25.6 C
Medan
Tuesday, May 14, 2024

Marini Terancam 5 Tahun Penjara

Belajar Mobil di Medan,  SIM Dikeluarkan Polres Tanjung Balai

MEDAN- Guru TK Yayasan Perguruan Buddhis Bodhicitta Medan, Marini (24) resmi ditetapkan sebagai tersangka oleh Satlantas Polresta Medan. Perempuan asal Tanjung Balai yang menabrak 16 orang murid TK dan seorang guru di sekolah itu dikenai Pasal 359 KUHP dengan ancaman hukuman 5 tahun penjara. “Dari hasil penyidikan sementara kecelakaan terjadi akibat human error. Pelaku dikenai Pasal 359 dengan ancaman 5 tahun penjara,” ungkap Kasat Lantas Polresta Medan Kompol M Risya Mustario di ruang Satlantas, Sabtu (3/3).
Berdasarkan hasil pengembangan Satlantas, Risya menjelaskann

pelaku diketahui baru bisa mengendarai mobil setelah melewati kursus belajar mobil di ‘Sumatera Jadi Jaya’ pada Agustus tahun lalu. Hanya saja Surat Izin Mengemudi (SIM) milik pelaku tidak diterbitkan di Medan, melainkan oleh Satlantas Polres Tanjung Balai. “Dari pengakuannya dia baru bisa mengemudikan mobil setelah selesai kursus mobil Agustus tahun lalu. SIM dikeluarkan Polres Tanjung Balai, di Medan kan dia kost saja,” tukas mantan Kasat Lantas Polres Langkat tersebut.

Dari pengakuan tersangka, Risya mengatakan, tabrakan massal itu bermula dari inisiatif pelaku memindahkan mobilnya dari lokasi kecelakaan karena arealnya cukup sempit untuk tempat senam siswa. Saat memindahkan mobil, menurut petugas, pelaku tidak melihat kaca spion sehingga menabrak anak-anak yang berkerumun di belakang mobilnya. Menurut Risya, dari hasil penyelidikan kepolisian, sekolah juga diindikasikan tak memiliki Standar Operasi Prosedur Keselamatan (SOPK) sebagaimana layaknya institusi pendidikan. Alasannya, pekarangan sekolah yang semestinya dimanfaatkan sebagai arena bermain dan olahraga juga difungsikan sebagai tempat parkir mobil sekolah, guru, dan kantor yayasan. Ditanya rincian ketentuan SOPK yang dimaksud kepolisian, Risya mengelak. “Coba kalian tanyakan kembali soal SPOK itu kepada pihak sekolah. Lha masak lapangan olahraga dan parkir dijadikan satu,” katanya.

Semestinya, lanjut Risya, pihak sekolah menata areal sekolah secara proporsional sehingga ada pembagian yang jelas antara lapangan olahraga dan lokasi parkir. “Kalau lokasinya sempit ya, sedari awal dipikirkan untuk membangun parkir basement atau bawah tanah, atau menyewa areal kosong untuk parkir mobil guru dan karyawan,” dia menegaskan.

Risya berjanji segera menuntaskan kasus ini secara transparan. Dia juga mengungkapkan kasus tabrakan yang nyaris merenggut nyawa anak-anak TK itu menjadi atensi khusus Ditlantas Mabes Polri. Risya mengaku dirinya sempat didatangi seseorang pascaperistiwa agar kasus tersebut diselesaikan secara damai, namun dirinya menolak karena tak mau ambil risiko. “Saya katakan pelaku sudah dilakukan BAP (Berita Acara Perkara, Red) dan proses hukumnya terus berlanjut hingga pengadilan,” kata Risya. “Kasus ini menjadi perhatian penuh Mabes Polri jadi harus ditangani serius. Pak Kapolda sudah menginstruksikan agar seluruh korban didata secara lengkap,” dia menambahkan.

Disinggung hasil tes urin pelaku, Risya menyatakan, sampel air seni sudah diserahkan kepada Pusat Kedokteran dan Kesehatan (Pusdokkes) Polresta Medan, namun hasilnya baru diketahui Senin besok. “Kita tunggu saja sampai Senin,” tukasnya.

