MEDAN, SUMUTPOS.CO – Tingginya angka kekerasan terhadap perempuan dan anak, mulai dari KDRT (kekerasan dalam rumah tangga), hingga kejahatan seksual yang akhir-akhir ini sangat mengkhawatirkan, menyebabkan Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Perempuan dan Anak, meningkatkan perhatian. Wartawan pun diajak dan dimotivasi agar lebih sering melakukan jurnalisme investigasi yang responsif gender.
“Data Komnas perempuan, setiap 1 jam ada 28 perempuan mengalami kekerasan di Indonesia. Survei Kementerian PP dan PA, Kementerian Sosial, dan Badan Pusat Statistik tahun 2014, satu dari 3 anak laki-laki dan 1 dari 6 anak perempuan mengalami kekerasan. Semua masalah ini perlu segera diatasi melalui penanganan yang sistemik dan komprehensif, bekerja sama dengan insan media,” kata Marah Sakti Siregar, pengurus Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) Pusat, saat menjadi pemateri dalam Pelatihan Pengarusutamaan Gender (PUG) serta Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak, di Medan, Rabu (13/9/2017)
Melalui peliputan dan penulisan berpola investigasi di media massa, menurut Marah Sakti, kasus-kasus kekerasan dan eksploitasi terhadap perempuan dan anak, termasuk perdagangan perempuan dan anak, dapat diungkapkan kepada publik agar dapat diselesaikan sesuai aturan hukum.
“Dengan pemberitaan responsif gender, diharapkan akan timbul efek jera dan jeri bagi siapa saja para pelaku tindak kekerasan, eksploitasi perempuan dan anak, termasuk para pelaku perdagangan manusia (perempuan dan anak),” kata mantan Pemred Majalah Editor ini, dalam acara pelatihan yang digelar Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA) bekerja sama dengan PWI Sumut tersebut.
Dengan liputan yang responsif gender, wartawan diharapkan mengungkap dan membongkar pelbagai tindak kekerasan perempuan dan anak, mengungkap dan membongkar praktik perdagangan manusia, dan mengungkapkan pelbagai kasus ketidakadilan dalam akses ekonomi terhadap perempuan.
Adapun jurnalisme investigasi, jelas Marah Sakti, adalah kegiatan peliputran dan penulisan berita/fakta secara selidik oleh wartawan, dalam rangka mengungkapkan fakta/perbuatan ilegal yang tersembunyi atau disembunyikan orang/kelompok orang untuk kepentingannya, yang merugikan kepentingan masyarakat/publik/negara.
“Jadi, para wartawan… lakukanlah jurnalisme investigasi khususnya menyangkut eksplotasi perempuan dan anak. Hasil jurnalisme investigasi dianggap maksimal mencapai sasaran, jika kebenaran atau fakta kejahatan yang diungkapnya, kemudian ditangani secara semestinya oleh pihak yang berkepentingan, sehingga kemungkinan kerugian publik/masyarakat dapat dihindari. Atau… hukum dan ketidakadilan bisa ditegakkan!” kata Marah Sakti. (dame)