30 C
Medan
Monday, July 1, 2024

Ethics Care: Tertibkan Motor Knalpot Bising

MEDAN, SUMUTPOS.CO – Kendaraan bermotor, baik mobil maupun sepeda motor, dilengkapi knalpot sesuai standar pabrikan. Namun, tidak jarang sebagian pengguna mengganti atau memodifikasi knalpot bawaan dengan yang tidak standar, sehingga menimbulkan suara bising.

Masalahnya, para pengguna motor akan merasa lebih gahar jika motornya telah menggunakan knalpot free flow (racing), padahal knalpot tidak standar itu menghasilkan polusi suara bahkan sampai memekakkan telinga. “Apalagi suara bising tersebut seringkali terjadi malam hari dan tidak hanya berada dijalan protokol tapi merengsek ke wilayah permukiman warga,” kata Farid Wajdi, Founder Ethics Care dalam keterangan tertulisnya yang diterima SumutPos.co, Jumat (15/7/2022).

Secara hukum, sebut Farid, penggunaan knalpot tidak standar ini tidak dibenarkan, bahkan terdapat sanksi pidananya. Untuk kendaraan dengan knalpot bising ini dapat menjadi salah satu sasaran petugas polisi ketika menetapkan rasio kepatuhan lalu lintas di jalanan.

“Petugas kepolisian perlu giat razia lalu lintas, dan kembali menertibkan bahkan jika perlu menyita penggunaan knalpot racing atau bising yang tidak sesuai aturan Standar Nasional Indonesia (SNI). Intinya sebagai upaya pencegahan sekaligus tindakan represi petugas dapat menilangnya untuk kemudian diberi sanksi sesuai undang-undang,” ujarnya.

Lebih lanjut Farid mengatakan, dalam Undang-undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan (UU LLAJ) juga dijelaskan bahwa knalpot yang laik jalan merupakan salah satu persyaratan teknis kendaraan yang dapat dikemudikan di jalan. Peraturan ini termaktub dalam Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 7 Tahun 2009. “Dalam peraturan ini, disebutkan bahwa motor yang berkubikasi 80-175 cc, tingkat kebisingannya adalah 80 dB. Sedangkan untuk motor di atas 175 cc maksimal bisingnya adalah 83 dB,” ungkapnya.

Sanksi Pidana
Karena itu, Farid menegaskan, pengguna knalpot bising dapat dikenai sanksi sesuai dengan Pasal 285 ayat (1). Pasal ini berbunyi: “setiap orang yang mengemudikan motor di jalan yang tidak memenuhi persyaratan teknis dan laik jalan yang meliputi kaca spion, klakson, lampu utama, lampu rem, lampu penunjuk arah, alat pemantul cahaya, alat pengukur kecepatan, knalpot, dan kedalaman alur ban sebagaimana dimaksud dalam Pasal 106 ayat (3) juncto Pasal 48 ayat (2) dan ayat (3), dipidana dengan pidana kurungan paling lama satu bulan atau denda paling banyak Rp 250 ribu.”

Kepada petugas polisi, Farid meminta agar dapat melakukan pendataan terhadap bengkel-bengkel variasi yang selama ini ditengarai menjual dan memasang knalpot bising. Perlu didata dan tindakan edukasi. “Selain itu, petugas kepolisian senantiasa melakukan pendidikan bagi pemilik kendaraan dalam hal melakukan pergantian baik yang berhubungan dengan kebisingan suara, kelayakan jalan, kedalaman alur ban, keterangan lampu, klakson atau spare part yang tidak lulus uji teknis,” tegasnya.

Farid juga menyebutkan, knalpot racing juga sangat berdampak pada pencemaran udara, karena knalpot ini tidak mempunyai penyaringan emisi gas buang (catalytic converter).
Emisi gas buang yang dihasilkan oleh knalpot racing menjadi lebih berbahaya.
“Bagi orang di sekitar motor yang menggunakan knalpot racing adalah polusi suara.
Knalpot ini menghasilkan suara yang berisik dan sangat mengganggu orang lain yang ada di sekitarnya,” pungkasnya. (adz)

MEDAN, SUMUTPOS.CO – Kendaraan bermotor, baik mobil maupun sepeda motor, dilengkapi knalpot sesuai standar pabrikan. Namun, tidak jarang sebagian pengguna mengganti atau memodifikasi knalpot bawaan dengan yang tidak standar, sehingga menimbulkan suara bising.

