MEDAN, SUMUTPOS.CO – Korlantas Polri mulai melakukan pencegahan aktivitas mudik Lebaran 2021 di 333 titik tertentu mulai kemarin, Senin (12/4), guna menekan lonjakkan kasus Covid-19. Pencegahan tersebut dilakukan melalui Operasi Keselamatan yang dilaksanakan hingga 25 April 2021. Hal ini sejalan dengan putusan resmi pemerintah yang melarang mudik mulai 6 hingga 17 Mei 2021.
KABAG Ops Korlantas Polri Kombes Pol Rudi Antariksawan menjelaskan, setiap warga atau kendaraan yang melewati pos penyekatan, bakal diperiksa petugas dan harus menunjukkan hasil tes swab atau rapid antigen, maupun hasil tes menggunakan alat GeNose. “Kalau ada yang bepergian dengan alasan tertentu, diperiksa surat-surat dan dipastikan dalam keadaan sehat atau cek protokol kesehatan,” katanya dalam keterangan resmi, kemarin.
Rudi menambahkan, Operasi Keselamatan tersebut akan disosialisasikan secara masif agar masyarakat paham alasan dilarang mudik. Bila tetap nekat, tindakan hukum menjadi pilihan akhir.
Di samping itu, Kakorlantas Polri Irjen Pol Istiono telah menginstruksikan jajarannya untuk mengantisipasi tindakan kejahatan jalanan dan aksi terorisme. Anggota kepolisian juga diminta meningkatkan kewaspadaan dari segala kemungkinan selama Ramadan dan Idul Fitri 2021. “Lakukan pengamanan secara maksimal di tempat yang menjadi pusat kegiatan masyarakat seperti rumah ibadah, pusat belanja dan tujuan wisata agar masyarakat merasa aman,” jelasnya.
Ia juga meminta anggotanya mengantisipasi terjadi kemacetan sekaligus berharap seluruh pihak menyukseskan larangan mudik yang diterapkan guna mencegah penyebaran Covid-19 di Indonesia. “Mari bersinergi, masyarakat juga perlu dilibatkan untuk tidak mudik terlebih dahulu,” ucap Istiono.
Poldasu Turunkan 2.299 Personel
Sementara, Polda Sumut menurunkan 2.299 personel dalam pelaksanaan operasi keselamatan ini, dibantu 2.149 personel satuan tugas kewilayahan beserta personel TNI dan instansi pemerintahan terkait. Hal itu disampaikan Kapolda Sumut Irjen Pol RZ Panca Putra Simanjuntak, saat memimpin apel gelar pasukan Operasi Keselamatan Toba 2021 di Lapangan KS Tubun Mapolda Sumut, Senin (12/4).
Operasi tersebut dilaksanakan serentak di seluruh jajaran Polda Sumut, dengan tujuan meningkatkan kepatuhan dan kedisiplinan masyarakat dalam berlalulintas, sehingga dapat menurunkan angka pelanggaran maupun kecelakaan lalu lintas serta menghambat penyebaran Covid-19 di wilayah Sumut.
“Fokus operasi Kepolisian ini adalah pengguna jalan, kendaraan angkutan umum atau pribadi, lokasi atau ruas jalan yang rawan kemacetan, pelanggaran maupun kecelakaan lalu lintas serta kegiatan berlalu lintas masyarakat yang dapat menimbulkan gangguan keamanan, keselamatan, ketertiban dan kelancaran lalu lintas,” jelas Panca.
Dia menambahkan, pada Operasi Keselamatan Toba 2021 ini, juga akan dilaksanakan berbagai upaya dalam memutus mata rantai penyebaran Covid-19, di antaranya memberikan penyuluhan dan pembinaan kepada masyarakat akan bahaya penyebaran Covid-19 dan sosialisasi penerapan protokol kesehatan (Prokes). “Lakukan deteksi dini dengan memetakan titik-titik kerawanan kemacetan, pelanggaran dan kecelakaan lalu lintas serta penyebaran Covid-19, khususnya menjelang Bulan Suci Ramadhan,” imbaunya.
Panca berharap, seluruh personel yang terlibat dapat bersinergi dan solid guna keberhasilan pelaksanaan operasi ini. “Tetap jaga kesehatan, tingkatkan kewaspadaan serta laksanakan tugas secara professional dan humanis dalam memberikan pelayanan terbaik untuk masyarakat,” pungkasnya.
Tak Efektif
Pakar epidemiologi dari Perhimpunan Ahli Epidemiologi Indonesia (PAEI), Masdalina Pane menilai, aturan larangan mudik pada tahun ini tetap akan meningkatkan kasus positif virus Corona karena pemerintah tak mendukung kebijakan itu dengan 3T yakni testing, tracing, dan treatment. Menurutnya, pemerintah tidak menggunakan pengalaman dan data mengenai larangan mudik tahun lalu, dalam membuat kebijakan kali ini.
