31.8 C
Medan
Sunday, May 5, 2024

Tidak Perlu Ada Aksi 2511

Foto: AFP Gubernur DKI Jakarta non aktif, Basuki Cahaya Purnama alias Ahok, usai diperiksa Bareskrim terkait dugaan penistaan agama di Jakarta, Senin (7/11).

JAKARTA, SUMUTPOS.CO – Suasana sejuk di ibu kota makin terasa pasca demonstrasi akbar 4 November lalu. Kini, imbauan agar aksi demonstrasi tidak berlanjut pada 25 November (2511) mendatang semakin mengemuka. Masyarakat diimbau menahan diri dan menyikapi apapun hasil penyelidikan kepolisian secara dewasa.

Wapres Jusuf Kalla menuturkan, masyarakat sudah menyampaikan aspirasinya dengan baik soal Gubernur DKI Jakarta nonaktif Basuki Tjahaja Purnama. Mudah-mudahan solusi yang kita berikan dapat ditanggapi atau dijalankan polisi dengan sebaik-baiknya, sehingga tidak perlu lagi ada demo berikutnya,’’ ujarnya di kantor wapres kemarin (14/11).

Dia menyarankan agar masyarakat mempercayakan proses hukum itu kepada para penyidik di Bareskrim. Tidak perlu mengintervensi penyidik yang sedang bekerja. “Ya kita menunggu dari gelar perkara,” lanjutnya.

Dalam kesempatan itu, dia juga membantah konsolidasi yang dilakukan Presiden Joko Widodo sepekan belakangan sebagai bentuk ketakutan. Dia menuturkan, ada dua tujuan konsolidasi yang dilakukan Jokowi. Konsolidasi dengan ulama dilakukan karena para tokoh agama memahami persoalan yang sedang dialami bangsa dan tahu bagaimana cara megatasinya.

Sedangkan, konsolidasi dengan militer dan Polri tentu berkaitan dnegan keamanan. “Agar aparat keamanan selalu siap menghadapi hal-hal yang mungkin, seperti konflik internal, sebagai bentuk pengamanan,’’ tutur JK. Bukan untuk saling mempertentangkan.

Konsolidasi dengan berbagai pihak, tambahnya, pada dasarnya memang diperlukan. Konsolidasi dilakukan agar semua pihak bersatu dan mencegah munculnya potensi konflik di masa yang akan datang.

Hal senada juga disampaikan Setkab Pramono Anung. Dia mengakui, konsolidasi yang dilakukan Presiden memang ada kaitannya dengan rencana aksi 25 November. Namun, bukan untuk melarang. Lewat konsolidasi itu, presiden mengajak masyarakat untuk menunggu hasil penyelidikan pihak kepolisian atas kasus Ahok.

’’Kalau sudah diputuskan secara terbuka, transparan, memenuhi harapan publik,tanpa ada tekanan apapun kepada penegak hukum, maka harapannya adalah tidak ada demo lagi,’’ tutrnya, kemarin. Bagaimanapun, Indonesia adalah negara yang berdasarkan hukum. Bukan berdasarkan tekanan politik dari siapapun.

Disinggung mengenai upaya komunikasi dengan sejumlah pihak seperti HMI maupun FPI yang berada di garis depan saat aksi, Pramono menjawab diplomatis. Menurut dia, presiden bisa berkomunikasi dengan siapapun. ’’Yang jelas, presiden tentunya melakukan komunikasi dengan tokoh-tokoh yang diharapkan bisa menentramkan persoalan ini,’’ tambahnya.

Sementara Kabareskrim Komjen Ari Dono Sukmanto mengatakan, memang dalam gelar perkara tentu akan ada perbedaan pendapat yang saling kontra. Antara, saksi ahli terlapor dengan saksi ahli pelapor. ”Namun, kami punya pijakan pada keyakinan penyidik,” ungkapnya.

Sebab, penyidik menganalisa semuanya, dari laporan, barang bukti hingga keterangan saksi ahli. Dari semua itu, tentu ada benang merah yang bisa diambil. ”Teknisnya semu aberdasar observasi dan interview,” paparnya.

Menurutnya, sejumlah pengawas dari internal dan eksternal telah dilayangkan surat undangan untuk menghadiri gelar perkara terbuka terbatas tersebut. ”Semua bisa ikut mengawasi,” papar mantan Kapolda Sulawesi Tengah tersebut.

