MEDAN, SUMUTPOS.CO – Pernyataan Wali Kota Medan Bobby Afif Nasution mendukung pelaku begal ditembak mati, menuai polemik di masyarakat. Namun, tak sedikit yang mendukung pernyataan menantu Presiden Joko Widodo tersebut. Termasuk diantaranya, Menteri Pertahanan Prabowo Subianto
Prabowo Subianto membela Bobby Nasution yang meminta agar pelaku begal di Kota Medan, ditembak mati. Prabowo menilai, Bobby memiliki niat baik membela korban begal. “Niatnya baik, niatnya untuk bela rakyat yang jadi korban,” kata Prabowo kepada wartawan di Rinra Hotel, Makassar, kemarin (13/7).
Prabowo lantas meminta pihak kepolisian lebih tegas lagi dalam menghadapi begal. Dia juga mengingatkan bahaya kejahatan begal yang bisa memakan korban jiwa. “Tapi itu masalahnya, kan kita berharap aparat penegak hukum yang nanti akan lebih tegas lagi,” tandas Prabowo.
Dukungan terhadap pernyataan Bobby Nasution tersebut juga datang dari DPRD Kota Medan. Ketua Komisi I DPRD Kota Medan, Robi Barus menilai, ketegasan terhadap para pelaku begal memang harus dilakukan. Mengingat, para pelaku begal sudah sangat meresahkan masyarakat karena aksi-aksinya yang kerap menghilangkan nyawa korbannya.
“Sudah berapa nyawa yang melayang karena perbuatan para pelaku begal ini. Sudah berapa banyak masyarakat yang dirugikan baik fisik, mental, maupun materi. Saya pikir situasi keamanan saat ini memang sudah urgent, masyarakat selalu dihantui rasa takut setiap kali keluar rumah. Tentu harus ada tindakan tegas dan terukur, termasuk menembak para pelaku begal,” kata Robi Barus kepada Sumut Pos, Jumat (14/7).
Dengan kata lain, sambung Robi, Komisi I DPRD Kota Medan mendukung sikap Wali Kota Medan, Bobby Nasution yang juga meminta pihak kepolisian untuk tidak ragu dalam memberikan tindakan tegas dan terukur kepada para pelaku begal. Robi juga meminta kepada semua pihak agar tidak perlu mempersoalkan sikap Bobby Nasution yang ingin polisi memberikan tindakan tegas dan terukur kepada para pelaku begal di Kota Medan. Apalagi, pihaknya sebagai wakil rakyat juga mendukung sikap Bobby Nasution tersebut.
“Sebagai pemerintah, tentu Wali Kota Medan ingin melindungi warganya dari aksi begal yang mengancam jiwa. Saya selaku wakil rakyat juga demikian, saya dan teman-teman di DPRD Medan juga ingin rakyat kami aman dari bahaya begal yang sudah menjadi momok menakutkan di tengah-tengah masyarakat,” ujar Ketua Fraksi PDIP tersebut.
Kemudian, lanjut Robi, tindakan tegas dan terukur itu memang harus dilakukan untuk memberikan efek jera kepada para pelaku begal. Ditambah lagi, pihak kepolisian juga tidak mungkin melakukan penembakan tanpa alasan yang jelas. “Sedangkan ditembak saja para pelaku begal ini belum tentu berhenti beraksi, apalagi kalau polisi tidak tegas, tentu begal ini akan merajalela. Setidaknya dengan tindakan tegas tersebut, jumlah aksi begal di Kota Medan bisa kita tekan semaksimal mungkin,” katanya.
Untuk itu, Robi pun meminta semua pihak untuk mendukung pihak kepolisian dalam menjaga keamanan di Kota Medan. Terkhusus untuk orangtua, diharapkan dapat menjaga anak-anaknya agar tidak terlibat dalam lingkungan yang salah, seperti tergabung dalam geng motor. “Kira apresiasi teman-teman kepolisian yang sudah bertindak tegas kepada para pelaku begal. Kita harapkan kedepannya, pihak kepolisian bisa lebih masif lagi dalam melakukan tindakan preventif dengan terus aktif melakukan patroli, khususnya pada kawasan dan jam-jam rawan begal,” pungkasnya.
Sementara, Komisioner Komnas HAM, Saorlin Pandapotan Siagian mengaku setuju atas penegakan hukum yang tegas dan terukur oleh hukum yang berlaku terhadap pelaku begal. “Pelaku begal nyatanya sudah sangat meresahkan, dan saya prihatin polisi belum berhasil melakukan penertiban di Kota Medan. Saya juga prihatin terhadap para korban dan keluarganya. Ini bukti aparat, dalam hal ini Kepolisian belum berhasil melindungi warganya sebagaimana amanat hukum,” kata Saorlin Pandapotan Siagian kepada Sumut Pos di Medan, Jumat (14/7).
