JAKARTA, SUMUTPOS.CO – Pakar hukum pidana Universitas Trisakti (Usakti) Abdul Fickar Hadjar menyatakan, Pasal 156a KUHP tentang penodaan agama sebaiknya dipertahankan. Menurutnya, jika pasal itu dihapus maka dampaknya justru lebih buruk.
Menurut Fickar, penghapusan Pasal 156a KUHP bisa membuat kasus penodaan agama makin marak. ”Akan terjadi banyak penistaan terhadap ajaran agama,” ujarnya saat dihubungi, Minggu (14/5).
Menurut Fickar, sebaiknya pasal itu tidak dihapus, namun beberapa poinnya diperbaiki. “Pasal 156a masih positif berlaku di Indonesia,” tegasnya.
Lebih lanjut Fickar menjelaskan, jika merujuk sejarah adanya pasal itu maka kesimpulannya adalah keharusan bagi umat beragama untuk saling menghargai. Sehingga bisa tercipta kerukunan dan kedamaian.
“Kesimpulannya harus ada koridor hukum yang dapat menjaga kerukunan antar umat beragama, saling hormat menghormati,” pungkasya.
Seperti diketahui, pasca-mencuatnya kasus penodaan agama yang menjerat Basuki T Purnama alias Ahok, berbagai kalangan menyuarakan penghapusan Pasal 156a KUHP. Alasannya, ketentuan yang mengatur sanksi bagi pelaku penistaan agama itu dianggap pasal karet yang multitafsir.(cr2/JPG)
JAKARTA, SUMUTPOS.CO – Pakar hukum pidana Universitas Trisakti (Usakti) Abdul Fickar Hadjar menyatakan, Pasal 156a KUHP tentang penodaan agama sebaiknya dipertahankan. Menurutnya, jika pasal itu dihapus maka dampaknya justru lebih buruk.
Menurut Fickar, penghapusan Pasal 156a KUHP bisa membuat kasus penodaan agama makin marak. ”Akan terjadi banyak penistaan terhadap ajaran agama,” ujarnya saat dihubungi, Minggu (14/5).
Menurut Fickar, sebaiknya pasal itu tidak dihapus, namun beberapa poinnya diperbaiki. “Pasal 156a masih positif berlaku di Indonesia,” tegasnya.
Lebih lanjut Fickar menjelaskan, jika merujuk sejarah adanya pasal itu maka kesimpulannya adalah keharusan bagi umat beragama untuk saling menghargai. Sehingga bisa tercipta kerukunan dan kedamaian.
“Kesimpulannya harus ada koridor hukum yang dapat menjaga kerukunan antar umat beragama, saling hormat menghormati,” pungkasya.
Seperti diketahui, pasca-mencuatnya kasus penodaan agama yang menjerat Basuki T Purnama alias Ahok, berbagai kalangan menyuarakan penghapusan Pasal 156a KUHP. Alasannya, ketentuan yang mengatur sanksi bagi pelaku penistaan agama itu dianggap pasal karet yang multitafsir.(cr2/JPG)