30 C
Medan
Wednesday, June 26, 2024

Pemko Rencanakan RS Khusus Covid-19, Kota Medan Belum Perlu PSBB

MEDAN, SUMUTPOS.Co – KOTA Medan menjadi penyumbang kasus positif Covid-19 terbesar di Sumatera Utara (Sumut). Meski begitu, Pemko Medan mengaku belum butuh Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) seperti yang dilakukan DKI Jakarta saat ini, dalam menekan tingkat penularan Virus Corona.

TERJARING RAZIA: Personel Satpol PP menindak warga yang tak mengenakan saat razia di Jalan Pelabuhan Raya depan kantor Pelindo 1 Belawan, Senin (14/9).
TERJARING RAZIA: Personel Satpol PP menindak warga yang tak mengenakan saat razia di Jalan Pelabuhan Raya depan kantor Pelindo 1 Belawan, Senin (14/9).

Saat ini, penekanan penyebaran Covid-19 dengan menerapkan Perwal Nomor 27/2020 tentang Adaptasi Kebiasaan Baru (AKB) di tengah pandemi Covid-19 di Kota Medan, dinilai sudah cukup. Namun, kesadaran masyarakat dalam mematuhi protokol kesehatan di tengah pandemi menjadi kata kuncinya.

“Kita tidak berpikir ke situ (PSBB). Saat ini yang harus ditekankan di Kota Medan, justru tentang kesadaran dan kedisiplinan masyarakat dalam menerapkan protokol kesehatan. Semua harus dimulai dari diri sendiri, keluarga dan orang-orang sekitar. Walaupun PSBB, kalau tetap tidak punya kesadaran, tetap saja akan kecolongan,” kata Sekretaris Dinas Kesehatan Kota Medan, Mardohar Tambunan kepada Sumut Pos, Senin (14/9)n

Dikatakan Mardohar, sekalipun sama-sama memiliki tingkat penularan yang masih tinggi, namun Kota Medan jelas berbeda dengan Jakarta. Selain jumlah terkonfirmasinya yang terpaut jauh, angka tingkat kesembuhan juga terbilang sangat berbeda. “Saat ini di Kota Medan memang tingkat penularannya memang masih tinggi, tercatat di kita sudah 4.728 kasus per Hari Minggu (13/9) kemarin, tetapi tingkat kesembuhannya juga cukup tinggi, yaitu 2.396 atau sekitar 50 persen lebih,” jelasnya.

Saat ini, kata Mardohar, Pemko Medan melalui Dinas Kesehatan sedang berupa ya menyediakan rumah sakit yang memang benar-benar dikhususkan untuk menangani Covid-19 tanpa melayani pasien dengan penyakit lainnya. “Harus ada RS yang memang benar-benar untuk menangani Covid saja, sehingga pasien yang tidak sakit Covid tidak perlu dirawat di RS yang sama dengan pasien Covid sekalipun berada di ruangan yang berbeda,” katanya.

Begitu juga dengan aturan yang lebih tegas kepada masyarakat yang melanggar Protokol Kesehatan Covid-19 yang sedang terus dibahas oleh Pemko Medan. “Masyarakat harus pakai masker, atau ada sanks tegas dan memang hatus begitu. Masyarakat juga kita minta untuk tidak berkumpul dan terus menjaga jarak satu sama lain, khususnya yang berada dalam ruangan, sebab tingkat penularannya jauh lebih besar ketika berada di dalam ruangan,” tuturnya.

