MEDAN, SUMUTPOS.CO – Banyak persoalan yang muncul akibat pandemi Covid-19. Khusus di sektor bisnis, tidak sedikit pengusaha yang kehilangan omsetnya, hingga gulung tikar. Namun masih memiliki kewajiban untuk membayar bantuan permodalan yang dimanfaatkan dari perbankan.
Karenanya, masyarakat diimbau untuk kritis. Sebab pemerintah telah mengucurkan beragam program untuk membantu dan meringankan beban masyarakat termasuk pelaku usaha. Seperti melalui restrukturisasi kredit maupun relaksasi.
“Pelaku usaha itu jangan diam, harus kritis,” kata Kepala Ombudsman RI Perwakilan Sumut, Abyadi Siregar saat menjadi narasumber dalam sharing dan diskusi yang digelar Komunitas Kredit Macet (KKM) di Bakmi Jonlau Citraland Gama City, Sabtu (12/2).
Sebab, lanjutnya, beragam fasilitas dan kebijakan pemerintah tersebut meskipun instruksi presiden, program tersebut tidak teraplikasikan. Masyarakat, ternyata tidak bisa dengan mudah mendapatkannya, karena perbankan tidak memiliki standar operasional prosedur (SOP) yang jelas.
Alhasil, di tengah kondisi pandemi Covid-19, satu per satu aset pelaku usaha yang dijadikan agunan dalam mengembangkan usahanya, ‘dipaksa’ dilelang. Padahal gagal bayar yang dialami pelaku usaha, bukan karena kemauan tidak memenuhi kewajiban, melainkan disebabkan bencana non alam, pandemi Covid-19.
Dalam diskusi dan sharing yang berlangsung sekira dua ini, Abyadi mengimbau agar pelaku usaha harus gigih dan kritis mempertanyakan setiap
informasi dari kebijakan pemerintah kepada penyelenggara layanan publik tersebut.
Sebab, lanjutnya, kebijakan yang diberikan pemerintah ketika masa pandemi, tujuannya untuk meringankan beban dan memberikan kelonggaran pembiayaan bagi masyarakat termasuk para pelaku usaha.
Namun sayangnya, informasi dari kebijakan dan program pemerintah ini, tidak detail. Sehingga banyak masyarakat yang dibuat bingung untuk mendapatkan keringanan – keringanan tersebut.
“Misalnya soal restrukturisasi dan relaksasi, itu para pelaku usaha benar-benar bingung, karena bagaimana standar untuk mendapatkannya itu nggak dijelaskan dengan detail kepada masyarakat, kepada pengusaha,” ujarnya.
“Karena itulah masyarakat dan pengusaha harus gigih dan kritis. Ketika mengalami kasus seperti ini, silakan bertanya dulu ke penyelenggara, layanannya apakah bank atau apa. Ketika nanti itu tidak dapat menindaklanjuti, baru boleh melapor ke Ombudsman. Nanti kita akan bisa bantu untuk menyelesaikannya, karena ada beberapa case yang kita hadapi, yang kita tangani seperti itu,” terangnya.
Dalam kesempatan tersebut Abyadi juga menyebutkan sebagai lembaga negara yang mengawasi pelayanan publik, Ombudsman memiliki kewenangan untuk memeriksa lembaga yang ada kepentingan masyarakat didalamnya.
Dia juga menyebutkan kasus pelayanan publik yang ditangani Ombudsman, seluruh urusan rakyat yang ada d pemerintahan, yang harus dilakukan dengan standar. “Jadi dalam menyelenggarakan pelayanan publik itu, mereka harus punya standard layannya,” ujarnya.
Dalam kesempatan yang sama, Abyadi menyebutkan di tahun 2020, Ombudsman membuka posko pengaduan online untuk menjawab berbagai persoalan yang dihadapi publik dari kebijakan yang diterapkan pemerintah.
Melalui Posko pengaduan terdampak Covid-19 yang dibuka selama 5 bulan sejak April 2020, pihaknya menerima 81 laporan, namun 16 di antaranya ditolak karena tidak memenuhi syarat. Dari jumlah tersebut, 71 kasus soal bansos, 2 kesehatan dan 5 keuangan.
Dari data tersebut, ada pengaduan keuangan yang bisa dimediasi, dengan tidak merugikan yang dapat diselesaikan
Sebelumnya inisiator KKM, So Tjan Peng menyebutkan tujuan digelarnya diskusi ini salah satunya agar anggota jangan merasa berdosa karena terjerat kredit macet. Karena sebenarnya tidak pernah ada niat untuk tidak membayar hutang.
Sebelumnya, Ombudsman berhasil menggagalkan eksekusi rumah warga di Mamuju, setelah menindaklanjuti pengaduan masyarakat terkait dugaan maladministrasi berupa penyimpangan prosedur oleh PNM Ulam Cabang Mamuju pada proses pengajuan lelang hak tanggungan debitur ke Kantor KPKNL Palopo, eksekusi obyek lelang sebuah rumah milik Hj. Najmah.
Berdasarkan hasil mediasi Ombudsman RI Sulawesi Barat, pemenang lelang bersedia mengembalikan rumah tersebut kepada Hj. Najmah dengan syarat mengganti biaya pembelian. (sih/ila)