25 C
Medan
Sunday, July 7, 2024

Ini Saja Masih Kebas Hidung Saya…

istimewa TUNJUKKAN BUKTI: Muhammad Fatar (36), menunjukkan sarung tangan karet yang tinggal di tubuhnya pascaoperasi di RS Martha Friska Medan.
istimewa
TUNJUKKAN BUKTI: Muhammad Fatar (36), menunjukkan sarung tangan karet yang tinggal di tubuhnya pascaoperasi di RS Martha Friska Medan.

MEDAN, SUMUTPOS.CO- Muhammad Fatar (36), korban dugaan malapraktik di Rumah Sakit Martha Friska, Jalan Multatuli Medan belum bisa bernafas lega. Pasalnya, pihak rumah sakit berjanji akan melakukan pemeriksaan lanjut berupa endoskopi untuk melihat apakah ada benda asing lainnya (sebelumnya sarung tangan karet) yang tertinggal di tubuh Fatar.

Hal ini terungkap dalam Rapat Dengar Pendapat (RDP) bersama pimpinan DPRD Medan bersama Komisi B, Ikatan Dokter Indonesia (IDI) Kota Medan, dan RS Martha Friska, Senin (12/10).

Dalam rapat yang berlangsung di ruangan kerja Ketua DPRD Medan, Henry Jhon Hutagalung itu, Fatar menceritakan betapa khwatirnya jika ada benda asing lainnya di dalam tubuhnya. Dirinya pun mengaku masih merasakan kebas di sekitar hidungnya.

“Wajar kalau saya khawatir. Ini saja masih kebas hidung saya,” ujarnya.

Perwakilan RS Martha Friska, dr Olivia M Kes, selaku Direktur Penunjang Medik di Rumah Sakit Martha Friska, mengaku siap untuk melakukan pengecekkan isi tubuh Fatar dengan endoskopi. Namun, ia mengatakan setiap tindakan medis pasti ada risikonya sekecil apapun itu. Sehingga, Fatar harus siap dengan risiko dari endoskopi.

“Kemarin pak Fatar bilang minta di CT Scan. Tapi itu enggak bisa untuk melihat isi tubuh. Yang bisa itu endoskopi. Tapi endoskopi itu harus dibius, karena ada selang panjang yang akan di masukkan ke dalam tubuh. Kalau tidak nanti akan sakit,” ujarnya.

Hadir pula dokter spesialis THT, dr Ita L Roderthani Sp THT KL dokter yang melakukan operasi tersebut kepada Fatar.  Dirinya mengaku operasi yang dilakukan terhadap Fatar sudah sesuai dengan standar operasional prosedur (SOP).  Sarung tangan yang disebut tampon itu memang harus diletakkan di dalam hidung pasien operasi sinusitis. Ini untuk mencegah pendaharan pascaoperasi. Lalu bagaimana bisa tertelan? Ita mengatakan bahwa itu dikarenakan pasien bernapas lewat hidung. Sebab seharusnya pasien bernapas dengan menggunakan mulut.

“Hari Sabtu kami periksa masih ada tampon itu di hidungnya. Lagi pula jika tertelan tampon itu, 6 jam kemudian akan keluar saat BAB. Itu pasti keluar. Jadi kalau ditanya prosedurnya bagaimana ya tidak ada masalah,”ujarnya.

Dari analisis yang dilakukan oleh pihak IDI, RS.Martha Frsika pun dinyatakan tidak melakukan malapraktik. Hal ini dikatakan ketua IDI kota Medan, dr H Ramlan Sitompul, SpTHT-KL. Namun yang terjadi adalah merupakan risiko medis. Sehingga pihak RS tidak akan dijatuhi sanksi apapun.

Sementara itu, yang dinamakan malapraktik adalah kesengajaan dari dokter melakukan tindakan medis di luar SOP. Lalu tenaga medis yang melakukan tindakan medis tidak kompeten.

“Ini risiko medis. Apa itu? Risiko medis adalah kondisi di mana dokter tidak menginginkan hal itu terjadi apalagi pasien. Inilah salah satu contohnya,” ujarnya.

Ketua DPRD Medan, Henry Jhon Hutagalung yang didampingin wakil ketua DPRD Medan, Ihwan Ritonga meminta kepada RS Martha Friska agar bisa meningkatkan pelayanan. Sebab seharusnya lerawat di RS sudah mengetahui kalau tampon yang berada di dalam hidung Fatar sudah tidak ada. Juga mengenai padamnya listrik saat Fatar hendak dioperasi, itu juga menjadi catatan penting bagi RS Martha Friska untuk melakukan perbaikan. ”Bayangkan kalau ada operasi besar waktu itu. Lampu mati orangnya pun mati,” ujarnya. (dik/azw)

istimewa TUNJUKKAN BUKTI: Muhammad Fatar (36), menunjukkan sarung tangan karet yang tinggal di tubuhnya pascaoperasi di RS Martha Friska Medan.
istimewa
TUNJUKKAN BUKTI: Muhammad Fatar (36), menunjukkan sarung tangan karet yang tinggal di tubuhnya pascaoperasi di RS Martha Friska Medan.