Sementara itu, Sabtu (3/3) siang atau sehari setelah insiden kecelakaan itu, pihak Satlantas berencana melakukan peninjauan kembali lokasi kejadian dengan menyertakan langsung pelaku. Di lokasi kejadian pihak sekolah memperketat pengamanan dari berbagai pintu sehingga wartawan yang menunggu di luar lokasi sempat mengalami kesulitan melakukan peliputan. “Maaf Bang, ini tak terbuka untuk umum, tapi kalau media ya, boleh masuk,” ujar sekuriti berpakaian preman.

Dari pantauan Sumut Pos siang itu, sekolah yang mayoritas siswanya berasal dari warga keturunan Tionghoa tersebut berjalan tidak normal. Siswa dipulangkan lebih awal dari biasanya lantaran polisi hendak melakukan peninjauan kembali. Dalam kesempatan itu wartawan sempat melihat Marini, pelaku tabrakan, di ruang administrasi Yayasan Perguruan Buddhis Bodhicitta. Marini yang tampak tenang terlihat mengenakan celana jeans biru dibalut jaket abu-abu. Pelaku mengenakan masker di mulutnya.

Ketika petugas Satlantas mengukur titik lokasi kejadian, perempuan yang tinggal di Jalan Beo No 10 A Medan Sunggal itu, tiba-tiba keluar dari ruang persembunyiannya. Kehadiran Marini yang keluar dari ruang administrasi Perguruan Buddhis Bodhocittia sontak membuat perhatian wartawan tertuju kepada dirinya. Para wartawan yang tidak menyia-nyiakan kesempatan langsung menghampiri pengendara Toyota Avanza Matic warna silver dengan plat nomor BK 1272 VQ tersebut. Namun tak sepatah kata pun keluar dari mulut Marini. Insiden keluarnya pelaku dari ruang administrasi sekolah itu membuat Kanit Lakalantas Polresta Medan AKP Juwita terkejut dan menyuruh pelaku kembali masuk ke ruangan administrasi.
“Siapa yang suruh keluar itu, masuk lagi, masuk lagi itu,’” teriak AKP Juwita.
Mendengar perintah AKP Juwita, sejumlah petugas Satlantas dan sekuriti sekolah kembali menggiring pelaku ke ruang adminstrasi dengan pengawalan ketat. Pihak Satlantas akhirnya membatalkan prarekonstruksi pagi itu dan membawa pelaku kembali ke Satlantas Polresta Medan menumpang mobil Jazz warna hitam.

Sementara itu, Direktur Pendidikan Perguruan Buddhis Bodhocittia, Piter Liem mengaku tak tahu-menahu kenapa prarekontruksi pagi itu dibatalkan tiba-tiba. “Saya tak tahu,” katanya.

Ditanyai lebih rinci soal pelaku, dia menjelaskan, pelaku sudah dua tahun bekerja sebagai guru di sekolah tersebut dengan status guru pendamping di TK A3. Sebelumnya pelaku sempat bekerja sebagai staf administrasi di sekolah tersebut.

Alasan pemindahan menjadi guru pendamping di TK A3, menurut Piter, lantaran mahasiswi semester VI IT&B itu dinilai berperangai baik dan memiliki sifat penyayang kepada anak-anak. “Kami lihat orangnya penyayang sekali kepada anak-anak,” katanya.

Terkait penataan lahan parkir yang disinggung pihak kepolisian, Piter mengatakan pihak sekolah akan memikirkan secara serius. “Kami segera evaluasi. Setiap bulan kami memang ada evaluasi,” ucapnya.

Hingga Sabtu (3/3)  kondisi seluruh korban yang dirawat di RS Columbia Asia berangsur membaik. Tercatat 17 siswa TK dan seorang guru yang belakangan diketahui bernama Husin Siagian menjadi korban kecelakaan massal tersebut. Kabar terakhir menyebutkan tujuh siswa masih dirawat secara intensif, sementara siswa dan guru Husni Siagian yang mulai pulih sudah dibolehkan pulang. Ketujuh korban yang masih dirawat intensif adalah Angelia Lucia, Zesica Halim, Sherly Tanglim, Sheren, Josephin, Verenince, dan Kezia. Pihak RS Colombia Asia yang diwakili dr Kianto mengatakan lima korban mengalami patah tulang. Seluruh biaya medis korban di rumah sakit elit yang dulunya bernama RS Gleni itu  ditanggung sepenuhnya oleh pihak sekolah. (gus/jon)

