25 C
Medan
Tuesday, November 26, 2024
spot_img

Bank Sumut Tak Mau Ganti Uang Mertua Wagubsu, OJK Diminta Ambil Sikap

MEDAN- Korban penipuan oknum pegawai Bank Sumut, H Abdul Aziz Sitorus (80), yang merupakan mertua Wagubsu HT Erry Nuradi, meminta kepada Otoritas Jasa Keuangan (OJK) wilayah Sumut dan Pusat untuk mengambil sikap dalam kasus yang dialaminya.

Logo Bank Sumut
Logo Bank Sumut

Hal tersebut disampaikan kuasa hukumnya, Ibeng S Rani SH kepada Sumut Pos saat ditemui di kantor Advokat Kamaluddin & Associates, Medan, Jalan Airlangga, Kamis (13/3) siang.

“OJK Sumut harus tegas menyikapi ini. Jika tidak ada tindakan nyata, kita akan menyurati OJK Pusat. Kita sudah melayangkan surat kepada OJK Wilayah Sumut. Karena itu, jika dalam minggu ini tidak ada kepastian kita akan layangkan ke pusat,” ujar Ibeng.

“Pokoknya Bank Sumut harus mengembalikan uang nasabahnya. Karena, dari berbagai pengalaman kasus perbankan, bank harus bertanggung jawab,” tegasnya.

Menurut Ibeng, dengan melepas tanggung jawab dalam kasus ini, Bank Sumut telah melanggar AD/ART perusahaan dan SOP serta peraturan perbankan. Artinya, para pegawai Bank Sumut telah mengetahui adanya bilyet deposito berjangka palsu dan menggelar rapat internal, namun tidak ada proses hukum bagi si oknum atau pelaku pada saat itu. Bahkan, para pegawai bank yang hadir dalam pertemuan itu bungkam seribu bahasa dengan membiarkan pelaku pemalsuan bekerja sebagaimana mestinya.

“Pihak Bank Sumut melakukan pembiaran sampai satu bulan. Padahal, manajemen sudah mengetahui adanya transaksi itu. Seharusnya, mereka tidak melakukan pembiaran dan mengamankan RAN saat itu juga. Pihak bank telah mengetahui hal itu pada 6 Februari 2014 lalu, tetapi manajemen hanya diam saja, bukan mengamankan RAN atas dugaan tersebut. Namun kenyataannya, RAN masih berkeliaran di bank tersebut sampai adanya pemberitaan di media massa. Karena itu, ini menunjukkan pihak Bank Sumut melakukan kesalahan SOP terhadap pegawai yang jelas-jelas melakukan pemalsuan tetapi tidak ditindak,” jelas Ibeng.

“Artinya, manajemen bank itu sendiri dengan sengaja membiarkan pelaku pemalsuan bekerja di perusahaan itu sampai adanya komplen dari nasabah yang bersangkutan,” tambahnya.

Untuk itu, sambung Ibeng, pihaknya melakukan pertemuan dan berkoordinasi dengan pihak OJK Regional V Wilayah Sumut. Dalam pertemuan itu, pihaknya mendesak OJK untuk memberikan sanksi kepada Bank Sumut dan segera memanggil para direksi untuk dimintai pertanggungjawabannya. Selain itu, pihaknya juga meminta kepada OJK agar melakukan edukasi kepada para nasabah atau konsumen dalam kaitan kejahatan perbankan.

Lebih lanjut Ibeng mengatakan, semua nasabah bank mengetahui prosedur untuk mendepositokan uangnya. Secara teori, apa yang disampaikan pihak bank melalui sekretaris perusahaan adalah benar. Namun, secara praktik di dalam bank itu sendiri telah banyak melanggar aturan main perbankan.

“Contohnya, ketika seseorang ingin menabung tentunya harus mengikuti prosedur yang ada. Tetapi nasabahnya ini membawa uang sebesar Rp100 juta. Tidak usah naif lah, masa nabung uang Rp100 juta harus ikut mengantri panjang. Apalagi nasabahnya itu memiliki kedekatan personal terhadap beberapa pejabat bank. Karena itu, pihak bank akan mengambil keputusan jalur alternatif,” paparnya.

