Petugas Keamanan Lapas Klas I Tanjunggusta Medan, Gabriel Siregar, mengatakan ada empat terpidana mati yang ditahan. Keempatnya saat ini menunggu waktu eksekusi. Namun saat kerusuhan terjadi keempatnya tidak lari atau melarikan diri.
Mereka di antaranya Ronald Sagala terlibat perkara pembunuhan ditangani Kejaksaan Negeri Lubukpakam, Nasiburba terlibat perkara pembunuhan ditangani Kejaksaan Negeri Lubukpakam, Yafonaso terlibat perkara pembunuhan ditangani Kejaksaan Negeri Gunungsitoli, dan Beraati terlibat perkara pembunuhan di tangani Kejaksaan Negeri Gunungsitoli. “Jadi ada empat orang terpidana mati di sini. Mereka tidak ada yang kabur,” ujarnya.
Peristiwa itu mengakibatkan hancur leburnya semua fasilitas Lapas Tanjung Gusta Medan diantaranya ruang klinik, dapur, ruang Kalapas, Kabid Kamtin (Keamanan dan Ketertiban), ruang KPLP, registrasi, kantin, koperasi, ruang berkas dokumen tahanan dan lainnya. Bahkan ruang keuangan dimana uang rapel gaji dan makan untuk 176 pegawai yang belum dibayarkan juga turut terbakar. Bukan itu saja, taman disekitar Lapas juga hancur, sebab warga terus mendesak masuk untuk melihat kejadian itu serta banyaknya petugas gabungan Kepolisian, Brimob dan TNI yang menyisir seluruh gedung lapas. “Sarana dan prasana rusak parah akibat dibakar dan dihancurkan ribuan narapidana. Untungnya blok tahanan tidak ada yang rusak,” ungkapnya sembari mengatakan ada empat blok di lapas di antaranya blok T3, T5 T7 dan klinik.
Napi Tuntut PP No.99/2012 Dihapuskan
Gabriel Siregar menerangkan sebenarnya pemicu dari mengamuknya narapidana disebabkan dari perubahan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 99 Tahun 2012 tentang syarat dan tata cara pelaksanaan hak warga binaan pemasyarakatan. Dalam aturan itu, pemerintah resmi memperketat pemberian hak remisi, asimilasi dan bebas bersyarat bagi narapidana (Napi) tindak pidana terorisme, narkotika dan prekursor narkotika, korupsi, kejahatan terhadap keamanan negara, hak asasi manusia yang berat, serta kejahatan transnasional lainnya.
“Sebenarnya tuntutan mereka (napi) terkait PP 99 remisi narapidana. Tetapi pemicunya karena saat hendak berbuka puasa, listrik mati dan kebetulan air di dalam pakai pompa sehingga listrik mati air juga tidak ada,” terangnya Jumat (12/7) dini hari.
Sebagaimana diketahui PP No. 99/2012 yang merupakan perubahan kedua atas Peraturan Pemerintah Nomor 32 Tahun 1999 ini, hanya mengubah ketentuan Pasal 34 tentang tata cara mendapatkan remisi, Pasal 36 tentang tata cara mendapatkan asimilasi, Pasal 39 tentang pencabutan asimilasi, dan Pasal 43 tentang Pembebasan Bersyarat.
“Sejak aturan itu ditetapkan, ribuan narapidana tidak menyetujuinya. Mereka meminta aturan itu ditiadakan. Dan puncaknya malam itu saat listrik dan air padam. Mereka menjadikan itu alasan. Itu sudah lama karena banyak yang mengajukan pembebasan bersyarat, tapi tidak turun-turun. Jadi semua yang ngurus itu dikembalikan lagi berkasnya pada warga binaan. Dan rata-rata yang tidak setuju itu napi yang tersangkus kasus narkoba dan teroris,” jelasnya.
Disebutkannya, jumlah keseluruhan narapidana di Lapas Tanjung Gusta Medan yakni 2599 orang. Dimana setiap harinya mereka diawasi petugas regu jaga sekira 19-20 orang/regu jaga dan 60 orang petugas tamping (pendamping tahanan). Dalam kejadian itu, diperkirakan ada 500 narapidana yang melakukan perlawanan. Mereka diwakili oleh Wak Geng yang merupakan narapidana teroris CIMB Niaga Medan. “Biasa ada yang propvokasi. Jadi tidak semua tahanan yang ikut beraksi. Selebihnya, karena kobaran api masih besar, mereka menunggu didepan masing-masing sel tahanan, mereka takut terbakar juga. Tahanan juga minta negosiasi sama petugas. Mereka meminta jangan ada kekerasan,” urainya.
Lebih lanjut dikatakannya, wilayah gudang senjata yang berada dalam Lapas sudah diamankan terlebih dahulu. Beberapa amunisi juga sudah dibawa keluar. “Semuanya sudah diamankan sebelum kejadian. Di dalam ada banyak tabung gas, tipe besar untuk masak warga binaan,” ucap Gabriel.
