuh 8 nelayan Myanmar—dibebaskan dari tahanan.
Unjuk rasa ratusan massa ormas keagamaan yang tergabung dalam Somasi Umat (Solidaritas Masyarakat Islam untuk Muslim Tertindas) itu awalnya berlangsung damai. Pengunjuk rasa mulai beraksi usai menunaikan ibadah salat Jumat di Masjid Jamik Jalan Selebes Kecamatan Medan Belawan. Sambil menunggu kedatangan massa dari ormas Islam lainnya, mereka terlebih dulu berkoordinasi sembari memutar rekaman video pembantaian dan penindasan Muslim Rohingya di Myanmar.
Sekira pukul 13.40 WIB, massa dengan mengendarai mobil pick up, angkutan kota, dan sepeda motor bergerak menuju ke Rumah Detensi Imigrasi (Rudenim) di Jalan Pasar Belawan, berjarak sekitar 100 meter dari tempat mereka berkumpul. Massa yang tidak bisa menerobos ke rumah detensi karena dijaga ketat aparat polisi, awalnya hanya berorasi. Mereka menuding pihak keimigrasian tidak adil terhadap para pelaku pemerkosaan wanita Muslim Rohingya, hingga memicu terjadinya bentrokan berdarah di dalam Rudenim.
“Saudara kita Muslim Rohingya lari dari negaranya untuk memperoleh perlindungan di Indonesia. Tapi di sini (rudenim) kehormatan mereka dilecehkan oleh etnis Buddha Myanmar, pihak imigrasi diam saja. Ini jelas tidak adil,” teriak pengunjuk rasa.
Massa meminta aparat kepolisian juga menindak oknum petugas Rudenim Belawan, yang sengaja tidak melaporkan adanya tindak pidana pelecehan seksual dilakukan etnis Buddha Myanmar.”Kami minta Kepala Rudenim Belawan dicopot dan diperiksa. Kenapa pelaku pemerkosaan itu dibiarkan tidak ditindak sesuai hukum? Sedangkan umat Muslim yang membela kehormatan saudaranya, justru dijebloskan ke penjara,” tambah mereka.
Hampir satu jam berorasi, ratusan massa ormas Islam dengan berkonvoi bergerak menuju ke Mapolres Pelabuhan Belawan di Jalan Pelabuhan Raya, Belawan. Pengunjuk rasa mendesak polisi membebaskan Muslim Rohingya dan mengungkap senjata tajam yang berada di dalam kamar sel tahanan pelaku pemerkosaan.
“Bebaskan Muslim Rohingya yang ditahan di sini karena mereka berbuat seperti itu hanya untuk membela diri,” teriak massa.
Sekitar 15 menit berorasi, massa pengunjuk rasa berupaya menerobos masuk ke kantor polisi yang dijaga puluhan aparat. Saling dorong antara pengunjuk rasa dengan petugas pun terjadi, hingga akhirnya baku hantam polisi dan massa tak terelakan. Pengunjuk rasa dan aparat berwajib terlibat saling lempar batu. Dalam insiden dimaksud 8 pengunjuk rasa, seorang di antaranya wanita, cedera saat dipukul mundur personel pengendalian massa (Dalmas) Polres Pelabuhan Belawan.
Tidak cuma massa ormas Islam yang cedera. Dua anggota kepolisian, yakni Bripka Dedi Erwandi dan seorang rekannya juga terluka di bagian kepala akibat terkena lemparan batu. Suasana sore itu tampak tegang, bahkan para wartawan yang melakukan peliputan kocar-kacir menghindari bongkahan batu berterbangan di udara. Kompol Suprayogi, Kabag Ops Polres Pelabuhan Belawan berupaya menenangkan massa dengan menemui perwakilan massa ormas Islam.
Kapolres Emosi
Situasi yang sempat mereda kembali memanas, saat itu Kapolres Pelabuhan Belawan, AKBP Endro Kiswanto tersulut emosi karena dibilang kafir oleh salah seorang pengunjuk rasa berpakaian warna oranye. “Pimpinan di Polres ini juga orang kafir. Mana mungkin membela kita,” ucapnya melalui pengeras suara.