Sementara itu, Pengamat Ekonomi, Gunawan Benjamin yang dimintai tanggapannya terkait kasus tersebut menyatakan, masalah ini terjadi akibat penyalahgunaan wewenang oleh oknum pegawai, yang kebetulan tempat kejadiannya ada di Bank Sumut. Karena itu, kasus ini juga menyeret Bank Sumut.

“Saya meyakini, salah satu motivasi nasabah tersebut mempercayakan investasinya ke oknum pegawai tersebut juga dikarenakan oknum tersebut berasal dari dunia perbankan (Bank Sumut),” ujarnya kepada Sumut Pos.

Analis ekonomi di salah satu sekuritas BUMN di Kota Medan ini mengatakan, argumen Bank Sumut yang tidak akan membayar sepeser pun kerugian nasabah memang cukup beralasan. Karena proses pembukaan rekening tidak sesuai dengan prosedur yang berlaku.

“Prosedur pembukaan rekening melalui customer service serta uang disetorkan ke teller merupakan prosedur standar yang juga dilakukan semua bank termasuk Bank Sumut. Saya yakin tindakan tersebut bukan merupakan tindakan yang dilakukan Bank Sumut sebagai institusi, namun lebih kepada tindakan salah yang dilakukan seorang oknum pegawai,” jelasnya.

Disinggung adanya beberapa orang lagi yang kemungkinan dirugikan oleh bank yang sama, Gunawan menuturkan, bila hal itu benar sebaiknya melapor saja biar bisa diproses secara hukum. Sehingga, terbukti mana yang salah dan mana yang tidak.

“Saya mencurigai ada motif lain, umumnya adalah menjanjikan imbal hasil atau bunga yang lebih besar dibandingkan produk serupa dari perbankan. Hal inilah yang kerap menjebak para nasabah dengan mempercayakan uangnya untuk dikelola seseorang. Di sinilah masalah yang sering terjadi. Si korban menganggap orang yang dipercaya bekerja untuk institusinya, sementara si oknum justru tidak menegelola uang nasabah sesuai dengan SOP yang berlaku. Kuncinya adalah pemahaman produk oleh nasabah itu sendiri,” ungkap Gunawan.

Lebih lanjut ia mengatakan, di dunia ini tidak ada produk investasi yang memberikan imbalan hasil tinggi dengan resiko yang rendah. Semuanya itu menganut “high risk high return, low risk low return”. Banyak nasabah yang tidak memahami ini dan banyak tertipu dalam produk investasi bodong. “Kalau di nank menawarkan deposito maka bunganya itu atau imbal hasilnya tidak jauh dari besaran BI rate yang saat ini 7,5% per tahun. Kalau ada produk investasi yang memberikan imbalan hasil lebih besar lagi pasti ada risiko lebih besar yang harus ditanggung. Karena, di pasar modal banyak produk investasi yang memberikan imbalan hasil lebih tinggi dari produk Bank, tetapi risikonya pasti lebih besar,” sebutnya.

Di Medan, kata Gunawan, ada banyak produk yang menawarkan keuntungan berlipat dengan membeli produk yang ditawarkan oleh perusahaan futures. Untung bisa berlipat tetapi risikonya juga berlipat. “Bahkan uang kita bisa habis jika kita tidak piawai mengolahnya. Oleh karena itu, kenali dulu manfaat dan risikonya baru buat keputusan investasi. Kealpaan kita dalam hal keuangan dan tergiur dengan imbalan hasil tinggi tanpa mengenali risikonya hanya akan merugikan kita pada saatnya nanti. Sehingga, bila dikaitkan dengan siapakah yang akan menang dalam masalah investasi bodong ini?, biarlah proses hukum yang menilainya. Namun kuncinya ada di oknum pegawai tersebut untuk mengungkap masalah ini. Akan tetapi sejauh saya melihat posisi nasabah yang dirugikan lebih lemah dibandingkan dengan posisi Bank Sumut,” jabarnya.

