28 C
Medan
Thursday, November 21, 2024
spot_img

Dewan Lukai Hati Masyarakat

FOTO: TRIADI WIBOWO/SUMUT POS Gedung DPRD Medan di jalan kapten Maulana Lubis Medan, Kamis (4/9).
FOTO: TRIADI WIBOWO/SUMUT POS
Gedung DPRD Medan di jalan kapten Maulana Lubis Medan, Kamis (4/9).

SUMUTPOS.CO- Besarnya biaya perjalanan dinas anggota DPRD Medan yang mencapai Rp13 miliar dalam kurun waktu 7 bulan, dianggap telah melukai hati masyarakat.

Direktur Eksekutif Forum Independen untuk Transparansi Anggaran (Fitra) Sumut, Rurita Ningrum menyebutkan, biaya perjalanan dinas yang dikeluarkan dari APBD Tahun Anggaran 2015 sangat tidak masuk akal. Sebab, dari total belanja yang dikeluarkan untuk perjalanan dinas tersebut tidak memiliki dampak apapun bagi masyarakat Kota Medan.

“Wajar kalau biaya perjalanan dinas yang dianggarkan itu mencapai Rp32 miliar, karena APBD 2015
itu berkisar Rp4,6 triliun. Akan tetapi yang menjadi pertanyaan, kenapa biaya yang dikeluarkan itu tidak menghasilkan apapun,” ujarnya saat dihubungi Sumut Pos, Rabu (12/8).

Dari sisi serapan anggaran, Rurita mengaku realisasi penggunaan anggaran tersebut belum maksimal. Karena, sudah lebih dari satu semester realisasi penggunaan anggarannya belum mencapai 50 persen. Perjalanan dinas yang dilakukan DPRD Kota Medan, kata dia, seharusnya untuk menggali informasi dari daerah-daerah lain khususnya dalam mendongkrak perolehan pendapatan asli daerah (PAD).

Bukan hanya itu, berdasarkan hasil kunjungan kerja itu dapat menghasilkan bagaimana tata cara melakukan penataan kota khususnya para pedagang kaki lima (PKL). Pasalnya, sudah banyak trotoar jalan yang seharusnya menjadi hak dari pejalan kaki berubah fungsi. Penataan pasar tradisional juga tidak maksimal, bahkan tidak ada pasar tradisional di Kota Medan yang dapat mencerminkan bahwa Kota Medan layak mendapatkan Adipura.

“Kalau biaya perjalanan dinas besar, dan hasilnya dapat dinikmati masyarakat, tentu tidak ada masalah. Yang terjadi saat ini kebalikannya, tentu masyarakat umum miris melihat para wakilnya tersebut,” bebernya.

Salah satu fungsi dari lembaga legislatif, lanjut dia, yakni menghasilkan sebuah produk hukum yang disebut dengan peraturan daerah (Perda). Selama hampir satu tahun menjabat, sudah berapa banyak produk hukum yang dihasilkan.

“Kalau hanya pengesahan Ranperda R-APBD, Ranperda LPj, Ranperda P-APBD, itu semua kegiatan rutin dan harus dilakukan. Sedangkan perda lain khususnya ranperda yang berfungsi untuk memajukan Kota Medan nyaris tidak ada,” katanya.

Dia membayangkan, apabila anggaran Rp13 miliar itu dipergunakan untuk memperbaiki fasilitas umum seperti normalisasi drainase, atau pengaspalan jalan, maka Kota Medan dapat lebih baik.

“Sepertinya perjalanan dinas seperti Bimbingan Teknis (Bintek), kunjungan kerja (kunker), dan Pansus, hanya menjadi tameng untuk mencari keuntungan pribadi. Atau melonjaknya biaya perjalanan dinas ini karena adanya praktik perjokian, bukan tidak mungkin itu terjadi,” tukasnya.

Ketua Komisi C DPRD Medan, Salman Alfarisi mengaku terkejut dengan realisasi belanja perjalanan dinas anggota dewan selama 7 bulan terakhir. Politisi PKS itu mengakui, angka Rp13 miliar bukanlah uang yang sedikit apabila dihabiskan hanya untuk perjalanan dinas.

Dia meminta agar pimpinan dewan lebih selektif lagi dalam menugaskan setiap anggota dewan yang akan berangkat ke luar kota. Karena, pimpinan yang berhak melarang atau menyetujui anggota dewan melakukan perjalanan dinas ke luar kota.

“Pimpinan juga bisa meminta pertanggungjawaban langsung dari masing-masing anggota dewan atau panitia khusus (pansus) yang melakukan perjalanan dinas, ini bagian dari fungsi pimpinan melakukan pengawasan,” kata Salman.

Menurut Salman, anggota DPRD Medan priode 2014-2019 baru menghasilkan beberapa Ranperda diantaranya Laporan Kerja Pertanggung Jawaban (LKPj), Laporan Pertanggung Jawaban (LPj), Laporan Pertanggung Jawaban Akhir Masa Jabatan (AMJ), serta revisi Perda IMB.

“Kalau dibandingkan dengan produk hukum yang dihasilkan, memang angka Rp13 miliar itu tidak sebanding, bahkah terlalu besar. Apalagi kalau anggaran tersebut dipergunakan untuk kepentingan masyarakat tentu akan lebih baik lagi, makanya kita berharap pimpinan lebih selektif dalam memberikan penugasan,” tukasnya. (dik/adz)

FOTO: TRIADI WIBOWO/SUMUT POS Gedung DPRD Medan di jalan kapten Maulana Lubis Medan, Kamis (4/9).
FOTO: TRIADI WIBOWO/SUMUT POS
Gedung DPRD Medan di jalan kapten Maulana Lubis Medan, Kamis (4/9).

