26 C
Medan
Friday, November 22, 2024
spot_img

Tetap Semangat meski Lebaran di Asrama

Terpilih menjadi anggota Paskibra tentu menjadi kebanggaan tersendiri. Anggota Paskibra menjadi komponen penting bagi pelaksanaan upacara peringatan detik-detik proklamasi kemerdekaan. Dengan seragam putihnya, aksi mereka disaksikan langsung oleh gubernur serta penjabat daerah dan masyarakat umum lainnya.

Puput Julianti Damanik, Medan

LATIHAN: Dua anggota Paskibra Sumut berfoto  sela-sela latihan pengibaran bendera  17 Agustus mendatang. //puput/sumut pos
LATIHAN: Dua anggota Paskibra Sumut berfoto di sela-sela latihan pengibaran bendera pada 17 Agustus mendatang. //puput/sumut pos

Terpilih menjadi anggota Pasukan Pengibar Bendera (Paskibra) tingkat Provinsi Sumatera Utara tidak mudah. Selain latihan fisik, baris-berbaris, seorang anggota Paskibra juga dituntut untuk dapat hidup mandiri, displin dan tidak manja. Bahkan berpisah dari keluarga di hari perayaan hari besar seperti perayaan Idul Fitri juga harus bisa diterima, seperti apa yang sudah dilakukan oleh beberapa Paskibraka Sumut yang akhirnya hanya dapat merasakan Lebaran di Asrama.

Satu diantaranya adalah Rahmatika Firda FS (15). Siswi kelas XI SMA Negeri 1 Stabat ini mengaku tak pernah membayangkan akhirnya terpilih menjadi perwakilan dari Kabupaten Langkat untuk menjadi anggota Paskibra Sumut 2013 bahkan bahkan dipercayai tergabung dalam pasukan 8, inti dan membawa baki bendera merah putih. Pengalam berharga yang tak dapat dilupakan, bahkan saat ia harus merayakan Lebaran hanya bersama rekan-rekannya di Asrama Haji, tanpa keluarga.

Saat latihan di Lapangan Merdeka, Medan Firda bersama ke 65 rekannya terlihat total. Waktu yang semakin singkat memaksa mereka untuk terus bersemangat dan bersungguh-sungguh. Enam pelatih dari militer terlihat mengawasi mereka. Hukuman dan tekanan diberikan bagi yang membuat kesalahan. Jiwa nasionalisme juga terus ditanamkan dalam diri mereka. Kerinduan, kesedihan karena tak dapat berkumpul dengan orangtua pun akhirnya terlupakan, fokus untuk hasil yang maksimal dan membanggakan.

“Kami sudah mulai latihan dari 30 Juli lalu setelah melakukan seleksi di kabupaten masing-masing juga tes di Medan. Kami tinggal di Asrama Haji mulai 30 Juli lalu dan sampai sekarang. Bahkan Lebaran kemarin juga stay di Medan namun orangtua yang ingin melihat anaknya diperbolehkan. Kami juga diizinkan bebas menelpon orangtua. Tapi karena ayah saya juga saat itu tidak ada libur, yah merayakannya bersama kawan-kawan aja. Sudah risiko menjadi anak Paskibra dan disinilah kita dilatih untuk mandiri,” ujar anak dari Firman Safni dan Reflinda ini.

Menyatukan kekompakan dari 66 orang dan dari daerah yang berbeda-beda juga tidak mudah. Firda mengaku awalnya belum dapat menyatukan diri dengan rekannya. Namun dengan kemandirian, tanggung jawab, solidaritas dan rasa saling memiliki yang ditanamkan oleh pelatih mereka, sebentar saja dengan konsep yang diberikan pelatih yakni Desa Bahagia dan dengan mengangkat anggota Paskibra sebagai tokoh Pak Lurah dan Buk Lurah, mereka sudah mulai tebiasa dengan sendirinya.