Marini Terancam 5 Tahun Penjara
//Baru 6 Bulan Pegang SIM

Belajar Mobil di Medan,  SIM Dikeluarkan Polres Tanjung Balai

MEDAN- Guru TK Yayasan Perguruan Buddhis Bodhicitta Medan, Marini (24) resmi ditetapkan sebagai tersangka oleh Satlantas Polresta Medan. Perempuan asal Tanjung Balai yang menabrak 16 orang murid TK dan seorang guru di sekolah itu dikenai Pasal 359 KUHP dengan ancaman hukuman 5 tahun penjara. “Dari hasil penyidikan sementara kecelakaan terjadi akibat human error. Pelaku dikenai Pasal 359 dengan ancaman 5 tahun penjara,” ungkap Kasat Lantas Polresta Medan Kompol M Risya Mustario di ruang Satlantas, Sabtu (3/3).
Berdasarkan hasil pengembangan Satlantas, Risya menjelaskann

pelaku diketahui baru bisa mengendarai mobil setelah melewati kursus belajar mobil di ‘Sumatera Jadi Jaya’ pada Agustus tahun lalu. Hanya saja Surat Izin Mengemudi (SIM) milik pelaku tidak diterbitkan di Medan, melainkan oleh Satlantas Polres Tanjung Balai. “Dari pengakuannya dia baru bisa mengemudikan mobil setelah selesai kursus mobil Agustus tahun lalu. SIM dikeluarkan Polres Tanjung Balai, di Medan kan dia kost saja,” tukas mantan Kasat Lantas Polres Langkat tersebut.

Dari pengakuan tersangka, Risya mengatakan, tabrakan massal itu bermula dari inisiatif pelaku memindahkan mobilnya dari lokasi kecelakaan karena arealnya cukup sempit untuk tempat senam siswa. Saat memindahkan mobil, menurut petugas, pelaku tidak melihat kaca spion sehingga menabrak anak-anak yang berkerumun di belakang mobilnya. Menurut Risya, dari hasil penyelidikan kepolisian, sekolah juga diindikasikan tak memiliki Standar Operasi Prosedur Keselamatan (SOPK) sebagaimana layaknya institusi pendidikan. Alasannya, pekarangan sekolah yang semestinya dimanfaatkan sebagai arena bermain dan olahraga juga difungsikan sebagai tempat parkir mobil sekolah, guru, dan kantor yayasan. Ditanya rincian ketentuan SOPK yang dimaksud kepolisian, Risya mengelak. “Coba kalian tanyakan kembali soal SPOK itu kepada pihak sekolah. Lha masak lapangan olahraga dan parkir dijadikan satu,” katanya.

Semestinya, lanjut Risya, pihak sekolah menata areal sekolah secara proporsional sehingga ada pembagian yang jelas antara lapangan olahraga dan lokasi parkir. “Kalau lokasinya sempit ya, sedari awal dipikirkan untuk membangun parkir basement atau bawah tanah, atau menyewa areal kosong untuk parkir mobil guru dan karyawan,” dia menegaskan.

Risya berjanji segera menuntaskan kasus ini secara transparan. Dia juga mengungkapkan kasus tabrakan yang nyaris merenggut nyawa anak-anak TK itu menjadi atensi khusus Ditlantas Mabes Polri. Risya mengaku dirinya sempat didatangi seseorang pascaperistiwa agar kasus tersebut diselesaikan secara damai, namun dirinya menolak karena tak mau ambil risiko. “Saya katakan pelaku sudah dilakukan BAP (Berita Acara Perkara, Red) dan proses hukumnya terus berlanjut hingga pengadilan,” kata Risya. “Kasus ini menjadi perhatian penuh Mabes Polri jadi harus ditangani serius. Pak Kapolda sudah menginstruksikan agar seluruh korban didata secara lengkap,” dia menambahkan.

Disinggung hasil tes urin pelaku, Risya menyatakan, sampel air seni sudah diserahkan kepada Pusat Kedokteran dan Kesehatan (Pusdokkes) Polresta Medan, namun hasilnya baru diketahui Senin besok. “Kita tunggu saja sampai Senin,” tukasnya.