SUMUTPOS.CO- Besarnya biaya perjalanan dinas anggota DPRD Medan yang mencapai Rp13 miliar dalam kurun waktu 7 bulan, dianggap telah melukai hati masyarakat.

Direktur Eksekutif Forum Independen untuk Transparansi Anggaran (Fitra) Sumut, Rurita Ningrum menyebutkan, biaya perjalanan dinas yang dikeluarkan dari APBD Tahun Anggaran 2015 sangat tidak masuk akal. Sebab, dari total belanja yang dikeluarkan untuk perjalanan dinas tersebut tidak memiliki dampak apapun bagi masyarakat Kota Medan.

“Wajar kalau biaya perjalanan dinas yang dianggarkan itu mencapai Rp32 miliar, karena APBD 2015
itu berkisar Rp4,6 triliun. Akan tetapi yang menjadi pertanyaan, kenapa biaya yang dikeluarkan itu tidak menghasilkan apapun,” ujarnya saat dihubungi Sumut Pos, Rabu (12/8).

Dari sisi serapan anggaran, Rurita mengaku realisasi penggunaan anggaran tersebut belum maksimal. Karena, sudah lebih dari satu semester realisasi penggunaan anggarannya belum mencapai 50 persen. Perjalanan dinas yang dilakukan DPRD Kota Medan, kata dia, seharusnya untuk menggali informasi dari daerah-daerah lain khususnya dalam mendongkrak perolehan pendapatan asli daerah (PAD).

Bukan hanya itu, berdasarkan hasil kunjungan kerja itu dapat menghasilkan bagaimana tata cara melakukan penataan kota khususnya para pedagang kaki lima (PKL). Pasalnya, sudah banyak trotoar jalan yang seharusnya menjadi hak dari pejalan kaki berubah fungsi. Penataan pasar tradisional juga tidak maksimal, bahkan tidak ada pasar tradisional di Kota Medan yang dapat mencerminkan bahwa Kota Medan layak mendapatkan Adipura.

“Kalau biaya perjalanan dinas besar, dan hasilnya dapat dinikmati masyarakat, tentu tidak ada masalah. Yang terjadi saat ini kebalikannya, tentu masyarakat umum miris melihat para wakilnya tersebut,” bebernya.

Salah satu fungsi dari lembaga legislatif, lanjut dia, yakni menghasilkan sebuah produk hukum yang disebut dengan peraturan daerah (Perda). Selama hampir satu tahun menjabat, sudah berapa banyak produk hukum yang dihasilkan.

“Kalau hanya pengesahan Ranperda R-APBD, Ranperda LPj, Ranperda P-APBD, itu semua kegiatan rutin dan harus dilakukan. Sedangkan perda lain khususnya ranperda yang berfungsi untuk memajukan Kota Medan nyaris tidak ada,” katanya.

Dia membayangkan, apabila anggaran Rp13 miliar itu dipergunakan untuk memperbaiki fasilitas umum seperti normalisasi drainase, atau pengaspalan jalan, maka Kota Medan dapat lebih baik.

“Sepertinya perjalanan dinas seperti Bimbingan Teknis (Bintek), kunjungan kerja (kunker), dan Pansus, hanya menjadi tameng untuk mencari keuntungan pribadi. Atau melonjaknya biaya perjalanan dinas ini karena adanya praktik perjokian, bukan tidak mungkin itu terjadi,” tukasnya.

Ketua Komisi C DPRD Medan, Salman Alfarisi mengaku terkejut dengan realisasi belanja perjalanan dinas anggota dewan selama 7 bulan terakhir. Politisi PKS itu mengakui, angka Rp13 miliar bukanlah uang yang sedikit apabila dihabiskan hanya untuk perjalanan dinas.

Dia meminta agar pimpinan dewan lebih selektif lagi dalam menugaskan setiap anggota dewan yang akan berangkat ke luar kota. Karena, pimpinan yang berhak melarang atau menyetujui anggota dewan melakukan perjalanan dinas ke luar kota.

“Pimpinan juga bisa meminta pertanggungjawaban langsung dari masing-masing anggota dewan atau panitia khusus (pansus) yang melakukan perjalanan dinas, ini bagian dari fungsi pimpinan melakukan pengawasan,” kata Salman.

Menurut Salman, anggota DPRD Medan priode 2014-2019 baru menghasilkan beberapa Ranperda diantaranya Laporan Kerja Pertanggung Jawaban (LKPj), Laporan Pertanggung Jawaban (LPj), Laporan Pertanggung Jawaban Akhir Masa Jabatan (AMJ), serta revisi Perda IMB.

“Kalau dibandingkan dengan produk hukum yang dihasilkan, memang angka Rp13 miliar itu tidak sebanding, bahkah terlalu besar. Apalagi kalau anggaran tersebut dipergunakan untuk kepentingan masyarakat tentu akan lebih baik lagi, makanya kita berharap pimpinan lebih selektif dalam memberikan penugasan,” tukasnya. (dik/adz)

Artikel Terkait

spot_imgspot_imgspot_img

Terpopuler

Artikel Terbaru

/