“Kami ini warga binaan, namanya warga Desa Bahagia dan ada Pak Lurah dan Buk Lurahnya. Awalnya para pelatih masih membimbing kami, tapi beberapa hari saja semua kami lakukan sendiri. Jadwal piket, bangun pagi, senam, sarapan dan persiapan lainnya kami lakukan sendiri. Dari situ, kami terbiasa bersama, sama-sama menanggung rasa. Jauh dari keluarga juga sudah tidak terasa. Meskipun saat lebaran kemarin sedih juga,” ujar wanita yang memiliki cita-cita menjadi polwan ini.

Saat peringatan 17 Agustus nanti, kedua orangtuanya telah berjanji untuk datang melihatnya. Kegiatan yang ia ikuti yang bermula dari coba-coba ini harus dapat membuat bangga keluarganya. “Saya semakin semangat karena nanti orang tua mau lihat langsung kemari. Kesempatan harus dipergunakan,  makanya saat ini berlatih dengan sungguh-sungguh. Dulu saya lihat Paskibra di TV pakai baju putih bersih, rapi akhirnya saya kesampaian juga hingga tingkat Provinsi, semoga ini dapat membanggakan orangtua,” katanya.

Tambahnya, banyak perubahan yang terjadi di dirinya selama beberapa minggu mengikuti pelatihan Paskibra 2013. “Sekarang lebih menghargai waktu, displin, mandiri dan yang pasti akan lebih mencintai Indonesia. Semoga saja ini dapat menjadi bekal untuk selanjutnya,” ujarnya wanita dengan tinggi 168 cm ini.

Hal yang sama juga disampaikan oleh pengerek Bendera, Yosia Pelawi (17), siswa SMK Negeri 2 Kabanjahe yang tengah bersama Firda. Ia mengaku akan berusaha bersama rekan-rekannya untuk memberikan atau menunjukkan penampilan terbaiknya saat 17 Agustus mendatang di Lapangan Merdeka.
Koordinator pelatih Letda Kav Noorrahman menambahkan, latihan efektif  yang dilakukan oleh pihaknya mulai 2 Agustus lalu sehingga waktu untuk persiapan sangat singkat sehingga Lebaran kedua, 66 anggota Paskibraka Sumut sudah harus kembali berlatih, menahan para anggota Pakibraka Sumut juga dengan alasan untuk menjaga kebugaran. “Memang lebaran mereka tidak ada libur, tapi orangtuanya yang ingin datang kita perbolehkan. Seleksi kemarin sangat membutuhkan waktu sehingga sangat mepet tapi kita sudah memberi pengertian kepada mereka. Ada juga yang nangis, tapi kita kasi pengertianlah,” ujarnya.

Ada sebanyak 4 pelatih yang ikut bergabung untuk menjadi pasukan pengawal, terdiri dari TNI AD, TNI AL dan dari Kepolisian. “Tahun ini berbeda hanya di penempatan pengawal, dua di kanan dan dua di kiri. Kalau Formasi tetap ada pasukan 17 sebagai pengiring atau pemadu, pasukan 8 sebagai pasukan inti dan 45 sebagai pengawal. Selama ini, kendala kita hanya dari penyesuai langka dari mereka, dan anggota militernya juga harus menyamakan langka mereka dengan 66 anak ini,” katanya.

Tidak ada kendala lainnya yang ia hadapi dan harapannya, Paskibra Sumut 2013 dapat melaksanakan tugasnya dengan baik dan dapat menjadi sosok yang lebih mandiri dan bertanggungjawab setelah selesai menjadi Paskibraka Sumut. “Kita harapkan agar dari sini, mereka itu berubah menjadi lebih mandiri dan bertanggung jawab baik di lingkungan keluarga, sekolah dan masyarakat. Sejauh ini tidak ada kendala, tapi memang harus ditekankan dan diberi punishment dan dengan program pelatihan militer,” katanya.(*)

Terpilih menjadi anggota Paskibra tentu menjadi kebanggaan tersendiri. Anggota Paskibra menjadi komponen penting bagi pelaksanaan upacara peringatan detik-detik proklamasi kemerdekaan. Dengan seragam putihnya, aksi mereka disaksikan langsung oleh gubernur serta penjabat daerah dan masyarakat umum lainnya.