Menanggapi hal ini, anggota Pansus Covid-19 DPRD Medan l, Afif Abdillah juga mengatakan jika PSBB memang tidak diperlukan untuk Kota Medan. Pasalnya Kota Medan bukan tidak memiliki aturan yang jelas untuk mencegah penyebaran Covid-19, melainkan Pemko Medan memang tidak punya ketegasan dalam menjalankan aturan yang telah dibuat. “Kalau kita simak Perwal No.27/2020 itu, itu sebenarnya sudah sangat bagus. Tapi bagaimana dengan pengawasannya? Saya kira Pemko Medan hampir tidak melakukan apapun untuk benar-benar menegakkan Perwal tersebut. Pelanggaran di depan mata saja pun sering terjadi dan tidak di awasi. Medan tak perlu PSBB, karena PSBB pun percuma, akan dilanggar dan tidak akan ada pengawasan dan tindakan dari apaun dari pemerintah,” katanya.

Di sisi lain, PSBB juga akan membuat perekonomian masyarakat semakin terpuruk. Padahal, Pemko Medan hanya butuh keseriusan dalam menegakkan protokol kesehatan. “Semua peraturan yang dibuat Pemko soal pencegahan Covid ini hanya sekadar diatas kertas, faktanya tidak ada realisasi. Klaster Isolasi yang dulu sering didengungkan juga tak ada realisasinya, orang yang jelas-jelas terpapar Covid bisa dengan bebas berkeliaran diluar rumah tanpa pengawasan jelas,” tegasnya.

Bahkan sampai saat ini, gugus tugas percepatan penanganan (GTPP) tak kunjung menyediakan data per kecamatan tentang jumlah dan lokasi-lokasi masyarakat yang sudah terpapar Covid-19.

“Gugus tugas tidak melakukan apapun, justru cenderung membiarkan. PSBB bukan lah solusi untuk sebuah Kota yang tidak punya pengawasan ketat terkait Covid-19 seperti Kota Medan,” pungkasnya.

Pelayanan di PN Medan Tetap Buka

Mulai Senin (14/9), Pengadilan Negeri (PN) Medan resmi memperpanjang work from home (WFH) hingga Jumat (18/9) mendatang. Meski begitu, pelayanan terpadu satu pintu (PTSP) tetap buka. “Pelayanan publik kita buka dari jam 9 pagi sampai jam 12 siang. Sidang yang urgent tetap dilaksanakan yang mau habis masa penahanannya,” kata Humas PN Medan, Immanuel Tarigan, Senin (14/9).

Sementara, kata Immanuel, PN Medan masih berduka atas meningggalnya Rahmi Sitio istri Ketua PN Medan, Sitio Jumagi Akhirno. “Beliau sudah dimakamkan di TPU Jalan Megawati, Medan. Saya dengar petugas rumah sakit ikut mengantarkan diikuti keluarga yang mengiring,” jelasnya.

Selain itu, para hakim yang telah dinyatakan negatif Covid-19, kini telah beraktivitas seperti sedia kala. Kata dia, para hakim tersebut telah menerima surat keterangan sehat dari Dinas Kesehatan Medan. “Karna sudah mendapatkan surat untuk tidak isolasi lagi mereka. Kalau tadi tidak WFH, mungkin semua sudah bisa ngantor lagi mereka,” pungkasnya.

Amatan Sumut Pos, PTSP PN Medan hingga pukul 12.00 WIB, masih ramai dikunjungi para pencari keadilan. Sementara, dalam ruang sidang masih sepi dan belum terlihat aktifitas persidangan seperti biasanya.

Sebelumnya, berdasarkan hasil swab yang dilaksanakan para hakim, pegawai dan honorer PN Medan pada 27 Agustus lalu. Sebanyak 13 hakim positif Covid-19. Selain hakim, 25 orang lainnya baik pegawai, panitera pengganti dan honorer juga dinyatakan positif Covid-19.

Tidak hanya itu, pada 2 September kemarin, seorang hakim PN Medan meninggal karena Covid-19, setelah sebelumnya menjalani isolasi dengan status pasien dalam pemantauan di RS Royal Prima. PN Medan kemudian mengambil langkah untuk penutupan akses atau lockdown selama sepekan, guna mengantisipasi penyebaran Covid-19 dan memberlakukan kerja bagi hakim dan pegawai dari rumah, atau WFH selama masa lockdown berlangsung. (map/man)

MEDAN, SUMUTPOS.Co – KOTA Medan menjadi penyumbang kasus positif Covid-19 terbesar di Sumatera Utara (Sumut). Meski begitu, Pemko Medan mengaku belum butuh Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) seperti yang dilakukan DKI Jakarta saat ini, dalam menekan tingkat penularan Virus Corona.