Masalahnya, para pengguna motor akan merasa lebih gahar jika motornya telah menggunakan knalpot free flow (racing), padahal knalpot tidak standar itu menghasilkan polusi suara bahkan sampai memekakkan telinga. “Apalagi suara bising tersebut seringkali terjadi malam hari dan tidak hanya berada dijalan protokol tapi merengsek ke wilayah permukiman warga,” kata Farid Wajdi, Founder Ethics Care dalam keterangan tertulisnya yang diterima SumutPos.co, Jumat (15/7/2022).

Secara hukum, sebut Farid, penggunaan knalpot tidak standar ini tidak dibenarkan, bahkan terdapat sanksi pidananya. Untuk kendaraan dengan knalpot bising ini dapat menjadi salah satu sasaran petugas polisi ketika menetapkan rasio kepatuhan lalu lintas di jalanan.

“Petugas kepolisian perlu giat razia lalu lintas, dan kembali menertibkan bahkan jika perlu menyita penggunaan knalpot racing atau bising yang tidak sesuai aturan Standar Nasional Indonesia (SNI). Intinya sebagai upaya pencegahan sekaligus tindakan represi petugas dapat menilangnya untuk kemudian diberi sanksi sesuai undang-undang,” ujarnya.

Lebih lanjut Farid mengatakan, dalam Undang-undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan (UU LLAJ) juga dijelaskan bahwa knalpot yang laik jalan merupakan salah satu persyaratan teknis kendaraan yang dapat dikemudikan di jalan. Peraturan ini termaktub dalam Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 7 Tahun 2009. “Dalam peraturan ini, disebutkan bahwa motor yang berkubikasi 80-175 cc, tingkat kebisingannya adalah 80 dB. Sedangkan untuk motor di atas 175 cc maksimal bisingnya adalah 83 dB,” ungkapnya.

Sanksi Pidana
Karena itu, Farid menegaskan, pengguna knalpot bising dapat dikenai sanksi sesuai dengan Pasal 285 ayat (1). Pasal ini berbunyi: “setiap orang yang mengemudikan motor di jalan yang tidak memenuhi persyaratan teknis dan laik jalan yang meliputi kaca spion, klakson, lampu utama, lampu rem, lampu penunjuk arah, alat pemantul cahaya, alat pengukur kecepatan, knalpot, dan kedalaman alur ban sebagaimana dimaksud dalam Pasal 106 ayat (3) juncto Pasal 48 ayat (2) dan ayat (3), dipidana dengan pidana kurungan paling lama satu bulan atau denda paling banyak Rp 250 ribu.”

Kepada petugas polisi, Farid meminta agar dapat melakukan pendataan terhadap bengkel-bengkel variasi yang selama ini ditengarai menjual dan memasang knalpot bising. Perlu didata dan tindakan edukasi. “Selain itu, petugas kepolisian senantiasa melakukan pendidikan bagi pemilik kendaraan dalam hal melakukan pergantian baik yang berhubungan dengan kebisingan suara, kelayakan jalan, kedalaman alur ban, keterangan lampu, klakson atau spare part yang tidak lulus uji teknis,” tegasnya.

Farid juga menyebutkan, knalpot racing juga sangat berdampak pada pencemaran udara, karena knalpot ini tidak mempunyai penyaringan emisi gas buang (catalytic converter).
Emisi gas buang yang dihasilkan oleh knalpot racing menjadi lebih berbahaya.
“Bagi orang di sekitar motor yang menggunakan knalpot racing adalah polusi suara.
Knalpot ini menghasilkan suara yang berisik dan sangat mengganggu orang lain yang ada di sekitarnya,” pungkasnya. (adz)

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/