MEDAN, SUMUTPOS.CO – Badan Kepegawaian Daerah (BKD) Setdaprovsu mengindikasikan bahwa pemecatan dengan tidak hormat (PDTH) terhadap aparatur sipil negara (ASN) kemungkinan bertambah. Saat ini, BKD sedang menghimpun putusan hukum berkekuatan tetap (inkrah) atas para ASN yang pernah terjerat kasus hukum.
“Bisa saja (jumlahnya) bertambah dari 25 orang sebelumnya. Kalau dapat putusan inkrah dari pengadilan akan kita proses pemecatannya,” kata Kepala BKD Setdaprovsu Kaiman Turnip kepada Sumut Pos, Jumat (13/1).
Kebijakan ini dengan berat hati pihaknya lakukan mengingat sudah ada perintah melalui surat keputusan bersaman
(SKB) tiga menteri, yakni BKN, Menpan RB dan Kemendagri. Terutama bagi ASN yang sudah menjalani hukuman dan kasusnya dinyatakan inkrah oleh pengadilan.
“Poinnya di situ. Selama sudah ada putusan inkrah maka akan kita proses (pemecatannya). Sebenarnya lebih 33 orang yang dipecat, tapi tak elok saya sebutkan berapa jumlahnya. Yang jelas akan ada penambahan selama putusan inkrah sudah ada. Untuk nama-namanya mohon maaf saya tak bisa sebut karena ini rahasia,” katanya.
Saat disinggung bahwa Pemprov Gorontalo masih menunda proses PDTH terhadap ASN bermasalah hukum sesuai SKB tiga menteri itu, sementara Pemprovsu begitu cepat menindaklanjuti kebijakan dimaksud, Kaiman menegaskan penundaan itu dilakukan karena adanya gugatan ke Mahkamah Konstitusi atas UU No.5/2014 tentang ASN.
“Jadi bukan atas kebijakan PDTH. Itu beda kasus. Gugatan itu atas UU ASN. Tapi kalau memang nanti gugatan itu dimenangkan dan kebijakan PDTH ini dihapuskan, ya kita akan pulihkan lagi status kawan-kawan ASN tersebut. Tapi daerah lain juga sudah banyak melakukannya. Contohnya DKI, mereka itu malah lebih jumlah ASN yang dipecat 90 orang lebih. Jadi data BKN itu pun tidak benar sepenuhnya. Pada konteks ini, menunda keputusan artinya turut serta melaksanakan korupsi. Ada salah satu pasal menyebutkan begitu dalam SKB tersebut. Makanya aturan itu tinggal dijalankan saja,” papar dia.
Sumut Pos peroleh informasi bahwa dalam SK PDTH Gubsu Edy Rahmayadi atas 25 ASN sebelumnya ternyata tidak tercantum dasar mengambil keputusan yakni SKB tiga menteri. Disinggung ihwal ini, Kaiman membenarkannya. Namun dijelaskannya bahwa SKB itu sifatnya dibacakan untuk ditindaklanjuti dan tak mesti terlampir dalam SK.
“SKB itu kan bagian dari regulasi yang ada tentang ASN. Pedomannya juga diambil dari UU ASN dan regulasi terkait lainnya. Dia gak mesti ada dikonsederan SK gubernur itu,” katanya.
Ditanya lebih jauh soal ASN yang terkena PDTH berlaku mulai tahun kapan atau apakah bisa sebuah kebijakan berlaku surut, ia menerangkan bahwa jika mau diikuti ketentuan yang berlaku, sejak 1966 itu akan diproses semua. “Cuma dalam hal ini, kami akan proses PDTH selama sudah ada putusan inkrah dari pengadilan. Sekali lagi saya katakan, bahwa kuncinya ketika sudah inkrah. Inkrah itukan artinya ketika sudah tidak ada lagi upaya hukum lain,” pungkasnya.
Diberitakan sebelumnya, tepat 1 Januari 2019, Gubsu Edy Rahmayadi mengeluarkan SK PDTH terhadap 25 ASN dilingkungan Pemprovsu. Ke-25 ASN tersebut terpaksa dipecat dengan tidak hormat, lantaran tersangkut kasus hukum atas kewenangan jabatan.
“Selama itu sudah inkrah, pasti dipecat. Kalau belum inkrah tak baik dipecat, nanti kan salah,” kata Gubsu Edy Rahmayadi menjawab wartawan di Kantor Gubsu, Jl. P Diponegoro Medan, Rabu (2/1).
Edy menolak menyebut nama-nama ASN yang sudah dilakukan PDTH. Tetapi menurutnya terkhusus nama-nama ASN yang sudah inkrah dan dilakukan PDTH, wajar untuk disampaikan ke publik. “Kalau tahu-tahu belum inkrah lalu disampaikan, kan malu dia (ASN) nantinya. Makanya tunggu inkrah,” katanya. (prn/ila)