Apakah bisa penentuan kasus selesai hingga deadline pada 18 November? Ari menuturkan, Bareskrim akan patuh dengan memenuhi batas waktu tersebut. Sebelum Jumat (18/11), analisa dan evaluasi hasil gelar perkara akan diumumkan. ”Dua minggu selesai,” ungkapnya.

Lalu, bagaimanakan bila masyarakat tidak puas dengan hasilnya, jalur hukum apa yang bisa ditempuh untuk kasus yang masih tahap penyelidikan? Kadivhumas Mabes Polri Irjen Boy Rafli Amar mengatakan, bila memang ada ada ketidakpuasan, tentunya semua harus menerima. ”Untuk jalur hukum yang ditempuh, nanti saya jawab Kamis,” ungkapnya.

Terpisah, Ketua Komisi III DPR Bambang Soesatyo memberikan apresiasi atas langkah Kapolri yang mengirimkan undangan resmi terkait gelar perkara atas kasus Ahok. Namun, Bambang menyatakan bahwa Komisi III sepakat untuk tidak menghadiri gelar perkara itu.

”Tanpa mengurangi rasa hormat, Komisi III sepakat tidak hadir, untuk menjaga independensi Polri sebagai institusi sebagaimana diamanatkan Undang Undang,” kata Bambang.

Menurut Bambang, Komisi III menyadari sebagai lembaga politik, DPR dalam hal ini tidak bisa lepas dari berbagai kepentingan partai politik yg ada di dalamnya. Karena itu, sebaiknya gelar perkara atas kasus Ahok sebaiknya tetap berjalan tanpa ada keterlibatan DPR selaku pengawas. ”Kami berpandangan, pengawasan yang kami lakukan mengacu pada tata tertib dewan dan UU MD3,” ujarnya.

Bambang menambahkan, pihaknya juga menyadari posisi Kapolri yang dilematis dalam kasus Ahok. Namun, dalam situasi ini pihaknya meyakini bahwa Polri akan tetap bekerja sesuai koridor dan aturan. ”Kami berharap Kapolri tetap berdiri tegak lurus pada upaya penegakan hukum berdasarkan UU yang berlaku tanpa gentar pada tekanan publik maupun tekanan pihak-pihak tertentu,” tandasnya. (byu/idr/bay/jpg)

Foto: AFP Gubernur DKI Jakarta non aktif, Basuki Cahaya Purnama alias Ahok, usai diperiksa Bareskrim terkait dugaan penistaan agama di Jakarta, Senin (7/11).

JAKARTA, SUMUTPOS.CO – Suasana sejuk di ibu kota makin terasa pasca demonstrasi akbar 4 November lalu. Kini, imbauan agar aksi demonstrasi tidak berlanjut pada 25 November (2511) mendatang semakin mengemuka. Masyarakat diimbau menahan diri dan menyikapi apapun hasil penyelidikan kepolisian secara dewasa.

Wapres Jusuf Kalla menuturkan, masyarakat sudah menyampaikan aspirasinya dengan baik soal Gubernur DKI Jakarta nonaktif Basuki Tjahaja Purnama. Mudah-mudahan solusi yang kita berikan dapat ditanggapi atau dijalankan polisi dengan sebaik-baiknya, sehingga tidak perlu lagi ada demo berikutnya,’’ ujarnya di kantor wapres kemarin (14/11).

Dia menyarankan agar masyarakat mempercayakan proses hukum itu kepada para penyidik di Bareskrim. Tidak perlu mengintervensi penyidik yang sedang bekerja. “Ya kita menunggu dari gelar perkara,” lanjutnya.

Dalam kesempatan itu, dia juga membantah konsolidasi yang dilakukan Presiden Joko Widodo sepekan belakangan sebagai bentuk ketakutan. Dia menuturkan, ada dua tujuan konsolidasi yang dilakukan Jokowi. Konsolidasi dengan ulama dilakukan karena para tokoh agama memahami persoalan yang sedang dialami bangsa dan tahu bagaimana cara megatasinya.

Sedangkan, konsolidasi dengan militer dan Polri tentu berkaitan dnegan keamanan. “Agar aparat keamanan selalu siap menghadapi hal-hal yang mungkin, seperti konflik internal, sebagai bentuk pengamanan,’’ tutur JK. Bukan untuk saling mempertentangkan.

Konsolidasi dengan berbagai pihak, tambahnya, pada dasarnya memang diperlukan. Konsolidasi dilakukan agar semua pihak bersatu dan mencegah munculnya potensi konflik di masa yang akan datang.