Mendengar hal itu, wajah AKBP Endro Kiswanto tampak memerah. Perwira menengah Polri ini langsung maju berupaya mendatangi, namun ditahan para anggotanya.”Siapa yang bilang saya kafir tadi? Ayo turun! Biar kalian tahu, masjid di Polres ini saya juga ikut menyumbang untuk pembangunannya,” ujar Endro dengan nada kesal.
Melihat orang nomor satu di Mapolres Pelabuhan Belawan ini marah, beberapa tokoh agama dari pengunjuk rasa di antaranya H Zulkarnaen dan Ustad Indra Suhairi memohon maaf. Selanjutnya, pertemuan antara perwakilan massa pengunjuk rasa dilakukan di Mapolres Pelabuhan Belawan.
Perwakilan massa Somasi Umat, Ustad Indra Suhairi, dalam pertemuan yang berlangsung sekitar 45 menit tersebut, mengungkapkan permohonan maafnya. “Kita mohon maaf atas terjadinya insiden yang terjadi,” kata Indra.
Kapolres Pelabuhan Belawan, AKBP Endro Kiswanto juga meminta maaf atas terjadinya bentrokan antara massa ormas Islam dengan anggotanya.”Saya minta maaf atas insiden yang sama-sama tidak kita inginkan. Saya akan menindak tegas para personel apabila memang terbukti bersalah,” tegasnya.
Pihak Polres Pelabuhan Belawan menyatakan bersedia memfasilitasi Tim Pembela Muslim (TPM) dan Pusat Advokasi Hukum dan HAM sebagai pengacara resmi 18 warga Muslim Rohingya, yang ditahan terkait kasus pembantaian 8 nelayan Myanmar, Jumat (5/4) subuh lalu. Saat itu, delapan pengungsi Myanmar meregang nyawa karena dibantai oleh belasan warga Muslim Rohingya, di Rumah Detensi Imigrasi (Rudenim) Jalan Selebes Medan Belawan. Pembantaian itu dipicu perlakuan tak pantas dari seorang pengungsi Myanmar beragama Buddha kepada seorang wanita Muslim Rohingya.
Atas permasalahan itu, petugas keamanan Rudenim berupaya menyelesaikan secara kekeluargaan, dengan memanggil kedua belah pihak. Namun beberapa orang etnis Rohingya kurang puas atas perdamaian itu, hingga terlibat cekcok dan berujung pada pembantaian. Aparat kepolisian yang menangani kasus bentrok antarkelompok imigran asal Myanmar itu akhirnya menetapkan 18 orang sebagai tersangka, dan menahan mereka.
Saat kejadian, jumlah keseluruhan warga negara asing (WNA) yang ditampung di Rudenim Belawan sebanyak 280 orang, 117 asal Myanmar terdiri dari 106 muslim Rohingya dan 11 orang Myanmar beragama Buddha. Sementara daya tampung hanya 120 orang.
Lumpuh 2 Jam
Pemblokiran jalan menuju ke pelabuhan BICT (Belawan International Container Terminal) oleh ratusan massa yang tergabung dari beberapa elemen ormas Islam mengakibatkan arus transportasi truk pengangkut kontainer dari dan menuju ke pelabuhan lumpuh selama 2 jam. Antrean kendaraan terjadi sepanjang 3 kilometer.
“Kalau seperti ini pastinya kontainer yang akan diantar ke Tanjungmorawa terlambat sampai. Ini saja sudah hampir dua jam terjebak macet akibat jalan diblokir,” keluh Dedi Nasution salah seorang sopir truk kontainer.
Sementara itu, Humas BICT H Suratman ketika dihubungi mengakui meski macet, kerugian yang disebebkan aksi itu tak begitu signifikan. “Arus keluar masuk transportasi truk pengangkut kontainer memang terganggu, tapi itu tidak sampai menimbulkan kerugian bagi BICT,” kata Suratman. (rul)