Namun demikian, Gunawan menyebutkan, upayakan untuk menempatkan semua pihak dalam proses hukum khususnya oknum pegawai tersebut. Karena, di situ nantinya akan terlihat siapa yang harus bertanggung jawab. (mag-8/adz)

MEDAN- Korban penipuan oknum pegawai Bank Sumut, H Abdul Aziz Sitorus (80), yang merupakan mertua Wagubsu HT Erry Nuradi, meminta kepada Otoritas Jasa Keuangan (OJK) wilayah Sumut dan Pusat untuk mengambil sikap dalam kasus yang dialaminya.

Logo Bank Sumut
Logo Bank Sumut

Hal tersebut disampaikan kuasa hukumnya, Ibeng S Rani SH kepada Sumut Pos saat ditemui di kantor Advokat Kamaluddin & Associates, Medan, Jalan Airlangga, Kamis (13/3) siang.

“OJK Sumut harus tegas menyikapi ini. Jika tidak ada tindakan nyata, kita akan menyurati OJK Pusat. Kita sudah melayangkan surat kepada OJK Wilayah Sumut. Karena itu, jika dalam minggu ini tidak ada kepastian kita akan layangkan ke pusat,” ujar Ibeng.

“Pokoknya Bank Sumut harus mengembalikan uang nasabahnya. Karena, dari berbagai pengalaman kasus perbankan, bank harus bertanggung jawab,” tegasnya.

Menurut Ibeng, dengan melepas tanggung jawab dalam kasus ini, Bank Sumut telah melanggar AD/ART perusahaan dan SOP serta peraturan perbankan. Artinya, para pegawai Bank Sumut telah mengetahui adanya bilyet deposito berjangka palsu dan menggelar rapat internal, namun tidak ada proses hukum bagi si oknum atau pelaku pada saat itu. Bahkan, para pegawai bank yang hadir dalam pertemuan itu bungkam seribu bahasa dengan membiarkan pelaku pemalsuan bekerja sebagaimana mestinya.

“Pihak Bank Sumut melakukan pembiaran sampai satu bulan. Padahal, manajemen sudah mengetahui adanya transaksi itu. Seharusnya, mereka tidak melakukan pembiaran dan mengamankan RAN saat itu juga. Pihak bank telah mengetahui hal itu pada 6 Februari 2014 lalu, tetapi manajemen hanya diam saja, bukan mengamankan RAN atas dugaan tersebut. Namun kenyataannya, RAN masih berkeliaran di bank tersebut sampai adanya pemberitaan di media massa. Karena itu, ini menunjukkan pihak Bank Sumut melakukan kesalahan SOP terhadap pegawai yang jelas-jelas melakukan pemalsuan tetapi tidak ditindak,” jelas Ibeng.

“Artinya, manajemen bank itu sendiri dengan sengaja membiarkan pelaku pemalsuan bekerja di perusahaan itu sampai adanya komplen dari nasabah yang bersangkutan,” tambahnya.

Untuk itu, sambung Ibeng, pihaknya melakukan pertemuan dan berkoordinasi dengan pihak OJK Regional V Wilayah Sumut. Dalam pertemuan itu, pihaknya mendesak OJK untuk memberikan sanksi kepada Bank Sumut dan segera memanggil para direksi untuk dimintai pertanggungjawabannya. Selain itu, pihaknya juga meminta kepada OJK agar melakukan edukasi kepada para nasabah atau konsumen dalam kaitan kejahatan perbankan.

Lebih lanjut Ibeng mengatakan, semua nasabah bank mengetahui prosedur untuk mendepositokan uangnya. Secara teori, apa yang disampaikan pihak bank melalui sekretaris perusahaan adalah benar. Namun, secara praktik di dalam bank itu sendiri telah banyak melanggar aturan main perbankan.

“Contohnya, ketika seseorang ingin menabung tentunya harus mengikuti prosedur yang ada. Tetapi nasabahnya ini membawa uang sebesar Rp100 juta. Tidak usah naif lah, masa nabung uang Rp100 juta harus ikut mengantri panjang. Apalagi nasabahnya itu memiliki kedekatan personal terhadap beberapa pejabat bank. Karena itu, pihak bank akan mengambil keputusan jalur alternatif,” paparnya.

