Dampak gempa bumi di Lombok, Nusa Tenggara Barat (NTB), ternyata menyisakan kerugian ekonomi yang besar. Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) telah melakukan penghitungan sementara, atas kerugian akibat gempa bumi di NTB. Baik itu gempa 6,4 SR pada 29 Juli, maupun gempa 7 SR pada 5 Agustus.
Kepala Pusat Data Informasi dan Humas BNPB, Sutopo Purwo Nugroho menyatakan, sementara hasil hitung cepat kerusakan dan kerugian akibat gempa di NTB sekitar Rp5,04 triliun, berdasarkan basis data pada 9 Agustus. Sutopo menegaskan, dipastikan dampak ekonomi akan lebih dari itu.
Kerusakan tersebut diketahui berasal dari sektor permukiman Rp3,82 triliun, infrastruktur Rp7,5 miliar, ekonomi produktif Rp432,7 miliar, sosial budaya Rp716,5 miliar, dan lintas sektor Rp61,9 miliar. Kerugian terbanyak diketahui dari sektor pemukiman yang kenyataan puluhan ribu rumah penduduk rusak berat, bahkan banyak yang rata dengan tanah.
“Secara wilayah, kerusakan akibat gempa paling banyak di Kabupaten Lombok Utara yang mencapai lebih Rp2,7 triliun. Sedangkan di Lombok Barat Rp1,5 triliun, Lombok Timur Rp417,3 miliar, Lombok Tengah Rp174,4 miliar, dan Kota Mataram Rp242,1 miliar. Untuk Bali, masih dilakukan penghitungan,” ungkap Sutopo, dalam keterangan tertulisnya, Senin (13/8).
Sutopo menyampaikan, butuh dana triliunan untuk melakukan perbaikan kembali dalam rehabilitasi dan rekonstruksi. Bahkan, butuh banyak waktu untuk memulihkan kembali kehidupan masyarakat dan pembangunan ekonomi di wilayah NTB.
Dalam pendampingan, Sutopo meyakinkan Pemerintah Pusat akan terus mendampingi masyarakat dan Pemda NTB, bukan hanya saat tanggap darurat saja, tapi saat pascabencana melalui rehabilitasi dan rekonstruksi. “Sebagian besar bantuan yang disalurkan berasal dari pemerintah pusat. Skala penanganan dampak gempa saat ini sesungguhnya sudah nasional,” katanya.
Sementara itu, jumlah korban meninggal terus bertambah. Tercatat ada 436 jiwa menjadi korban meninggal sampai Senin (13/8). Sutopo menyampaikan, sebaran wilayah korban meninggal dunia yakni di Kabupaten Lombok Utara ada 374 orang, Lombok Barat 37 orang, Kota Mataram 9 orang, Lombok Timur 12 orang, Lombok Tengah 2 orang, dan Kota Denpasar 2 orang.
“Jumlah 436 orang meninggal dunia adalah korban yang terdata oleh kepala desa dan babinsa. Korban yang sudah terverifikasi dan ada surat kematian di Disdukcapil tercatat 259 orang,” bebernya.
“Sisanya dalam proses administrasi di Disdukcapil masing-masing kabupaten. Sebagian besar korban meninggal akibat tertimpa bangunan roboh saat gempa,” imbuh Sutopo.
Menurutnya, sampai saat ini korban luka-luka tercatat ada 1.353 orang, yang 783 orang di antaranya luka berat dan 570 orang luka ringan.
Sedangkan, jumlah pengungsi sering berubah, karena siang hari pengungsi kembali ke rumahnya atau bekerja di kebunnya. “Berdasarkan data dari Posko Tanggap Gempa Lombok pada 13 Agustus, pengungsi tercatat 352.793 orang.
Sebaran pengungsi terdapat di Kabupaten Lombok Utara 137.182 orang, Lombok Barat 118.818 orang, Lombok Timur 78.368 orang, dan Kota Mataram 18.368 orang,” papar Sutopo.
Sutopo menjelaskan, evakuasi korban yang tertimbun bangungan runtuh dan longsor masih dilakukan. Distribusi bantuan logistik pun terus dilanjutkan ke seluruh pelosok daerah yang terdampak. Bantuan air bersih dilakukan dengan tanki air, bak-bak penampungan air dan hidran umum di pengungsian pun terus ditambah.
Kendala yang dihadapi, lanjut Sutopo, dalam distribusi logistik adalah banyaknya akses jalan yang rusak, minimnya transportasi bantuan logistik, dan medan yang sempit. Untuk mengatasi ini, disediakan 3 helikopter dari BNPB, TNI, dan Basarnas, untuk distribusi bantuan ke daerah terisolir.
“Kebutuhan mendesak hingga saat ini adalah tenda, selimut, makanan siap saji, terpal alas tidur, MCK, air bersih, perbaikan jaringan komunikasi, penerangan atau listrik, kendaraan untuk distribusi logistik, dan kebutuhan dasar sehari-hari,” pungkasnya. (rgm/jpc/saz)