Saat disinggung mengenai peran Wak Geng, Gabriel mengatakan pria yang divonis 13 tahun penjara itu memilih tidak kabur dari Lapas. Wak Geng berperan sebagai negosiator antara petugas dan narapidana. Menurutnya, jumlah tahanan teroris di Lapas Tanjung Gusta Medan ada 14 orang. Dimana 13 orang merupakan narapidana CIMB Niaga dan seorang lainnya narapidana teroris dari Jakarta. Selama ini, Wak Geng menghuni kamar blok T5. Wak Geng cukup mendapat keistimewaan. Sebab kamar yang dihuninya terpisah dengan tahanan teroris lainnya yang menempati kamar T7. “Memang dia menghuni kamar itu sendirian. Sebenarnya jumlah total tahanan teroris di Lapas ini ada 22 orang. Tapi karena menyusul kerusuhan antarnarapidana beberapa waktu lalu, maka sebagiannya mereka dipindahkan ke Lapas lain diantaranya tujuh narapidana ke Lapas Aceh dan seorang narapidana ke Rutan Tanjunggusta. Jadi sekarang di Lapas yang tersisa ada 14 narapidana teroris,” urainya lagi.
Lantas, apakah ada tahanan perkara tipikor (tindak pidana korupsi) yang menghuni Lapas Tanjunggusta Medan? “Setahu saya tidak ada tahanan tipikor. Karena mereka di Rutan semua. Yang ada hanya tahanan perkara pidum (pidana umum) diantaranya tahanan narkoba, pembunuhan, pencurian dan teroris,” katanya.
Sebelumnya, dimalam mencekam itu, seorang pria memakai penutup kepala berwarna putih berbicara dari dalam lapas menggunakan pengeras suara milik kepolisian. Pria kurus itu belakangan diketahui bernama Wak Geng. Sembari mengangkat tangan sebelah kirinya, dia berbicara dengan suara lantang. Dia mengaku narapidana tidak ada menyandera pegawai sipir. “Untuk media, tidak ada petugas kami sandera. Ini kami keluarkan semua. Kami mau Wamenkumham datang, dengan catatan jangan ada tindakan pemicu, jangan ada pembakaran dan penembakan. Untuk wartawan, beberapa orang pegawai kami kembalikan. Tidak ada penyanderaan. Teman-teman, tolong batasan. Allahu Akbar…. Allahu Akbar. Jangan ada pelemparan lagi. Apa terus begini. Tolong jaga kami lah,” teriaknya.
Ucapan Wak Geng langsung disambut sorakan dan tepuk tangan penghuni lapas. Beberapa narapidana keluar dari dalam lapas, mereka tampak bernegosiasi dengan petugas kepolisian.
Menkumham Janji Perhatikan Tuntutan Napi
Di sisi lain, Menteri Hukum dan HAM, Amir Syamsuddin menyatakan akan memberikan perhatian lebih kepada peraturan pemerintah no 99/2012. Menurutnya, kurang sosialisasinya peraturan pemerintah ini yang menjadi penyebab warga binaan tanjunggusta mengamuk yang mengakibatkan kebakaran di lembaga pemasyarakatan ini.
“Setelah saya berdialog dengan perwakilan warga binaan. Ternyata, persoalannya tidak terlalu banyak. Ini hanya masalah ketidaknyamanan. Dan masalah lain, sosialisasi baik peraturan PP no 99/2012,” ujarnya saat menerima perwakilan Narapidana Lapas Tanjunggusta di Rumah Penyimpanan Benda Sitaan Negara (RUPBSN) Kelas I Medan, kemarin (12/7).
Dijelaskannya, kurangnya sosialisasi ini, mengakibatkan masyarakat merasa diperlakukan tidak adil dengan peraturan yang telah ada. Apalagi, ada beberapa narapidana yang telah menikmati remisi harus menelan kekecewaan, karena dibatalkan remisi tersebut. “Kehadiran saya saat ini, bukan untuk menambah masalah. Tetapi, untuk mencari solusi. Karena itu, saya berjanji untuk terus meninjau atau melihat PP ini,” jelasnya.
Sikap Wakil Menteri Hukum dan Hak Azasi Manusia (Wamenkumham) Denny Indrayana lebih tegas. Dia mengisyaratkan pemerintah tidak mungkin memenuhi tuntutan para napi. Karena PP yang mengatur syarat dan tata cara pelaksanaan pemberian hak warga binaan pemasyarakatan tersebut, dikeluarkan menjawab kebutuhan menghadapi persoalan bangsa di bidang hukum yang begitu mengkhawatirkan.
Karena itulah dalam PP tersebut diatur pengetatan dan syarat pemberian remisi terhadap para narapidana. Menurut Denny, langkah ini dilakukan sebagai wujud komitmen pemerintah melaksanakan agenda pemberantasan korupsi, narkoba dan terorisme, agar efek jera dapat ditegaskan pesannya terhadap para pelaku.
“Di lapangan yang diinformasikan itu sedikit, terutama terkait narkotika. Bahwa itu berlaku untuk seluruh kasus, tidak betul. Para pemakai atau korban tetap mendapat remisi tanpa pengetatan. Yang diketatkan itu bandarnya,” ujarnya di Jakarta, Jumat (12/7).
Tujuaan lain, PP menurutnya juga dikeluarkan menjawab kritikan yang selama ini banyak ditujukan kepada pemerintah. Karena dinilai telah secara mudah memberikan remisi. Sehingga efek jera dari hukuman yang diberikan tidak maksimal terlaksana. “PP Nomor 99 Tahun 2012 tersebut diterapkan agar para pelaku jera dan tidak melakukan perbuatan serupa di kemudian hari,” ujarnya.(far/gir)