MEDAN, SUMUTPOS.CO- Muhammad Fatar (36), korban dugaan malapraktik di Rumah Sakit Martha Friska, Jalan Multatuli Medan belum bisa bernafas lega. Pasalnya, pihak rumah sakit berjanji akan melakukan pemeriksaan lanjut berupa endoskopi untuk melihat apakah ada benda asing lainnya (sebelumnya sarung tangan karet) yang tertinggal di tubuh Fatar.

Hal ini terungkap dalam Rapat Dengar Pendapat (RDP) bersama pimpinan DPRD Medan bersama Komisi B, Ikatan Dokter Indonesia (IDI) Kota Medan, dan RS Martha Friska, Senin (12/10).

Dalam rapat yang berlangsung di ruangan kerja Ketua DPRD Medan, Henry Jhon Hutagalung itu, Fatar menceritakan betapa khwatirnya jika ada benda asing lainnya di dalam tubuhnya. Dirinya pun mengaku masih merasakan kebas di sekitar hidungnya.

“Wajar kalau saya khawatir. Ini saja masih kebas hidung saya,” ujarnya.

Perwakilan RS Martha Friska, dr Olivia M Kes, selaku Direktur Penunjang Medik di Rumah Sakit Martha Friska, mengaku siap untuk melakukan pengecekkan isi tubuh Fatar dengan endoskopi. Namun, ia mengatakan setiap tindakan medis pasti ada risikonya sekecil apapun itu. Sehingga, Fatar harus siap dengan risiko dari endoskopi.

“Kemarin pak Fatar bilang minta di CT Scan. Tapi itu enggak bisa untuk melihat isi tubuh. Yang bisa itu endoskopi. Tapi endoskopi itu harus dibius, karena ada selang panjang yang akan di masukkan ke dalam tubuh. Kalau tidak nanti akan sakit,” ujarnya.

Hadir pula dokter spesialis THT, dr Ita L Roderthani Sp THT KL dokter yang melakukan operasi tersebut kepada Fatar.  Dirinya mengaku operasi yang dilakukan terhadap Fatar sudah sesuai dengan standar operasional prosedur (SOP).  Sarung tangan yang disebut tampon itu memang harus diletakkan di dalam hidung pasien operasi sinusitis. Ini untuk mencegah pendaharan pascaoperasi. Lalu bagaimana bisa tertelan? Ita mengatakan bahwa itu dikarenakan pasien bernapas lewat hidung. Sebab seharusnya pasien bernapas dengan menggunakan mulut.

“Hari Sabtu kami periksa masih ada tampon itu di hidungnya. Lagi pula jika tertelan tampon itu, 6 jam kemudian akan keluar saat BAB. Itu pasti keluar. Jadi kalau ditanya prosedurnya bagaimana ya tidak ada masalah,”ujarnya.

Dari analisis yang dilakukan oleh pihak IDI, RS.Martha Frsika pun dinyatakan tidak melakukan malapraktik. Hal ini dikatakan ketua IDI kota Medan, dr H Ramlan Sitompul, SpTHT-KL. Namun yang terjadi adalah merupakan risiko medis. Sehingga pihak RS tidak akan dijatuhi sanksi apapun.

Sementara itu, yang dinamakan malapraktik adalah kesengajaan dari dokter melakukan tindakan medis di luar SOP. Lalu tenaga medis yang melakukan tindakan medis tidak kompeten.

“Ini risiko medis. Apa itu? Risiko medis adalah kondisi di mana dokter tidak menginginkan hal itu terjadi apalagi pasien. Inilah salah satu contohnya,” ujarnya.

Ketua DPRD Medan, Henry Jhon Hutagalung yang didampingin wakil ketua DPRD Medan, Ihwan Ritonga meminta kepada RS Martha Friska agar bisa meningkatkan pelayanan. Sebab seharusnya lerawat di RS sudah mengetahui kalau tampon yang berada di dalam hidung Fatar sudah tidak ada. Juga mengenai padamnya listrik saat Fatar hendak dioperasi, itu juga menjadi catatan penting bagi RS Martha Friska untuk melakukan perbaikan. ”Bayangkan kalau ada operasi besar waktu itu. Lampu mati orangnya pun mati,” ujarnya. (dik/azw)

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/