MEDAN, SUMUTPOS.CO – AKSI begal bukan hanya memperburuk citra Sumatera Utara (Sumut), khususnya Kota Medan, namun juga berdampak pada sektor perekonomian. Kondisi ini sangat dirasakan para pelaku Usaha Mikro Kecil Menengah (UMKM). Mereka merasa was-was saat menjalankan usahanya, terutama para pedagang makanan keliling pada malam hari.
Maraknya aksi begal ini, memunculkan petisi bernama PollingKita dengan judul, “Setujukah Anda dengan Seruan Wali Kota Medan Bobby Nasution kepada Pihak Berwajib untuk Menembak Mati Begal?”. Dari suara yang terkumpul hingga Jumat (14/7) sore pukul 17.00 WIB, terkumpul sebanyak 15.244 suara. 14.872 suara menyatakan setuju dan 372 suara menyatakan tidak setuju. Dengan persentase 97,56 persen suara menyatakan setuju begal ditembak mati.
Salah seorang pelaku UMKM di Kota Medan, Ibra P mengaku dirinya ikut berkontribusi dalam polling tersebut. Sejak maraknya aksi begal akhir-akhir ini, ia merasa khawatir setiap mengantar dagangannya yang merupakan pesanan pelanggannya, bahkan jika ada pesanan pada malam hari, sering ditolaknya. “Usaha saya jualan aneka kue, dimsum, makanan ringan (snack) dan sebagainya. Usaha yang saya tekuni bersama istri ini masih secara kecil-kecilan, tetapi cukup untuk nafkah kami sekeluarga.
Kami berdagang melalui online dan jika ada yang pesan, baru saya antar ke alamat si pembeli tersebut menggunakan sepeda motor. Nah, sayalah tugasnya. Kadang-kadang, bisa sampai malam, kalau banyak pesanan. Sering saya melewati lokasi-lokasi yang rawan begal dan geng motor, seperti Jalan AH Nasution Medan, Amplas dan Jalan Gaperta Ujung Medan. Jadi saya merasa khawatir. Memang belum pernah mengalami. Jangan sampailah,” ujar Ibra kepada Sumut Pos, Jumat (14/7).
Pengamat Ekonomi dari UISU, Gunawan Benjamin mengungkapkan, secara pribadi, dirinya belum melakukan kajian secara khusus terkait maraknya begal saat ini. Peningkatan kriminalitasnya juga baru terjadi belakangan ini. Akan tetapi, pada dasarnya, di saat kondisi ekonomi mengalami tekanan, masyarakat mengalami gangguan daya beli dan kesulitan dalam memenuhi kebutuhan dasarnya. Maka potensi peningkatan angka kriminalitas bisa saja terjadi.
Namun dia menilai, perekonomian Sumut masih tumbuh meskipun terpantau sedang mengalami perlambatan, diperkirakan 3,2-4 persen di tahun 2023 ini. Melemah dari kinerja tahun 2022 yang tumbuh 4,7 persen. Sehingga kalau mengacu kepada data pertumbuhan, tentunya Sumut pada dasarnya belum memasuki masa resesi atau bahkan krisis ekonomi.
Apalagi jika dipersamakan dengan tahun 1997-1998. Tetapi, memang tidak bisa dielakkan kalau saat ini banyak karyawan yang dirumahkan dengan beragam alasan. Ada penurunan harga komoditas unggulan di wilayah Sumut.
“Dengan situasi itu, bukan berarti bisa dijadikan pembenaran untuk melakukan tindakan kriminal seperti begal, pencurian atau bentuk kriminalitas lainnya. Maraknya tindakan kriminal belakangan ini tentunya mengganggu aktivitas ekonomi. Pelaku UMKM itu banyak beraktivitas atau berproduksi di malam hari,” katanya.
Di pasar induk, lanjutnya, pedagang justru beraktivitas setelah Magrib hingga menjelang Subuh, di pasar tradisional lainnya dimulai pada jam 03.00 WIB, hingga tengah hari. Dan banyak pelaku UMKM lainnya yang juga melakukan aktivitas di malam hari. “Aksi begal atau bentuk kriminalitas lainnya jangan sampai menekan gerak ekonomi masyarakat. Yang penting itu aparat Kepolisian bisa memberikan rasa aman dengan melakukan pengawasan ekstra pada masyarakat. Dan bentuk kriminalitas sekecil apapun harus dihindari, diiringi dengan kebijakan Pemerintah dalam memastikan bahwa masyarakat kita tetap mampu memenuhi kebutuhan dasarnya,” tuturnya.
Gunawan menegaskan, bagi pelaku kriminal, tidak ada alasan yang bisa membenarkan tindakan tersebut. “Yang ada justru kian mengganggu aktivitas ekonomi secara keseluruhan,” tandasnya. (dwi/adz)