Menurutnya, polisi sebagai aparat penegak hukum mesti berada di garda terdepan dalam menegakkan hukum, dengan tetap memperhatikan Perkap Kapolri Nomor 8 tahun 2009, tentang Implementasi Prinsip dan Standar Hak Asasi Manusia dalam Penyelenggaraan Tugas Polri.
“Negara, dalam hal ini polisi tidak boleh kalah, begal mesti ditertibkan. Untuk itu polisi perlu meningkatkan kapasitasnya dalam memastikan perlindungan warga dari begal,” tegasnya.
Dia menambahkan, terkait pernyataan Wali Kota Medan Bobby Nasution, pihaknya bisa memahami itu sebagai kekesalan. Mewakili kekesalan warga Medan lainnya. Namun, Saorlin menilai, Wali Kota tidak dalam kapasitas dan wewenang untuk implementasikan apa yang disampaikannya itu.
“Wali Kota sebaiknya fokus memastikan kontribusi perangkat Pemerintah Kota (Pemko) Medan untuk melakukan pendekatan administratif, melibatkan perangkat atas hingga camat, lurah, RT dan RW atau Kepling. Melibatkan lintas dinas, misalnya Dinas Sosial (Dinsos), Dinas Pendidikan (Disdik), Dinas Perhubungan (Dishub), dan lainnya,” katanya.
Saorlin menuturkan, untuk pemetaan terhadap daerah rawan begal, sebaiknya deteksi dini terhadap warganya terlebih dahulu yang berpotensi bagian dari kelompok begal. “Sebagai contoh, setiap Kepling sebenarnya bisa profiling warganya dengan baik, karena mengetahui identitas mereka secara lengkap,” tandasnya.
Asas Praduga tak Bersalah
Pengamat hukum Kota Medan Redyanto Sidi menilai, penegak hukum perlu membuktikan dan mempertimbangkan asas praduga tak bersalah dalam penindakan terhadap para pelaku begal. “Sarannya baik, tapi yang perlu pertimbangan dan kepastian apakah yang akan ditembak benar-benar pelaku begal yang meresahkan dan memang penjahat?,” ujar Redyanto kepada Sumut Pos, Jumat (14/7).
Ia khawatir, dengan remaja atau orang yang hanya ikut-ikutan saja dalam suatu kelompok seperti Gank tertentu harus ditembak mati. Tentunya, sambung Redyanto, seorang yang belum dibuktikan kesalahannya berlaku asas praduga tak bersalah (presumption of innocence). “Perlu kajian agar tidak terdapat pelanggaran HAM untuk itu, sedangkan seorang yang sudah di vonis mati saja masih memiliki hak secara hukum,” katanya.
“Buktikan dimana dan siapa-siapa begal itu? Jangan sampai salah kaprah dan orang yang tidak bersalah mati ditembak pula,” tegasnya.
Namun lain hal, kata dia, bagi residivis kategori begal jika terbukti sedang beraksi (lagi), dapat dilakukan tindakan tegas untuk itu jika melawan atau membahayakan petugas atau masyarakat. “Begal ini kan dalam KUHP diartikan sebagai pencurian disertai kekerasan. Trend saat ini kan dijalanan,” ucapnya.
Menurut Redyanto, perlunya pemisahan penanganan terhadap aksi-aksi semacam ini, sesuai dengan usia dan kadar pemberatannya. “Jika anak sebaiknya dibina demi keselamatan perbaikan mental dan masa depannya. Jika dewasa maka proses hukum berjalan. Jika residivis diperlukan pemberatan pidana untuk itu,” sebutnya.
Iapun tak menampik, tembak mati begal diterapkan selama tidak melanggar HAM dan kesigapan petugas mencegahnya dilapangan. “Ide tembak mati boleh-boleh saja, tetapi perlu ukuran dan kepastian di lapangan. Untuk move boleh saja, tapi efektifnya adalah pencegahan serta petugas yang ada dan sigap dilapangan untuk mencegahnya pula. Begal yang layak ditembak mati adalah yang beraksi dengan bersenjata, apalagi senjata api,” pungkas Redyanto.
Kepolisian yang menjadi garda terdepan dalam penindakan terhadap pelaku begal, tidak bisa sembarangan untuk menambak mati. Tapi harus ada prosedur dan peraturan tersendiri yang telah ditentukan dalam Peraturan Kapolri (Perkap).
Kapolres Pelabuhan Belawan, AKBP Josua Tampubolon ketika dikonfirmasi melalui telepon, mengaku tetap mengikuti arahan Kapolri, yakni tembak di tempat. Menurutnya, itu sudah tertuang dalam Peraturan Kapolri (Perkap) No. 1 Tahun 2009 tentang Penggunaan Kekuatan Dalam Tindakan.
Menurut Josua, dalam Pasal 5 Perkap itu menjelaskan mengenai tahapan penggunaan senjata yang mengutamakan untuk melumpuhkan pelaku kejahatan atau tersangka. “Artinya, keputusan anggota Polisi di lapangan tidak bisa serta merta bertujuan untuk mematikan,” jelasnya. (map/dwi/man/mag-1/adz)