Pada tahun 2020 lalu, pemerintah juga melarang mudik lebaran, tapi angka positif Covid-19 naik. Jika berkaca pada kejadian itu, katanya, semestinya pemerintah tak mengambil langkah serupa yang menurutnya tidak memberi daya ungkit terhadap upaya pengendalian Covid-19.
“Sudah ratusan kebijakan pemerintah terkait pengendalian pandemi, ada yang mengukur implementasi dan evaluasinya? Apakah kebijakan itu memberi daya ungkit pengendalian? Kalau tidak, kenapa terus menyusahkan masyarakat?” kata Masdalina Pane seperti dikutip dari BBC News Indonesia, kemarin.
Bagi Masdalina, kebijakan larangan mudik lebaran takkan bisa mencegah warga untuk tidak pulang ke kampung halaman. Mereka bisa saja mudik sebelum tanggal yang ditetapkan pemerintah, imbuhnya.
Larangan itu pun, kata dia, akan menjadi percuma jika di sisi lain pemerintah membolehkan tempat pariwisata beroperasi. Sementara itu, tidak ada kemauan kuat dari pemerintah pusat maupun daerah untuk melakukan 3T yakni pengetesan, pelacakan, dan perawatan.
“Mudiknya aman, tapi perilaku di tempat mudik itu yang bisa menyebabkan penyebaran (virus corona) banyak. Apa perilakunya? Berkunjung, reuni dengan teman lama, mencicipi kuliner di suatu tempat, itu yang kemudian menciptakan klaster-klaster baru. Makanya yang terpenting 3T, apa itu pernah disebut pemerintah? Tidak,” tegasnya.
Pengamatan Masdalina, mayoritas kepala daerah tidak maksimal melakukan pengetesan dan pelacakan agar kasus Covid-19 di daerahnya terlihat sedikit. Kalaupun dilakukan, tidak melaporkan kasus positif dengan angka yang sesungguhnya.
“Yang paling sederhana dia (pemda) naikkan jumlah sembuh, turunkan jumlah kasus, turunkan kematian. Mereka sudah tahu. Ada suatu daerah, oh ya hari ini cukup laporkan 200 kasus, sisanya nanti saja,” ungkapnya.
Sebelumnya, Juru bicara Kementerian Perhubungan, Adita Irawati mengatakan, kebijakan larangan mudik lebaran berlaku di seluruh wilayah mulai tanggal 6-17 Mei 2021. Karena itulah Kemenhub melarang pengoperasian seluruh moda transportasi darat, laut, udara, kereta api. Kecuali bagi mereka yang melakukan perjalanan dinas atau keperluan mendesak lainnya.
Kendati telah dilarang, tapi Adita mengakui sangat sulit mengontrol pergerakan jalur darat yang didominasi kendaraan pribadi. Beberapa upaya, kata dia, telah disiapkan untuk mencegah kemungkinan adanya pemudik yang lolos sehingga menyebabkan terjadinya lonjakan kasus positif Covid-19.
Satu hal yang menjadi andalan, yakni menambah titik penyekatan hingga dua kali lipat di sejumlah jalur yang dinilai bakal ramai dilalui pemudik. Penyekatan jalur itu berlaku mulai dari Lampung, Jawa, hingga Bali. “Kalau ada yang lolos masuk ke daerah tujuan, pemda lakukan penyekatan. Kalau ada (pengendara) yang tidak memenuhi syarat seperti berdinas atau keperluan penting lainnya, akan diputarbalikkan untuk kembali ke daerahnya,” jelasnya.
Hal lain yang dilakukan yakni pengetesan secara acak atau random testing di lokasi-lokasi tertentu. “Kalau ada yang positif akan dirawat seperti halnya menemukan kasus positif, seperti dikarantina,” ungkapnya.
Namun demikian, jika ada pemudik yang lolos dari pengawasan dan tiba di kampung halaman, maka menjadi tanggung jawab kepala daerah untuk melakukan karantina selama lima hari. Kewajiban itu tertuang dalam surat edaran yang dikeluarkan Satgas Penanganan Covid-19.
Akan tetapi merujuk pada mudik lebaran tahun 2020, meskipun pemerintah melarang mudik lebaran tapi setidaknya ada satu juta pemudik yang keluar dari Jabodetabek. Adita berharap, jumlah tahun ini berkurang. “Berkaca pada tahun lalu dengan pelarangan yang hampir sama, kira-kira masih ada satu juta orang masih bisa keluar dari Jabodetabek. Kami harap angka itu tidak terjadi lagi, kalau ada juga lebih kecil,” pungkasnya. (kps/mag-1/bbci)