
MEDAN, SUMUTPOS.CO – Direktur Utama (Dirut) Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) dr Pirngadi Medan, dr Amran Lubis mangkir dari panggilan penyidik Unit Tipiter Satreskrim Polresta Medan, untuk menjalani pemeriksaan sebagai tersangka kasus korupsi pengadaan alat-alat kesehatan (alkes) dan keluarga berencana (KB) di rumah sakit yang dipimpinnya, Senin (14/7).
Mangkirnya orang nomor satu di rumah sakit milik Pemko Medan ini diutarakan Kasat Reskrim Polresta Medan, Kompol Wahyu Bram kepada Sumut Pos. “Yang bersangkutan tidak datang. Kuasa hukumnya membawa surat sakit,” jawabnya via seluler.
Bram mengaku, pihaknya segera melakukan pengecekan ke rumah sakit tempat tersangka dirawat. “Apakah benar surat tersebut dikeluarkan oleh rumah sakit itu,” katanya.
Namun, Bram masih enggan menjelaskan secara detail mengenai penyakit yang diderita Amran Lubis. “Tanya penyidiknya saja ya. Saya agak lupa-lupa,” akunya.
Ia menjelaskan, yang bersangkutan kini tengah dirawat di salah satu rumah sakit yang berada di Jakarta. “Dia (Amran Lubis) dirawat di Rumah Sakit Abdi Waluya. Lokasinya di Jakarta. Tadi cuma sekilas saya lihat (surat sakitnya),” ujarnya.
Ditanya sudah yang keberapa kalinya Amran Lubis diperiksa, Bram tak menjawab. Begitu juga mengenai 4 orang lagi yang sudah ditetapkan sebagai tersangka.
Sementara itu, Amran Lubis yang dihubungi Sumut Pos melalui teleponnya mengaku memang sedang dalam keadaan sakit. Namun, ia tidak menyebutkan sakit apa yang sedang dideritanya. “Saya kan dalam keadaan sakit, tidak mungkin saya berada dalam situasi seperti itu. Bagaimana mungkin saya bisa berada di situasi itu,” katanya.
Mengenai keterlibatannya dalam kasus korupsi itu, Amran Lubis mengaku tidak mengetahui banyak hal. “Saya semula yang tidak tahu apa-apa diakhir kasus ini, tapi tiba-tiba jadi terlibat. Karena, pada awalnya kasus ini mencuat saat ditangani direktur utama yang sebelumnya. Jadi, saya juga tidak begitu mengerti soal kasus ini,” dalihnya.
Terkait kasus ini, Amran Lubis terkesan mengeluh lantaran bolak-balik dipanggil penyidik Satreskrim Polresta Medan. “Saya sudah dipanggil sebagai saksi sebanyak 7 kali. Asal dipanggil saya selalu hadir. Jadi, seperti itu lah. Saya mau bilang apalagi dan saya kebingungan. Saya terus dipanggil, terus dipanggil sementara tugas-tugas saya harus dilaksanakan juga. Inikan tentunya menelantarkan pasien-pasien saya. Sebab, saya sebagai ahli jantung, kasihan pasien-pasien saya. Jadi, maunya betul-betul yang bertanggung jawablah sebenarnya dalam kasus ini. Biarlah Tuhan yang membalasnya terhadap orang yang telah menzalami saya,” keluhnya.
Ditanya soal pembelaannya dalam kasus ini, Amran Lubis enggan berbicara banyak. “Biar ajalah, semua itukan Tuhan Yang Maha Esa lebih mengetahui dan saya pasrahkan saja. Sebab, Rasul saja pernah difitnah orang, jadi saya pasrahkan saja. Silahkan hubungi saja kuasa hukum saya,” ujarnya.
Menurutnya, ia tak mau berspekulasi soal apapun yang menyangkut kasus ini. “Saya tidak akan memberi komentar apa-apa, biar Tuhan yang menjawab semua itu. Untuk apa saya berspekulasi dan segala macamnya. Jadi, saya tak mau memberi komentar dan serahkan saja ke proses hukumnya. Kemudian, biar saja Tuhan yang membalas perbuatan-perbuatan yang menzalami saya, seperti itu saja,” tandas Amran Lubis menutup sambungan teleponnya.
Saat dihubungi kembali Senin sore, nomor ponsel Amran Lubis sudah tidak aktif. Hingga Senin petang belum ada kuasa hukum atau pihak terkait memberikan keterangan secara resmi.