TERJARING RAZIA: Personel Satpol PP menindak warga yang tak mengenakan saat razia di Jalan Pelabuhan Raya depan kantor Pelindo 1 Belawan, Senin (14/9).
TERJARING RAZIA: Personel Satpol PP menindak warga yang tak mengenakan saat razia di Jalan Pelabuhan Raya depan kantor Pelindo 1 Belawan, Senin (14/9).

Saat ini, penekanan penyebaran Covid-19 dengan menerapkan Perwal Nomor 27/2020 tentang Adaptasi Kebiasaan Baru (AKB) di tengah pandemi Covid-19 di Kota Medan, dinilai sudah cukup. Namun, kesadaran masyarakat dalam mematuhi protokol kesehatan di tengah pandemi menjadi kata kuncinya.

“Kita tidak berpikir ke situ (PSBB). Saat ini yang harus ditekankan di Kota Medan, justru tentang kesadaran dan kedisiplinan masyarakat dalam menerapkan protokol kesehatan. Semua harus dimulai dari diri sendiri, keluarga dan orang-orang sekitar. Walaupun PSBB, kalau tetap tidak punya kesadaran, tetap saja akan kecolongan,” kata Sekretaris Dinas Kesehatan Kota Medan, Mardohar Tambunan kepada Sumut Pos, Senin (14/9)n

Dikatakan Mardohar, sekalipun sama-sama memiliki tingkat penularan yang masih tinggi, namun Kota Medan jelas berbeda dengan Jakarta. Selain jumlah terkonfirmasinya yang terpaut jauh, angka tingkat kesembuhan juga terbilang sangat berbeda. “Saat ini di Kota Medan memang tingkat penularannya memang masih tinggi, tercatat di kita sudah 4.728 kasus per Hari Minggu (13/9) kemarin, tetapi tingkat kesembuhannya juga cukup tinggi, yaitu 2.396 atau sekitar 50 persen lebih,” jelasnya.

Saat ini, kata Mardohar, Pemko Medan melalui Dinas Kesehatan sedang berupa ya menyediakan rumah sakit yang memang benar-benar dikhususkan untuk menangani Covid-19 tanpa melayani pasien dengan penyakit lainnya. “Harus ada RS yang memang benar-benar untuk menangani Covid saja, sehingga pasien yang tidak sakit Covid tidak perlu dirawat di RS yang sama dengan pasien Covid sekalipun berada di ruangan yang berbeda,” katanya.

Begitu juga dengan aturan yang lebih tegas kepada masyarakat yang melanggar Protokol Kesehatan Covid-19 yang sedang terus dibahas oleh Pemko Medan. “Masyarakat harus pakai masker, atau ada sanks tegas dan memang hatus begitu. Masyarakat juga kita minta untuk tidak berkumpul dan terus menjaga jarak satu sama lain, khususnya yang berada dalam ruangan, sebab tingkat penularannya jauh lebih besar ketika berada di dalam ruangan,” tuturnya.

Menanggapi hal ini, anggota Pansus Covid-19 DPRD Medan l, Afif Abdillah juga mengatakan jika PSBB memang tidak diperlukan untuk Kota Medan. Pasalnya Kota Medan bukan tidak memiliki aturan yang jelas untuk mencegah penyebaran Covid-19, melainkan Pemko Medan memang tidak punya ketegasan dalam menjalankan aturan yang telah dibuat. “Kalau kita simak Perwal No.27/2020 itu, itu sebenarnya sudah sangat bagus. Tapi bagaimana dengan pengawasannya? Saya kira Pemko Medan hampir tidak melakukan apapun untuk benar-benar menegakkan Perwal tersebut. Pelanggaran di depan mata saja pun sering terjadi dan tidak di awasi. Medan tak perlu PSBB, karena PSBB pun percuma, akan dilanggar dan tidak akan ada pengawasan dan tindakan dari apaun dari pemerintah,” katanya.

