28.9 C
Medan
Monday, June 17, 2024

Dahlan Iskan Pantas Bebas

Yusril menambahkan, keberadaan pabrik keramik yang terletak di Kelurahan Kenayan itu juga melanggar Perda Nomor 4 Tahun 1997 tentang evaluasi rencana tata ruang. Kawasan tersebut hanya diperuntukkan kawasan perdagangan serta jasa dan dilarang untuk industri.

Melihat hal tersebut, Dahlan diperintah Gubernur Jatim Imam Utomo sebagai pemegang saham PT PWU untuk menjual pabrik keramik itu. Alasannya, selain merugi, pemegang saham malu karena pabrik tersebut berada di kawasan yang dilarang perda untuk industri. Menindaklanjuti perintah gubernur tersebut, bersama pemegang saham, Dahlan melaksanakan RUPS luar biasa (LB). Penjualan aset di Tulungagung itu disetujui RUPS LB.

Dalam surat tuntutannya, jaksa menganggap Dahlan ikut bertanggung jawab atas kesalahan pengelolaan keuangan hasil penjualan yang diterima WW karena tidak disertai bukti pertanggungjawaban. Misalnya, fee tim penjualan, biaya pesangon karyawan, pembayaran listrik, dan pengosongan rumah dinas.

Terkait dengan tuduhan menguntungkan diri sendiri, lanjut Yusril, rumusan jaksa sangat mengada-ada. Sebab, sejak awal Dahlan bukan melamar untuk menjadi Dirut, melainkan diminta pemerintah saat itu untuk membantu menyehatkan BUMD.

Dahlan mau menerima permintaan tersebut dengan beberapa syarat. Salah satunya, menolak menerima gaji, tantiem, dan fasilitas-fasilitas lain, termasuk biaya saat kunjungan, baik di dalam maupun luar negeri. Bukan itu saja. Ketika menjadi Dirut, Dahlan secara sukarela bersedia menjadi personal guarantee di Bank BNI saat PT PWU mengajukan kredit untuk mendirikan pabrik karet. Dahlan juga rela meminjamkan uang pribadinya Rp 5 miliar untuk pembangunan gedung Jatim Expo.

Dari alur sejarah yang demikian ikhlas dan dihubungkan dengan konsep menguntungkan diri sendiri, kata Yusril, unsur yang diajukan jaksa sangat kontradiktif. “Sebab, sejak awal menjadi Dirut, sama sekali tidak memiliki keinginan jahat untuk memperdaya PT PWU, tapi bahkan tekor miliaran rupiah,” tegasnya.

Sementara itu, terkait dengan menguntungkan orang lain, dalam hal ini Sam Santoso dari PT Sempulur Adi Mandiri, hal tersebut juga sama sekali tidak terbukti. Sebab, Dahlan mengenal Sam karena dikenalkan oleh WW di Hotel Mirama. Sejak itu, Dahlan tidak pernah lagi bertemu Sam.

Jika dikaitkan dengan penjualan aset, Dahlan sudah melakukannya sesuai norma. Mulai membuat SOP hingga menunjuk ketua tim penjualan. Tim itu salah satunya bertugas menentukan nilai harga jual.

“Ketika SOP itu tidak dilakukan atau disalahgunakan oleh WW, apakah perbuatan tersebut dapat dikonstruksikan sebagai perbuatan terdakwa yang dapat menguntungkan orang lain?” lanjut Agus Dwiwarsono, anggota pengacara lainnya.

Yusril menambahkan, keberadaan pabrik keramik yang terletak di Kelurahan Kenayan itu juga melanggar Perda Nomor 4 Tahun 1997 tentang evaluasi rencana tata ruang. Kawasan tersebut hanya diperuntukkan kawasan perdagangan serta jasa dan dilarang untuk industri.

Melihat hal tersebut, Dahlan diperintah Gubernur Jatim Imam Utomo sebagai pemegang saham PT PWU untuk menjual pabrik keramik itu. Alasannya, selain merugi, pemegang saham malu karena pabrik tersebut berada di kawasan yang dilarang perda untuk industri. Menindaklanjuti perintah gubernur tersebut, bersama pemegang saham, Dahlan melaksanakan RUPS luar biasa (LB). Penjualan aset di Tulungagung itu disetujui RUPS LB.

Dalam surat tuntutannya, jaksa menganggap Dahlan ikut bertanggung jawab atas kesalahan pengelolaan keuangan hasil penjualan yang diterima WW karena tidak disertai bukti pertanggungjawaban. Misalnya, fee tim penjualan, biaya pesangon karyawan, pembayaran listrik, dan pengosongan rumah dinas.

Terkait dengan tuduhan menguntungkan diri sendiri, lanjut Yusril, rumusan jaksa sangat mengada-ada. Sebab, sejak awal Dahlan bukan melamar untuk menjadi Dirut, melainkan diminta pemerintah saat itu untuk membantu menyehatkan BUMD.

Dahlan mau menerima permintaan tersebut dengan beberapa syarat. Salah satunya, menolak menerima gaji, tantiem, dan fasilitas-fasilitas lain, termasuk biaya saat kunjungan, baik di dalam maupun luar negeri. Bukan itu saja. Ketika menjadi Dirut, Dahlan secara sukarela bersedia menjadi personal guarantee di Bank BNI saat PT PWU mengajukan kredit untuk mendirikan pabrik karet. Dahlan juga rela meminjamkan uang pribadinya Rp 5 miliar untuk pembangunan gedung Jatim Expo.

Dari alur sejarah yang demikian ikhlas dan dihubungkan dengan konsep menguntungkan diri sendiri, kata Yusril, unsur yang diajukan jaksa sangat kontradiktif. “Sebab, sejak awal menjadi Dirut, sama sekali tidak memiliki keinginan jahat untuk memperdaya PT PWU, tapi bahkan tekor miliaran rupiah,” tegasnya.

Sementara itu, terkait dengan menguntungkan orang lain, dalam hal ini Sam Santoso dari PT Sempulur Adi Mandiri, hal tersebut juga sama sekali tidak terbukti. Sebab, Dahlan mengenal Sam karena dikenalkan oleh WW di Hotel Mirama. Sejak itu, Dahlan tidak pernah lagi bertemu Sam.

Jika dikaitkan dengan penjualan aset, Dahlan sudah melakukannya sesuai norma. Mulai membuat SOP hingga menunjuk ketua tim penjualan. Tim itu salah satunya bertugas menentukan nilai harga jual.

“Ketika SOP itu tidak dilakukan atau disalahgunakan oleh WW, apakah perbuatan tersebut dapat dikonstruksikan sebagai perbuatan terdakwa yang dapat menguntungkan orang lain?” lanjut Agus Dwiwarsono, anggota pengacara lainnya.

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/