Sebelumnya, Kasat Reskrim Polresta Medan, Kompol Wahyu Bram kemarin menyatakan bahwa Amran Lubis dijadwalkan akan diperiksa sebagai tersangka kemarin (14/7). Namun, ketika disinggung sudah keberapa kalinya pemeriksaan terhadap orang nomor satu di rumah sakit milik Pemko Medan ini, Bram masih enggan berbicara lebih jauh. “Besok (kemarin) yang ditunggu-tunggu yang akan dipanggil,” ucap mantan penyidik KPK ini sembari berlalu meninggalkan Sumut Pos di Polresta Medan. Bram pernah mengaku, mengenai penahanan terhadap dr Amran Lubis, ia belum berani memastikan. Dirinya mengaku karakternya bukanlah tipe orang yang mudah melakukan penahanan terhadap seorang tersangka.
“Saya bukan tipe yang gampang menahan orang. Saya itu kepinginnya kita percepat berkas-berkasnya dulu. Setelah ada tanda-tanda dinyatakan lengkap oleh jaksa, barulah kita tahan sekaligus dilimpahkan,” sebut Bram.
Ia menjelaskan, dirinya tak ingin buru-buru menahan dr Amran Lubis.
Karena, bilamana terlalu terburu-buru melakukan penahanan disangsikan akan merugikan penyidik. “Sebab, dalam penahanan itukan ada batas waktunya. Kalau kita terlalu terburu buru melakukan penahanan, ujung ujungnya pahit. Artinya, ditakutkan masa penahanan tersangka ini akan habis. Sementara berkasnya belum lengkap. Seperti yang saya katakan diawal, saya inginnya setelah semua bukti kuat dan lengkap, baru ditahan,” katanya.
Bram menuturkan, untuk masing-masing ketiga tersangka yang sebelumnya ditahan yakni KA, S dan AP kini masa penahanannya telah habis. Ketiganya pun kini dibebaskan demi hukum. “Seperti ketiga tersangka sebelumnya yang ditahan, karena masa penahanannya habis, mereka bebas. Nah, seperti inilah yang saya takutkan. Masa penahanan itukan hanya 120 hari atau 4 bulan,” ucapnya.
Karena ketiga tersangka sudah habis masa penahanannya, Wahyu pun mengaku sudah mengeluarkan surat pencekalan terhadap ketiga tersangka, termasuk Amran Lubis. “Pencekalannya sudah (keluar). Itu (masa pencekalan) kan enam bulan batasnya. Makanya kita ingin cepat tuntaskan berkas-berkasnya,” tukas mantan Kanit I Subdit III Tipikor Ditreskrimsus Poldasu ini.
Dalam kasus ini, lanjut Wahyu, dirinya sempat berspekulasi akan ada tersangka baru lainnya yang muncul. Namun, ketika disinggung mengenai nama-nama tersangka baru itu, mantan penyidik KPK ini belum mau menjabarkannya secara rinci. Ia menyebut, nama tersangka baru itu akan muncul setelah surat perintah dimulainya penyidikan (SPDP) diterbitkan. “Memang ada tersangka baru, tetapi nanti akan ketahuan juga setelah SPDPnya keluar,” tutupnya.
Sebagaimana diketahui, kasus korupsi ini memiliki total anggaran senilai Rp3 miliar dan dananya bersumber dari Direktorat Jendral (Dirjen) Bina Upaya Kesehatan Kementerian Kesehatan (Kemenkes) RI Tahun Anggaran 2012.
Dalam kasus dugaan korupsi tersebut, sudah tiga orang ditetapkan tersangka, di antaranya bernisial KS, S dan AP. KS (45) adalah warga Jalan Setia Budi, selaku pelaksana pekerja sebenarnya atau sub kontraktor yang mengarahkan rekanan PT IGM (Indofarma Global Medical) hingga memenangkan saat tender proyek. S (50) merupakan warga Polonia, selaku pejabat pembuat komitmen (PPK), sedangkan, AP (45) warga Tangerang, selaku pelaksana kontrak.
Modus yang dilakukan para tersangka ini, dengan cara mengarahkan merk dari distributor tertentu untuk dijadikan bahan dalam pelelangan. Selanjutnya, harga di-mark up hingga pembayaran 100 persen kepada rekanan.
KS mendapat keuntungan Rp900 juta dari proyek ini. Sedangkan, S menerima gratifikasi dari KS dengan berangkat ke luar negeri (tiket perjalanan) dan AP menerima keuntungan atau fee sebesar Rp200 juta selaku pelaksana kontrak. (ris/ije)