Sementara itu, Pengamat Ekonomi, Gunawan Benjamin yang dimintai tanggapannya terkait kasus tersebut menyatakan, masalah ini terjadi akibat penyalahgunaan wewenang oleh oknum pegawai, yang kebetulan tempat kejadiannya ada di Bank Sumut. Karena itu, kasus ini juga menyeret Bank Sumut.

“Saya meyakini, salah satu motivasi nasabah tersebut mempercayakan investasinya ke oknum pegawai tersebut juga dikarenakan oknum tersebut berasal dari dunia perbankan (Bank Sumut),” ujarnya kepada Sumut Pos.

Analis ekonomi di salah satu sekuritas BUMN di Kota Medan ini mengatakan, argumen Bank Sumut yang tidak akan membayar sepeser pun kerugian nasabah memang cukup beralasan. Karena proses pembukaan rekening tidak sesuai dengan prosedur yang berlaku.

“Prosedur pembukaan rekening melalui customer service serta uang disetorkan ke teller merupakan prosedur standar yang juga dilakukan semua bank termasuk Bank Sumut. Saya yakin tindakan tersebut bukan merupakan tindakan yang dilakukan Bank Sumut sebagai institusi, namun lebih kepada tindakan salah yang dilakukan seorang oknum pegawai,” jelasnya.

Disinggung adanya beberapa orang lagi yang kemungkinan dirugikan oleh bank yang sama, Gunawan menuturkan, bila hal itu benar sebaiknya melapor saja biar bisa diproses secara hukum. Sehingga, terbukti mana yang salah dan mana yang tidak.

“Saya mencurigai ada motif lain, umumnya adalah menjanjikan imbal hasil atau bunga yang lebih besar dibandingkan produk serupa dari perbankan. Hal inilah yang kerap menjebak para nasabah dengan mempercayakan uangnya untuk dikelola seseorang. Di sinilah masalah yang sering terjadi. Si korban menganggap orang yang dipercaya bekerja untuk institusinya, sementara si oknum justru tidak menegelola uang nasabah sesuai dengan SOP yang berlaku. Kuncinya adalah pemahaman produk oleh nasabah itu sendiri,” ungkap Gunawan.

Lebih lanjut ia mengatakan, di dunia ini tidak ada produk investasi yang memberikan imbalan hasil tinggi dengan resiko yang rendah. Semuanya itu menganut “high risk high return, low risk low return”. Banyak nasabah yang tidak memahami ini dan banyak tertipu dalam produk investasi bodong. “Kalau di nank menawarkan deposito maka bunganya itu atau imbal hasilnya tidak jauh dari besaran BI rate yang saat ini 7,5% per tahun. Kalau ada produk investasi yang memberikan imbalan hasil lebih besar lagi pasti ada risiko lebih besar yang harus ditanggung. Karena, di pasar modal banyak produk investasi yang memberikan imbalan hasil lebih tinggi dari produk Bank, tetapi risikonya pasti lebih besar,” sebutnya.

Di Medan, kata Gunawan, ada banyak produk yang menawarkan keuntungan berlipat dengan membeli produk yang ditawarkan oleh perusahaan futures. Untung bisa berlipat tetapi risikonya juga berlipat. “Bahkan uang kita bisa habis jika kita tidak piawai mengolahnya. Oleh karena itu, kenali dulu manfaat dan risikonya baru buat keputusan investasi. Kealpaan kita dalam hal keuangan dan tergiur dengan imbalan hasil tinggi tanpa mengenali risikonya hanya akan merugikan kita pada saatnya nanti. Sehingga, bila dikaitkan dengan siapakah yang akan menang dalam masalah investasi bodong ini?, biarlah proses hukum yang menilainya. Namun kuncinya ada di oknum pegawai tersebut untuk mengungkap masalah ini. Akan tetapi sejauh saya melihat posisi nasabah yang dirugikan lebih lemah dibandingkan dengan posisi Bank Sumut,” jabarnya.

Namun demikian, Gunawan menyebutkan, upayakan untuk menempatkan semua pihak dalam proses hukum khususnya oknum pegawai tersebut. Karena, di situ nantinya akan terlihat siapa yang harus bertanggung jawab. (mag-8/adz)

Artikel Terkait

spot_imgspot_imgspot_img

Terpopuler

Artikel Terbaru

/