Puput Julianti Damanik, Medan

LATIHAN: Dua anggota Paskibra Sumut berfoto  sela-sela latihan pengibaran bendera  17 Agustus mendatang. //puput/sumut pos
LATIHAN: Dua anggota Paskibra Sumut berfoto di sela-sela latihan pengibaran bendera pada 17 Agustus mendatang. //puput/sumut pos

Terpilih menjadi anggota Pasukan Pengibar Bendera (Paskibra) tingkat Provinsi Sumatera Utara tidak mudah. Selain latihan fisik, baris-berbaris, seorang anggota Paskibra juga dituntut untuk dapat hidup mandiri, displin dan tidak manja. Bahkan berpisah dari keluarga di hari perayaan hari besar seperti perayaan Idul Fitri juga harus bisa diterima, seperti apa yang sudah dilakukan oleh beberapa Paskibraka Sumut yang akhirnya hanya dapat merasakan Lebaran di Asrama.

Satu diantaranya adalah Rahmatika Firda FS (15). Siswi kelas XI SMA Negeri 1 Stabat ini mengaku tak pernah membayangkan akhirnya terpilih menjadi perwakilan dari Kabupaten Langkat untuk menjadi anggota Paskibra Sumut 2013 bahkan bahkan dipercayai tergabung dalam pasukan 8, inti dan membawa baki bendera merah putih. Pengalam berharga yang tak dapat dilupakan, bahkan saat ia harus merayakan Lebaran hanya bersama rekan-rekannya di Asrama Haji, tanpa keluarga.

Saat latihan di Lapangan Merdeka, Medan Firda bersama ke 65 rekannya terlihat total. Waktu yang semakin singkat memaksa mereka untuk terus bersemangat dan bersungguh-sungguh. Enam pelatih dari militer terlihat mengawasi mereka. Hukuman dan tekanan diberikan bagi yang membuat kesalahan. Jiwa nasionalisme juga terus ditanamkan dalam diri mereka. Kerinduan, kesedihan karena tak dapat berkumpul dengan orangtua pun akhirnya terlupakan, fokus untuk hasil yang maksimal dan membanggakan.

“Kami sudah mulai latihan dari 30 Juli lalu setelah melakukan seleksi di kabupaten masing-masing juga tes di Medan. Kami tinggal di Asrama Haji mulai 30 Juli lalu dan sampai sekarang. Bahkan Lebaran kemarin juga stay di Medan namun orangtua yang ingin melihat anaknya diperbolehkan. Kami juga diizinkan bebas menelpon orangtua. Tapi karena ayah saya juga saat itu tidak ada libur, yah merayakannya bersama kawan-kawan aja. Sudah risiko menjadi anak Paskibra dan disinilah kita dilatih untuk mandiri,” ujar anak dari Firman Safni dan Reflinda ini.

Menyatukan kekompakan dari 66 orang dan dari daerah yang berbeda-beda juga tidak mudah. Firda mengaku awalnya belum dapat menyatukan diri dengan rekannya. Namun dengan kemandirian, tanggung jawab, solidaritas dan rasa saling memiliki yang ditanamkan oleh pelatih mereka, sebentar saja dengan konsep yang diberikan pelatih yakni Desa Bahagia dan dengan mengangkat anggota Paskibra sebagai tokoh Pak Lurah dan Buk Lurah, mereka sudah mulai tebiasa dengan sendirinya.

