Perubuhan Warung di Sisingamangaraja Buah Konflik UISU Pimpinan Sariani dan Helmi (3/Habis)
Konflik UISU pimpinan Sariani dan Helmi terus membuka luka. Pemuda setempat yang diberi kepercayaan oleh Kubu Helmi kini merasa terkhianati. Ujung-ujungnya, Rusdi sang penyewa lahan menjadi korban.
Zulkifli-Adlansyah, Medan
”Kami tetap akan mempertahankan lahan yang sudah kami sewa dari pihak yayasan UISU, walau harus ada pertumpahan darah. Jangan mentang-mentang ada investor yang melirik lahannya, kami yang sudah membayar sewa tidak diperhatikan,” kata Rusdi saat disambangi Sumut Pos belum lama ini.
Kekecawaan lelaki berusia 38 tahun ini memang sudah sampai diujung. Bagaimana tidak, Rusdi telah menyewa lahan tersebut secara legal. Dia menyewa melalui penyewa pertama bernama Bu Haji yang diwakilkan oleh anaknya Muhfti SE sebesar Rp16 juta di atas kwitansi yang ditandatangani. Kemudian, Rusdi juga membayar uang sewa kepada pengelola lahan yang merupakan pemuda setempat (PS) bernama Edy sebesar Rp10 juta di atas kwitansi dengan materai.
“Dalam perjanjiannya, Bu Haji yang diwakilkan anaknya si Muhfti menjamin kalau tak ada sengketa di lahan ini dengan pihak lain. Sedangkan PS yang ditunjuk pihak yayasan sebagai koordinator yayasan UISU akan terus memperjuangkan uang sewa kami yang sudah diterimanya untuk dikembalikan,” ujarnya yang ditemani istrinya, Elvita Agustina dengan sedih.
Naas, setelah sebulan, pihak Kecamatan Medan Kota dan Kelurahan Teladan Barat yang dituding sebagai aksi pesanan dari pihak yayasan UISU membongkar paksa warung dengan mencari-cari kesalahan. “Memang janjinya lahan ini tidak boleh diberikan lagi kepada orang lain. Tetapi, alasan pembongkaran yang dilakukan hanya mencari kesalahan para pemilik warung lainnya yang diduga menyediakan arena judi, lokasi maksiat dan travel. Itu sudah tidak masuk akal, kalau memang kami menyediakan itu, pasti masyarakat sekitar sudah protes,” jelasnya lagi dengan kesal.
Tak pelak hal ini sangat merugikan Rusdi. Apalagi, dia telah merehab warung yang disewanya itu dan menghabiskan dana Rp40 juta. “Sebelum pembongkaran, saya ada dipanggil oleh Camat Medan Kota, Parlindungan ke kantornya. Dia menyarankan akan mengganti rugi seluruh bangunan yang sudah dibangun sebelum dibongkarnya dengan membayar Rp20 juta. Kalau hanya segitu, tidak sesuai dengan modal yang sudah saya keluarkan,” terang Rusdi.
Dalam pertemuan itu, Rusdi mengatakan akan hengkang jika ganti ruginya pas. “Saya kembali menyarankan untuk ditambah menjadi Rp40 juta walau itupun sudah rugi sedikit, kami bukan mau bertahan atau menguasai tanah ini. Kami hanya meminta keadilan saja karena kami sudah dirugikan,” tegasnya.
Rusdi tambah kecewa karena pihak kecamatan dan kelurahan terkesan tidak membela warga, tapi malah berpihak ke yayasan. “Penjelasan kami tidak diterimanya dan menyarankan kami keluar dari ruangannya kalau tidak mau menerima uang ganti rugi sebesar Rp20 juta yang diberikannya,” jelas Rusdi.
Sedangkan untuk pemilik warung lainnya, tambahnya, sudah menerima uang yang diberikan oleh camat sebesar Rp20 juta. “Kalau pedagang lainnya, sudah tidak mempertahankan lahan yang sudah disewanya. Karena mereka sudah menerima uang yang diberikan Camat. Kalau menurut saya pedagang lainnya tidak rugi karena mereka sudah lama berjaualan di sini dan sewanya pun sudah hampir habis. Sementara saya, baru memulai sewa dan belum ada menuai hasil sudah ditindas,” jelasnya.
Pengakuan Rusdi, dia telah bertemu dengan pihak yayasan UISU yang diwakili sang ketua Helmi Nasution dan Iwan Bahrum Jamil. Dalam pertemuan itu, Rusdi disalahkan karena menyewa lahan dengan orang yang tak tepat. “PS sudah tidak ditunjuk lagi sebagai kordinator yayasan,” ungkap mengulangi kalimat Helmi dan Iwan.
Pernyataan ini tak pelak membuat PS berang. Mereka merasa dikhianati. Bagaimana tidak, PS-lah yang membantu Helmi cs merebut UISU dari kubu Sariani beberapa tahun silam. “Mereka lupa, mereka telah memandatkan kepada kami untuk mengelolah tanah itu. Jika tak percaya tanyakan saja Bang Iwan (Iwan Bahrum Jamil, Red),” jelas Edy, sang koordinator pengelolah lahan yang berada di samping Fakultas Pertanian UISU itu.
Edy makin geram karena pihak yayasan yang dipimpin Helmi seakan buang badan. Padahal, pihak yayasan seperti Iwan Bahrum Jamil dan Haris Bahrum Jamil menikmati uang sewa tersebut. Sebagai pengelola pun, menurut Edy, PS tidak bisa sesuka hati. “Tapi, kami ada kesepakatan dengan dengan Bang Iwan (Iwan Bahrum Jamil, Red) dan uangnya juga sebagian kami serahkan ke dia. Jadi kami tidak menyewakan tanah sesuka kami,” ujar Edy.
Dengan dasar percaya dengan yang dikatakan pihak yayasan itulah mereka (PS) berani menyewakan lahan tersebut. “Itu dia, bayangkan saja hal itu. Rusdi menyewa pada kami (pemuda setempat, Red) yang diketahuinya sebagai pengelolah lahan itu karena telah ditunjuk pihak yayasan. Nah, setelah jalan, eh malah yayasan yang menggusur secara sepihak tanpa melibatkan kami,” geram Edy.
Karena itu, pemuda setempat terus memperjuangkan apa yang diusahakan Rusdi. Ini semata demi rasa kemanusiaan yang mereka miliki. “Bang Rusdi harus mendapat ganti rugi jika memang harus hengkang dari tanah itu!” tegas Edy. (*)