Kompolnas Lakukan Pertemuan Tertutup Selama Tiga Jam
MEDAN-Perwakilan Komisi Kepolisian Nasional (Kompolnas) benar-benar hadir di Sumatera Utara terkait kinerja Poldasu. Setelah melakukan pertemuan selama tiga jam dengan pihak Poldasu, Kompolnas menyatakan kalau fungsi reserse Poldasu memang buruk.
Adalah Edi Saputra Hasibuan dan Safriadi tiba di Mapoldasu Jl Sisingamangara KM 10,5 Medan, Kamis (12/7) sekira pukul 10.00 WIB. Setiba di Mapoldasu, mereka langsung melakukan pertemuan ‘tertutup’ di lantai II gedung Poldasu selama tiga jam lama. Tak ada satupun wartawan yang meliput pertemuan itu.
Informasi yang dihimpun, dua anggota Kompolnas itu ditemui oleh Wakapoldasu Brigjen Pol Cornelius Hutagaol dan Inspektur Pengawas Daerah (Irwasda) Poldasu Kombes Pol Monang Manulang.
“Kedatangan kami ke sini untuk menindaklanjuti laporan masyarakat yang kami terima terkait buruknya pelayanan Poldasun
untuk melayani masyarakat,” ujar Safriadi usai pertemuan.
Meski tidak begitu spesifik, Safriadi menyebutkan, kalau dilihat dari sisi fungsi, seperti reserse, sabhara dan binmas, satuan reserselah yang paling disoroti Kompolnas. “Sebagian kasus yang ‘mandek’ paling banyak ada di fungsi reserse. Banyak sekali keluhan masyarakat menyangkut fungsi ke-reserse-an Poldasu itu,” sebutnya.
Dalam pertemuan kemarin, dikatakan Safriadi, dia juga sempat menanyakan mengenai lanjutan penanganan 4 personel Polres Samosir yang tertangkap kamera sedang bermain judi di ruang Wakapolres Samosir beberapa hari yang lalu. “Polres Samosir juga sudah mengambil langkah tegas sesuai prosedur yang berlaku,” ujar Safriadi.
Saat disinggung mengenai apakah posisi Kapoldasu terancam dengan kedatangan Kompolnas ini, Safriadi tertawa. “Ah tidak ada itu. Tidak ada kaitannya dengan posisi Kapolda,” sebutnya.
Ditegaskan Safriadi, kedatangan Kompolnas adalah untuk memperbaiki keburukan citra kepolisian khususnya Poldasu. “Kompolnas ini adalah untuk meningkatkan profesionalisme kepolisian,” jelasnya.
Sementara, Edi Saputra Hasibuan mengatakan, kedatangan Kompolnas ini untuk mengklarifikasi soal kebenaran atas pengaduan masyarakat yang dilaporkan ke Kompolnas. “Banyak pengaduan yang kami terima. Kami kemari untuk mengklarifikasi itu. Menanyakan apa kendala dalam menyelesaikan kasus-kasus yang ‘mandek’ itu,” ujarnya.
Dikatakannya, dalam Januari lalu saja, pihaknya sudah menerima 36 laporan pengaduan yang masuk tentang Poldasu. “Kan banyak pengaduan yang kami terima. Dari pengaduan itu banyak kasus yang tidak terselesaikan. Ada yang berbulan-bulan, bahkan ada yang bertahun-tahun tidak selesai,” tegasnya.
Disebutkan Edi, penyelewangan kewenangan yang dilakukan oknum Polisi Poldasu juga ada yang dilaporkan masyarakat. “Laporannya kami terima. Ini tentu harus diklarifikasi dulu untuk keberannya. Makanya ini mau diusut tuntas,” sebut Edi.
Saat disinggung kemungkinan beberapa kasus yang ‘mandek’ itu bakal ditarik ke Mabes, Edi mengamininya. “Tidak menutup kemungkinan. Tergantung porsi kasusnya. Kalau memang Poldasu tidak bisa menyelesaikannya, bisa saja di tarik ke Mabes,” sebut Edi.
Menanggapi hal itu, Kabid Humas Poldasu Kombes Pol Raden Heru Prakoso saat dikonfirmasi, enggan berkomentar. “Iya, tadi bukan saya menemui mereka (Kompolnas). Besoklah saya kasih jawaban. Nanti saya cek lagi ya,” ujarnya.
Bukti Warga Sumut Gerah dengan Polisi Nakal
Di sisi lain, peruingkat tiga terburuk bagi Poldasu sejatinya sebuah langkah membaik. Seperti diberitakan, pada 2011, Poldasu mendapat 173 saran dan keluhan masyarakat (SKM) yang masuk ke Kompolnas.
Nah, pada tahun sebelumnya, 2010, untuk urusan yang sama, Poldasu menduduki peringkat kedua terburuk dengan jumlah SKM 155, di bawah Polda Metro Jaya yang jumlah SKM-nya 226 kasus. Pada 2010, yakni dari Januari 2010 hingga 30 September 2010, peringkat ketiga adalah Polda Jatim dengan 130 SKM. Dengan kata lain, peringkat Poldasu membaik.
Tapi, memang tetap saja berada di tiga besar terburuk. Untuk Polda-polda lain, selisih jumlah SKM-nya cukup jauh. Sebut saja Polda Aceh yang pada 2010 hanya ada 21 SKM. Ini data resmi Kompolnas.
Mengapa Sumut dalam dua tahun berturut-turut masuk tiga besar? Anggota Kompolnas, Adrianus Meliala menilai, hal itu disebabkan masyarakat Sumut tergolong masyarakat yang cukup peka terhadap masalah-masalah yang melibatkan polisi nakal.
“Masyarakat Sumut punya kepekaan yang tinggi terhadap kasus-kasus yang melibatkan polisi. Sehingga, begitu melihat ada penyimpangan yang dilakukan anggota polisi, mereka langsung membuat pengaduan. Itu faktor pertama,” ujar pengamat kepolisian, yang belum lama terpilih dan dilantik menjadi anggota Kompolnas itu.
Faktor kedua, menurut staf pengajar kriminologi Universitas Indonesia (UI) itu, polisi-polisi di kota besar, seperti Jakarta, Medan, dan Surabaya, memang sangat khas. “Penyimpangan-penyimpangan yang dilakukan polisi di kota-kota besar sudah tentu lebih banyak dibanding di kota-kota kecil, karena persoalan di kota besar pasti jauh lebih banyak,” terangnya.
Tapi, bukankah Jabar misalnya, atau Sulsel, juga tergolong besar Poldanya? Nah, lagi-lagi, Adrianus mengatakan, dalam konteks seperti itu, karakter masyarakatnya yang menentukan. Di daerah-daerah lain selain tiga daerah tadi, warganya cenderung tidak peduli dengan perkara yang melibatkan polisi.
“Saya yakin di kota-kota besar lain juga terjadi penyimpangan. Hanya saja, warga tidak mau tahu sehingga tak mau mengadukan,” terangnya. (mag-12/sam)