MEDAN- Peristiwa penganiayaan Pekerja Rumah Tangga (PRT) ternyata menjadi momok sendiri bagi para PRT, apalagi ditambah dengan hukum di Indonesia yang belum mampu berpihak kepada para kaum bawah yang menjadi korban. Para majikan yang melakukan kekerasan terhadap PRT tidak mendapatkan hukuman yang setimpal dengan apa yang ia lakukan.
Salah satu contohnya adalah pelaku kekerasan di Surabaya, Ita yang menganiaya berulang-ulang PRT yang masih berusia 15 tahun, Sunarsih, hingga akhirnya Sunarsih meninggal pada tanggal 12 februari 2001 lalu. Namun pelaku kekerasan terhadap Sunarsih akhirnya lolos dari jeratan hukum.
Padahal hal yang dilakukan kepada PRT jelas tidak manusiawi yakni pemberian upah yang tidak sesuai, tidak ada istirahat, tidak ada libur mingguan, tidak ada alat berkomunikasi, dan sebagainya. Hal inilah yang mendasari Puluhan pekerja rumah tangga yang tergabung dalam Serikat Pekerja Rumah Tangga Sumatera Utara (SPRT-SU) gelar aksi di depan DPRD-SU, Kamis (14/2). Aksi ini juga dilakukan dalam rangka memperingati hari PRT Nasional yang jatuh pada tanggal 15 Februari.
Koordinator aksi, Linda menyampaikan bahwa penetapan Hari Nasional PRT yang jatuh pada tanggal 15 Februari dilatarbelakangi peristiwa penganiayaan PRT anak bernama Sunarsih.
Dalam aksi tersebut, mereka mendesak DPR RI untuk segera membahas dan mensahkan Undang-Undang Perlindungan Pekerja Rumah Tangga. Kordinator aksi SPRT SU, Linda Wahyu Marpaung mengatakan tidak diaturnya pekerja rumah tangga dalam UU No 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan memberi dampak negatif pada diri PRT. Akibat keadaan hukum yang demikian, PRT seringkali mendapat perlakukan yang tidak manusiawi dari pihak majikan.
Sambung Linda, mereka menilai sampai saat ini pemerintah dan DPR RI sama sekali tidak memberikan dan menunjukkan perhatian serta kepeduliannya terhadap PRT. (mag-19/mag-13)