Sementara itu, Sabtu (3/3) siang atau sehari setelah insiden kecelakaan itu, pihak Satlantas berencana melakukan peninjauan kembali lokasi kejadian dengan menyertakan langsung pelaku. Di lokasi kejadian pihak sekolah memperketat pengamanan dari berbagai pintu sehingga wartawan yang menunggu di luar lokasi sempat mengalami kesulitan melakukan peliputan. “Maaf Bang, ini tak terbuka untuk umum, tapi kalau media ya, boleh masuk,” ujar sekuriti berpakaian preman.

Dari pantauan Sumut Pos siang itu, sekolah yang mayoritas siswanya berasal dari warga keturunan Tionghoa tersebut berjalan tidak normal. Siswa dipulangkan lebih awal dari biasanya lantaran polisi hendak melakukan peninjauan kembali. Dalam kesempatan itu wartawan sempat melihat Marini, pelaku tabrakan, di ruang administrasi Yayasan Perguruan Buddhis Bodhicitta. Marini yang tampak tenang terlihat mengenakan celana jeans biru dibalut jaket abu-abu. Pelaku mengenakan masker di mulutnya.

Ketika petugas Satlantas mengukur titik lokasi kejadian, perempuan yang tinggal di Jalan Beo No 10 A Medan Sunggal itu, tiba-tiba keluar dari ruang persembunyiannya. Kehadiran Marini yang keluar dari ruang administrasi Perguruan Buddhis Bodhocittia sontak membuat perhatian wartawan tertuju kepada dirinya. Para wartawan yang tidak menyia-nyiakan kesempatan langsung menghampiri pengendara Toyota Avanza Matic warna silver dengan plat nomor BK 1272 VQ tersebut. Namun tak sepatah kata pun keluar dari mulut Marini. Insiden keluarnya pelaku dari ruang administrasi sekolah itu membuat Kanit Lakalantas Polresta Medan AKP Juwita terkejut dan menyuruh pelaku kembali masuk ke ruangan administrasi.
“Siapa yang suruh keluar itu, masuk lagi, masuk lagi itu,’” teriak AKP Juwita.
Mendengar perintah AKP Juwita, sejumlah petugas Satlantas dan sekuriti sekolah kembali menggiring pelaku ke ruang adminstrasi dengan pengawalan ketat. Pihak Satlantas akhirnya membatalkan prarekonstruksi pagi itu dan membawa pelaku kembali ke Satlantas Polresta Medan menumpang mobil Jazz warna hitam.

Sementara itu, Direktur Pendidikan Perguruan Buddhis Bodhocittia, Piter Liem mengaku tak tahu-menahu kenapa prarekontruksi pagi itu dibatalkan tiba-tiba. “Saya tak tahu,” katanya.

Ditanyai lebih rinci soal pelaku, dia menjelaskan, pelaku sudah dua tahun bekerja sebagai guru di sekolah tersebut dengan status guru pendamping di TK A3. Sebelumnya pelaku sempat bekerja sebagai staf administrasi di sekolah tersebut.

Alasan pemindahan menjadi guru pendamping di TK A3, menurut Piter, lantaran mahasiswi semester VI IT&B itu dinilai berperangai baik dan memiliki sifat penyayang kepada anak-anak. “Kami lihat orangnya penyayang sekali kepada anak-anak,” katanya.

Terkait penataan lahan parkir yang disinggung pihak kepolisian, Piter mengatakan pihak sekolah akan memikirkan secara serius. “Kami segera evaluasi. Setiap bulan kami memang ada evaluasi,” ucapnya.

Hingga Sabtu (3/3)  kondisi seluruh korban yang dirawat di RS Columbia Asia berangsur membaik. Tercatat 17 siswa TK dan seorang guru yang belakangan diketahui bernama Husin Siagian menjadi korban kecelakaan massal tersebut. Kabar terakhir menyebutkan tujuh siswa masih dirawat secara intensif, sementara siswa dan guru Husni Siagian yang mulai pulih sudah dibolehkan pulang. Ketujuh korban yang masih dirawat intensif adalah Angelia Lucia, Zesica Halim, Sherly Tanglim, Sheren, Josephin, Verenince, dan Kezia. Pihak RS Colombia Asia yang diwakili dr Kianto mengatakan lima korban mengalami patah tulang. Seluruh biaya medis korban di rumah sakit elit yang dulunya bernama RS Gleni itu  ditanggung sepenuhnya oleh pihak sekolah. (gus/jon)

Marini Terancam 5 Tahun Penjara
//Baru 6 Bulan Pegang SIM

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/