25 C
Medan
Saturday, November 23, 2024
spot_img

Diatur, Pembatasan Peredaran Rokok

MEDAN-Direktur jendral (Dirjen) Pengendalian Penyakit Tidak Menular (PTM) Kemenkes RI, Dr Ekowati Rahajeng SKM MKes menyatakan, pemerintah tidak ambivalen dalam persoalan rokok di tanah air. Soalnya, di satu sisi pemerintah berupaya melakukan pencegahan agar masyarakat tidak merokok tapi di sisi lain, pemerintah tetap mengizinkan produsen rokok.

“Pemerintah tidak ambivalen. Ada beberapa sektor yang terlibat. Jadi, perlu bersikap bijaksana,” kata Ekowati didampingi Kasi Wabah dan Bencana Suhadi MKes di sela-sela acara Pengendalian PTM di Indonesia dari Perspektif Kebijakan dan Program di Hotel Royal Perintis Medan, Selasa (11/9).

Menurutnya, pemerintah menyadari betul banyak masalah yang ditimbulkan akibat rokok, namun sektor lain juga perlu menjadi perhatian. “Dalam waktu dekat ini, pemerintah sudah mengambil satu sikap yang jelas. Jadi, hanya masalah waktu untuk itu,” ucapnya.

Lanjutnya, dengan adanya peraturan, pemerintah sudah bisa menetapkan sikap secara bijaksana. Sejauh ini, pemerintah memang menggakui eksistensi rokok lebih merugikan dibanding keuntungan. “Lebih banyak kerugiannya. Kita dapat pajak dari rokok Rp1,6 triliun per tahun, sementara yang kita keluarkan akibat dampak rokok Rp2,7 triliun setahun,” jelasnya.

Peraturan pemerintah tentang rokok (tembakau), lanjutnya, sudah hampir final. Saat ini, tinggal menunggu tandatangan dari kementerian perdagangan. “Pada prinsipnya, semua sepakat dengan aturan itu. Kalau sudah ditandatangani, maka presiden sudah bisa menerbitkannya,” jelas Ekowati.

Peraturan tersebut, tambahnya, hanya untuk mengendalikan peredaran dan iklan rokok serta lokasi-lokasi khusus untuk itu. “Aturan itu tidak melarang industri rokok atau melarang merokok atau menutup pabrik rokok, tapi mengendalikan peredarannya, termasuk menempatkan gambar-gambar bahaya merokok di kotak rokok,” sebutnya.

Prof Sutomo Kasiman dalam paparannya menjelaskan, peningkatan PTM di Indonesia terus terjadi setiap tahun. Sesuai data, kematian akibat penyumbatan pembuluh darah mencapai 28,7 persen. Salah satu faktor resikonya akibat rokok. (mag- 19)

MEDAN-Direktur jendral (Dirjen) Pengendalian Penyakit Tidak Menular (PTM) Kemenkes RI, Dr Ekowati Rahajeng SKM MKes menyatakan, pemerintah tidak ambivalen dalam persoalan rokok di tanah air. Soalnya, di satu sisi pemerintah berupaya melakukan pencegahan agar masyarakat tidak merokok tapi di sisi lain, pemerintah tetap mengizinkan produsen rokok.

“Pemerintah tidak ambivalen. Ada beberapa sektor yang terlibat. Jadi, perlu bersikap bijaksana,” kata Ekowati didampingi Kasi Wabah dan Bencana Suhadi MKes di sela-sela acara Pengendalian PTM di Indonesia dari Perspektif Kebijakan dan Program di Hotel Royal Perintis Medan, Selasa (11/9).

Menurutnya, pemerintah menyadari betul banyak masalah yang ditimbulkan akibat rokok, namun sektor lain juga perlu menjadi perhatian. “Dalam waktu dekat ini, pemerintah sudah mengambil satu sikap yang jelas. Jadi, hanya masalah waktu untuk itu,” ucapnya.

Lanjutnya, dengan adanya peraturan, pemerintah sudah bisa menetapkan sikap secara bijaksana. Sejauh ini, pemerintah memang menggakui eksistensi rokok lebih merugikan dibanding keuntungan. “Lebih banyak kerugiannya. Kita dapat pajak dari rokok Rp1,6 triliun per tahun, sementara yang kita keluarkan akibat dampak rokok Rp2,7 triliun setahun,” jelasnya.

Peraturan pemerintah tentang rokok (tembakau), lanjutnya, sudah hampir final. Saat ini, tinggal menunggu tandatangan dari kementerian perdagangan. “Pada prinsipnya, semua sepakat dengan aturan itu. Kalau sudah ditandatangani, maka presiden sudah bisa menerbitkannya,” jelas Ekowati.

Peraturan tersebut, tambahnya, hanya untuk mengendalikan peredaran dan iklan rokok serta lokasi-lokasi khusus untuk itu. “Aturan itu tidak melarang industri rokok atau melarang merokok atau menutup pabrik rokok, tapi mengendalikan peredarannya, termasuk menempatkan gambar-gambar bahaya merokok di kotak rokok,” sebutnya.

Prof Sutomo Kasiman dalam paparannya menjelaskan, peningkatan PTM di Indonesia terus terjadi setiap tahun. Sesuai data, kematian akibat penyumbatan pembuluh darah mencapai 28,7 persen. Salah satu faktor resikonya akibat rokok. (mag- 19)

Artikel Terkait

spot_imgspot_imgspot_img

Terpopuler

Artikel Terbaru

/