MEDAN, SUMUTPOS.CO -Pemko Medan tak mau jadi kambing hitam atau disalahkan terkait persoalan banjir yang terjadi belakangan ini. Karena, penyebab banjir banyak faktor yang menyebabkan hal itu bisa terjadi.
Wakil Wali Kota Medan Akhyar Nasution mengatakan, dari hasil pengamatan Wilayah Sungai Sumatera (BWSS) II pada Minggu (8/7) lalu, air yang mengalir di drainase tidak bisa masuk ke sungai. Hal itu disebabkan karena permukaan sungai yang naik. Akibatnya, terjadi back water atau stagnan sehingga airnya tergenang di daerah hulu lantaran tak bisa mengalir ke sungai.
“Kami sudah membangun drainase, akan tetapi normalisasi sungai belum dilakukan. Maka, air dari drainase tidak mengalir ke sungai dikarenakan permukaan sungai sudah naik,” ujar Akhyar ketika meninjau aliran Sungai Sei Sikambing di Jalan Gatot Subroto, kemarin.
Diutarakan Akhyar, jika dilihat permukaan air sungai saat ini ternyata lebih tinggi dari tanah di sekitarnya, sehingga air yang ada di drainase atau parit tidak bisa masuk dan mengalir ke sungai. Maka dari itu, air dari drainase tertahan di daratan yang kemudian tergenang.
Untuk itu, kata Akhyar, mengatasi persoalan banjir ini pihaknya membangun koordinasi dengan stakeholder terkait. Harapannya, bisa terealisasi secepatnya.
“Seluruh drainase kita itu semua bermuara ke sungai. Namun, sungai ini pemiliknya adalah BWSS. Apabila kalau diizinkan tolong dibantu atau ada MoU (kerja sama), maka kita bisa bantu. Tapi kalau tidak ada, kita tidak bisa,” akunya.
Ia menuturkan, setelah nanti keluar MoU dari BWSS II, bukan tidak mungkin Pemko Medan bisa melakukan tindakan secara kedaruratan untuk menangani sungai. Sebab, tanpa ada MoU tersebut Pemko Medan tidak bisa menangani masalah sungai. Hal itu dikarenakan tugas dan kewenangan hanya sampai pada drainase, sedangkan sungai tak termasuk.
“Saat ini kita hanya bisa merapikan pinggiran sungai tetapi tidak membangun. Namun, itu pun harus ada MoU yang memperbolehkan. Untuk itu, rencana ke depan dari MoU yang dilakukan, kalau memang diizinkan kemungkinan kami akan merapikan pinggiran sungai ini,” sebutnya.
Menurut Akhyar, mengatasi persoalan banjir di Medan sungainya terlebih dulu harus dibenahi sebagai muaranya. “Pemko Medan sudah membenahi yang sekunder (drainase) dimana mengalirkan ke primer (sungai). Jadi, kalau hanya yang sekunder dibenahi termasuk yang tersier dan kuarternya (parit atau selokan), tak ada guna bila primernya juga tak dilakukan,” cetusnya.
Dia menambahkan, mengatasi banjir di Medan tidak bisa bekerja sendiri-sendiri dan harus ada grand desainnya. Sebab, saat ini terjadi persoalan sosial terhadap masyarakat di pinggiran sungai. Pasalnya, masyarakat tidak hanya tinggal di pinggiran saja tetapi sudah di badan sungai.
“Harus ada pemukiman kembali masyarakat atau resettlement, bukan relokasi. Artinya, pemukiman itu dipindahkan ke tempat sekitar sungai juga bukan dipindahkan ke tempat yang jauh. Dengan begitu, masyarakat yang terkena proses itu tidak terganggu proses kehidupannya,” tandas Akhyar.