Di sisi lain, PSBB juga akan membuat perekonomian masyarakat semakin terpuruk. Padahal, Pemko Medan hanya butuh keseriusan dalam menegakkan protokol kesehatan. “Semua peraturan yang dibuat Pemko soal pencegahan Covid ini hanya sekadar diatas kertas, faktanya tidak ada realisasi. Klaster Isolasi yang dulu sering didengungkan juga tak ada realisasinya, orang yang jelas-jelas terpapar Covid bisa dengan bebas berkeliaran diluar rumah tanpa pengawasan jelas,” tegasnya.

Bahkan sampai saat ini, gugus tugas percepatan penanganan (GTPP) tak kunjung menyediakan data per kecamatan tentang jumlah dan lokasi-lokasi masyarakat yang sudah terpapar Covid-19.

“Gugus tugas tidak melakukan apapun, justru cenderung membiarkan. PSBB bukan lah solusi untuk sebuah Kota yang tidak punya pengawasan ketat terkait Covid-19 seperti Kota Medan,” pungkasnya.

Pelayanan di PN Medan Tetap Buka

Mulai Senin (14/9), Pengadilan Negeri (PN) Medan resmi memperpanjang work from home (WFH) hingga Jumat (18/9) mendatang. Meski begitu, pelayanan terpadu satu pintu (PTSP) tetap buka. “Pelayanan publik kita buka dari jam 9 pagi sampai jam 12 siang. Sidang yang urgent tetap dilaksanakan yang mau habis masa penahanannya,” kata Humas PN Medan, Immanuel Tarigan, Senin (14/9).

Sementara, kata Immanuel, PN Medan masih berduka atas meningggalnya Rahmi Sitio istri Ketua PN Medan, Sitio Jumagi Akhirno. “Beliau sudah dimakamkan di TPU Jalan Megawati, Medan. Saya dengar petugas rumah sakit ikut mengantarkan diikuti keluarga yang mengiring,” jelasnya.

Selain itu, para hakim yang telah dinyatakan negatif Covid-19, kini telah beraktivitas seperti sedia kala. Kata dia, para hakim tersebut telah menerima surat keterangan sehat dari Dinas Kesehatan Medan. “Karna sudah mendapatkan surat untuk tidak isolasi lagi mereka. Kalau tadi tidak WFH, mungkin semua sudah bisa ngantor lagi mereka,” pungkasnya.

Amatan Sumut Pos, PTSP PN Medan hingga pukul 12.00 WIB, masih ramai dikunjungi para pencari keadilan. Sementara, dalam ruang sidang masih sepi dan belum terlihat aktifitas persidangan seperti biasanya.

Sebelumnya, berdasarkan hasil swab yang dilaksanakan para hakim, pegawai dan honorer PN Medan pada 27 Agustus lalu. Sebanyak 13 hakim positif Covid-19. Selain hakim, 25 orang lainnya baik pegawai, panitera pengganti dan honorer juga dinyatakan positif Covid-19.

Tidak hanya itu, pada 2 September kemarin, seorang hakim PN Medan meninggal karena Covid-19, setelah sebelumnya menjalani isolasi dengan status pasien dalam pemantauan di RS Royal Prima. PN Medan kemudian mengambil langkah untuk penutupan akses atau lockdown selama sepekan, guna mengantisipasi penyebaran Covid-19 dan memberlakukan kerja bagi hakim dan pegawai dari rumah, atau WFH selama masa lockdown berlangsung. (map/man)

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/