25 C
Medan
Friday, November 22, 2024
spot_img

Yakin Mau Menghapus Pasal Penodaan Agama? Nih Risikonya

FOTO:MIFTAHULHAYAT/JAWA POS
Massa saat bentrok dengan aparat saat demo di depan Istana Merdeka di Jakarta, Jumat (4/11). Mereka berunjuk rasa menuntut pemerintah untuk mengusut kasus dugaan penistaan agama dengan terlapor Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok.

JAKARTA, SUMUTPOS.CO – Pakar hukum pidana Universitas Trisakti (Usakti) Abdul Fickar Hadjar menyatakan, Pasal 156a KUHP tentang penodaan agama sebaiknya dipertahankan. Menurutnya, jika pasal itu dihapus maka dampaknya justru lebih buruk.

Menurut Fickar, penghapusan Pasal 156a KUHP bisa membuat kasus penodaan agama makin marak. ”Akan terjadi banyak penistaan terhadap ajaran agama,” ujarnya saat dihubungi, Minggu (14/5).

Menurut Fickar, sebaiknya pasal itu tidak dihapus, namun beberapa poinnya diperbaiki. “Pasal 156a masih positif berlaku di Indonesia,” tegasnya.

Lebih lanjut Fickar menjelaskan, jika merujuk sejarah adanya pasal itu maka kesimpulannya adalah keharusan bagi umat beragama untuk saling menghargai. Sehingga bisa tercipta kerukunan dan kedamaian.

“Kesimpulannya harus ada koridor hukum yang dapat menjaga kerukunan antar umat beragama, saling hormat menghormati,” pungkasya.

Seperti diketahui, pasca-mencuatnya kasus penodaan agama yang menjerat Basuki T Purnama alias Ahok, berbagai kalangan menyuarakan penghapusan Pasal 156a KUHP. Alasannya, ketentuan yang mengatur sanksi bagi pelaku penistaan agama itu dianggap pasal karet yang multitafsir.(cr2/JPG)

FOTO:MIFTAHULHAYAT/JAWA POS
Massa saat bentrok dengan aparat saat demo di depan Istana Merdeka di Jakarta, Jumat (4/11). Mereka berunjuk rasa menuntut pemerintah untuk mengusut kasus dugaan penistaan agama dengan terlapor Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok.

JAKARTA, SUMUTPOS.CO – Pakar hukum pidana Universitas Trisakti (Usakti) Abdul Fickar Hadjar menyatakan, Pasal 156a KUHP tentang penodaan agama sebaiknya dipertahankan. Menurutnya, jika pasal itu dihapus maka dampaknya justru lebih buruk.

Menurut Fickar, penghapusan Pasal 156a KUHP bisa membuat kasus penodaan agama makin marak. ”Akan terjadi banyak penistaan terhadap ajaran agama,” ujarnya saat dihubungi, Minggu (14/5).

Menurut Fickar, sebaiknya pasal itu tidak dihapus, namun beberapa poinnya diperbaiki. “Pasal 156a masih positif berlaku di Indonesia,” tegasnya.

Lebih lanjut Fickar menjelaskan, jika merujuk sejarah adanya pasal itu maka kesimpulannya adalah keharusan bagi umat beragama untuk saling menghargai. Sehingga bisa tercipta kerukunan dan kedamaian.

“Kesimpulannya harus ada koridor hukum yang dapat menjaga kerukunan antar umat beragama, saling hormat menghormati,” pungkasya.

Seperti diketahui, pasca-mencuatnya kasus penodaan agama yang menjerat Basuki T Purnama alias Ahok, berbagai kalangan menyuarakan penghapusan Pasal 156a KUHP. Alasannya, ketentuan yang mengatur sanksi bagi pelaku penistaan agama itu dianggap pasal karet yang multitafsir.(cr2/JPG)

Artikel Terkait

spot_imgspot_imgspot_img

Terpopuler

Artikel Terbaru

/