Hal senada juga disampaikan Setkab Pramono Anung. Dia mengakui, konsolidasi yang dilakukan Presiden memang ada kaitannya dengan rencana aksi 25 November. Namun, bukan untuk melarang. Lewat konsolidasi itu, presiden mengajak masyarakat untuk menunggu hasil penyelidikan pihak kepolisian atas kasus Ahok.

’’Kalau sudah diputuskan secara terbuka, transparan, memenuhi harapan publik,tanpa ada tekanan apapun kepada penegak hukum, maka harapannya adalah tidak ada demo lagi,’’ tutrnya, kemarin. Bagaimanapun, Indonesia adalah negara yang berdasarkan hukum. Bukan berdasarkan tekanan politik dari siapapun.

Disinggung mengenai upaya komunikasi dengan sejumlah pihak seperti HMI maupun FPI yang berada di garis depan saat aksi, Pramono menjawab diplomatis. Menurut dia, presiden bisa berkomunikasi dengan siapapun. ’’Yang jelas, presiden tentunya melakukan komunikasi dengan tokoh-tokoh yang diharapkan bisa menentramkan persoalan ini,’’ tambahnya.

Sementara Kabareskrim Komjen Ari Dono Sukmanto mengatakan, memang dalam gelar perkara tentu akan ada perbedaan pendapat yang saling kontra. Antara, saksi ahli terlapor dengan saksi ahli pelapor. ”Namun, kami punya pijakan pada keyakinan penyidik,” ungkapnya.

Sebab, penyidik menganalisa semuanya, dari laporan, barang bukti hingga keterangan saksi ahli. Dari semua itu, tentu ada benang merah yang bisa diambil. ”Teknisnya semu aberdasar observasi dan interview,” paparnya.

Menurutnya, sejumlah pengawas dari internal dan eksternal telah dilayangkan surat undangan untuk menghadiri gelar perkara terbuka terbatas tersebut. ”Semua bisa ikut mengawasi,” papar mantan Kapolda Sulawesi Tengah tersebut.

Apakah bisa penentuan kasus selesai hingga deadline pada 18 November? Ari menuturkan, Bareskrim akan patuh dengan memenuhi batas waktu tersebut. Sebelum Jumat (18/11), analisa dan evaluasi hasil gelar perkara akan diumumkan. ”Dua minggu selesai,” ungkapnya.

Lalu, bagaimanakan bila masyarakat tidak puas dengan hasilnya, jalur hukum apa yang bisa ditempuh untuk kasus yang masih tahap penyelidikan? Kadivhumas Mabes Polri Irjen Boy Rafli Amar mengatakan, bila memang ada ada ketidakpuasan, tentunya semua harus menerima. ”Untuk jalur hukum yang ditempuh, nanti saya jawab Kamis,” ungkapnya.

Terpisah, Ketua Komisi III DPR Bambang Soesatyo memberikan apresiasi atas langkah Kapolri yang mengirimkan undangan resmi terkait gelar perkara atas kasus Ahok. Namun, Bambang menyatakan bahwa Komisi III sepakat untuk tidak menghadiri gelar perkara itu.

”Tanpa mengurangi rasa hormat, Komisi III sepakat tidak hadir, untuk menjaga independensi Polri sebagai institusi sebagaimana diamanatkan Undang Undang,” kata Bambang.

Menurut Bambang, Komisi III menyadari sebagai lembaga politik, DPR dalam hal ini tidak bisa lepas dari berbagai kepentingan partai politik yg ada di dalamnya. Karena itu, sebaiknya gelar perkara atas kasus Ahok sebaiknya tetap berjalan tanpa ada keterlibatan DPR selaku pengawas. ”Kami berpandangan, pengawasan yang kami lakukan mengacu pada tata tertib dewan dan UU MD3,” ujarnya.

Bambang menambahkan, pihaknya juga menyadari posisi Kapolri yang dilematis dalam kasus Ahok. Namun, dalam situasi ini pihaknya meyakini bahwa Polri akan tetap bekerja sesuai koridor dan aturan. ”Kami berharap Kapolri tetap berdiri tegak lurus pada upaya penegakan hukum berdasarkan UU yang berlaku tanpa gentar pada tekanan publik maupun tekanan pihak-pihak tertentu,” tandasnya. (byu/idr/bay/jpg)

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/