MEDAN- Empat dari lima pasangan Calon Gubernur dan Calon Wakil Gubernur Sumatera Utara telah menyerahkan laporan ke Komisi Pemilihan Umum (KPU) Sumut mengenai jumlah dana yang dipakai selama masa kampanye.
Hasilnya, dari kampanye yang digelar pada 18 februari hingga 3 Maret yang lalu itu, pasangan Gatot Pujo Nugroho dan T Erry Nuradi (GanTeng) menghabiskan dana paling banyak yakni Rp20 miliar.
Data tersebut tercatat dalam Laporan Akhir Rekening Dana Kampanye 4 pasangan calon yang diterima oleh KPU Sumatera Utara. “Kita sudah terima laporan dari 4 pasangan calon yakni Gus Irawan Pasaribu-Soekirman, Effendi Simbolon-Jumiran Abdi, Amri-RE Nainggolan dan Gatot Pujo Nugroho-Tengku Erry Nuradi,” ujar Irham Buana Nasution, di Kantor KPU Sumut, Kamis (14/3)n
Rincian dana pasangan GanTeng adalah jumlah penerimaan sebesar Rp20.204.315.000, jumlah pengeluaran Rp20.167.925.899, dengan saldo akhir sebesar Rp36.389.101.
Di urutan kedua, ada pasangan Gus Irawan Pasaribu-Soekirman (GusMan) dengan jumlah penerimaan sebesar Rp18.025.104.004, jumlah pengeluaran Rp17.913.950.841, dengan saldo akhir yakni sebesar Rp111.153.163.
Pasangan Amri Tambunan-RE Nainggolan (Amri-Re) berada di urutan ketiga terbesar dalam menghabiskan dana saat kampanye. Rinciannya, jumlah penerimaan sebesar Rp5.232.000.000, jumlah pengeluaran Rp5.230.763.000, sehingga saldo akhir hanya sebesar Rp1.237.000.
Di urutan keempat adalah Pasangan Effendi Simbolon-Jumiran Abdi (ESJA) dengan jumlah penerimaan sebesar Rp4.996.500.000 dengan jumlah pengeluaran Rp4.990.431.980, dimana saldo akhir sebesar Rp68.020.
Artinya, jika ditotal, untuk empat pasangan calon dana kampanye habis Rp48 miliar. Irham menyebutkan, dana inilah yang akan diaudit oleh lima auditor dari kantor akuntan publik yang sudah ditunjuk.
Nantinya, masing-masing kantor akuntan publik memeriksa satu pasangan calon untuk diteliti dari mana saja dana kampanye tersebut berasal. “Nanti akan diteliti kebenarannya. Jika selesai, kita akan menyampaikannya kepada masyarakat,” sebut Irham.
Hingga kini, pasangan calon nomor urut 3, yakni Chairuman Harahap-Fadly Nursal belum juga menyampaikan laporan akhir rekening dana kampanye ke KPU Sumut.
Dana kampanye sesuai pengumuman KPU Sumut ini cukup mengejutkan. Pasalnya, sebelumnya KPU Sumut juga merilis dana awal kampanye para calon. Saat itu diumumkan pasangan GusMan menempati jumlah tertinggi besaran dana awal kampanye yakni sebesar Rp9.137.000.000.
Sedangkan urutan kedua ditempati pasangan ESJA yakni sebesar Rp1.553.500.000. Kemudian disusul pasangan GanTeng Rp1.021.000.000, disusul pasangan Chairuman Harahap-Fadly Nursal sebesar Rp202 juta dan terakhir pasangan Amri-RE Rp1.010.000.
Terkait dengan itu, pengamat politik Ahmad Taufan Damanik menilai, Cagub dan Cawagub Sumut tidak sungguh-sungguh dalam memberikan laporan rekening dana kampanye ke KPU Sumut. Dia menilai, dana itu sesukanya saja dilaporkan karena takut diketahui publik.
“Dana kampanye itu susah diselediki. Akuntan yang ditunjuk itu hanya bersifat mengaudit dari mana uang masuk dan uang keluar itu, tidak sampai ke tahap investigasi,” ujar Taufan, kemarin.
Dia menyebutkan, tidak jujurnya pasangan Cagub dalam memberikan laporan dana kampanye ditengarai juga karena mereka takut diketahui publik. “Mereka takut diketahui publik. Lagian, di Indonesia ini tidak ada pihak yang berhak melakukan investigasi aliran dana kampanye dari setiap pasangan calon. Wajar mereka tidak jujur memberikan laporan,” sebutnya.
Dikatakan Taufan, dana kampanye yang banyak sangat menentukan salah satu pasangan calon untuk menang. “Duit yang banyak sangat menentukan. Saat ini kita sudah berada di sistem demokrasi pasar. Liat saja kampanye besar-besaran yang ada di media. Itu sudah menjadi pasar industri. Ujung-ujungnya demokrasi jatuh ke politik pasar,” tegasnya.
Saat diminta membandingkan apakah uang atau kesolidan tim pemenangan yang paling berpengaruh dalam memenangkan pasangan calon, dengan tegas Taufik menjawab kalau duitlah yang paling berpengaruh.
“Duitlah yang paling berpengaruh. Hanya sedikit kosolidan. Akhirnya uang yang memperkuat partai itu. Jadi jika menang, pasangan calon akan berusaha mengembalikan modal dengan cara korupsi. Lihat saja setiap partai saat ini sudah tersandung kasus korupsi,” ungkapnya.
Taufan menyebutkan, selain uang dan kesolidan, ada satu lagi yang mempengaruhi pasangan calon untuk menang dalam setiap Pemilihan Umum yang berlangsung. Yang paling dibutuhkan saat ini adalah popularisme politik.
“Orang-orang tidak menyadari itu. Sekarang sosok calon yang maju itu yang paling berpengaruh ketimbang kelembagaan atau partai.
Contohnya, warga Jakarta saat ini lebih mengenal Jokowi ketimbang partai yang mengusung Jokowi. Ini sangat berbahaya, jika warga hanya mengenaal sosok bukan kelembagaan,” pungkasnya. (ial)