“Kami ini warga binaan, namanya warga Desa Bahagia dan ada Pak Lurah dan Buk Lurahnya. Awalnya para pelatih masih membimbing kami, tapi beberapa hari saja semua kami lakukan sendiri. Jadwal piket, bangun pagi, senam, sarapan dan persiapan lainnya kami lakukan sendiri. Dari situ, kami terbiasa bersama, sama-sama menanggung rasa. Jauh dari keluarga juga sudah tidak terasa. Meskipun saat lebaran kemarin sedih juga,” ujar wanita yang memiliki cita-cita menjadi polwan ini.

Saat peringatan 17 Agustus nanti, kedua orangtuanya telah berjanji untuk datang melihatnya. Kegiatan yang ia ikuti yang bermula dari coba-coba ini harus dapat membuat bangga keluarganya. “Saya semakin semangat karena nanti orang tua mau lihat langsung kemari. Kesempatan harus dipergunakan,  makanya saat ini berlatih dengan sungguh-sungguh. Dulu saya lihat Paskibra di TV pakai baju putih bersih, rapi akhirnya saya kesampaian juga hingga tingkat Provinsi, semoga ini dapat membanggakan orangtua,” katanya.

Tambahnya, banyak perubahan yang terjadi di dirinya selama beberapa minggu mengikuti pelatihan Paskibra 2013. “Sekarang lebih menghargai waktu, displin, mandiri dan yang pasti akan lebih mencintai Indonesia. Semoga saja ini dapat menjadi bekal untuk selanjutnya,” ujarnya wanita dengan tinggi 168 cm ini.

Hal yang sama juga disampaikan oleh pengerek Bendera, Yosia Pelawi (17), siswa SMK Negeri 2 Kabanjahe yang tengah bersama Firda. Ia mengaku akan berusaha bersama rekan-rekannya untuk memberikan atau menunjukkan penampilan terbaiknya saat 17 Agustus mendatang di Lapangan Merdeka.
Koordinator pelatih Letda Kav Noorrahman menambahkan, latihan efektif  yang dilakukan oleh pihaknya mulai 2 Agustus lalu sehingga waktu untuk persiapan sangat singkat sehingga Lebaran kedua, 66 anggota Paskibraka Sumut sudah harus kembali berlatih, menahan para anggota Pakibraka Sumut juga dengan alasan untuk menjaga kebugaran. “Memang lebaran mereka tidak ada libur, tapi orangtuanya yang ingin datang kita perbolehkan. Seleksi kemarin sangat membutuhkan waktu sehingga sangat mepet tapi kita sudah memberi pengertian kepada mereka. Ada juga yang nangis, tapi kita kasi pengertianlah,” ujarnya.

Ada sebanyak 4 pelatih yang ikut bergabung untuk menjadi pasukan pengawal, terdiri dari TNI AD, TNI AL dan dari Kepolisian. “Tahun ini berbeda hanya di penempatan pengawal, dua di kanan dan dua di kiri. Kalau Formasi tetap ada pasukan 17 sebagai pengiring atau pemadu, pasukan 8 sebagai pasukan inti dan 45 sebagai pengawal. Selama ini, kendala kita hanya dari penyesuai langka dari mereka, dan anggota militernya juga harus menyamakan langka mereka dengan 66 anak ini,” katanya.

Tidak ada kendala lainnya yang ia hadapi dan harapannya, Paskibra Sumut 2013 dapat melaksanakan tugasnya dengan baik dan dapat menjadi sosok yang lebih mandiri dan bertanggungjawab setelah selesai menjadi Paskibraka Sumut. “Kita harapkan agar dari sini, mereka itu berubah menjadi lebih mandiri dan bertanggung jawab baik di lingkungan keluarga, sekolah dan masyarakat. Sejauh ini tidak ada kendala, tapi memang harus ditekankan dan diberi punishment dan dengan program pelatihan militer,” katanya.(*)

Artikel Terkait

spot_imgspot_imgspot_img

Terpopuler

Artikel Terbaru

/