30 C
Medan
Monday, July 1, 2024

Segel Mudah Dicopot dan Lebih Cepat Habis

FAKHRUL ROZI/SUMUT POS BUKA SEGEL: Seorang warga membuka segel tabung LPG 3 Kg yang akan digunakannya untuk kebutuhan memasak.
FAKHRUL ROZI/SUMUT POS
BUKA SEGEL: Seorang warga membuka segel tabung LPG 3 Kg yang akan digunakannya untuk kebutuhan memasak.

BELAWAN, SUMUTPOS.CO- Ibu-ibu rumah tangga dan pegadang kecil di Medan Labuhan mengeluhkan LPG 3 Kg yang segelnya mudah dicopot, serta mereka juga merasa gasnya lebih cepat habis. Padahal, menurut pengakuan para ibu rumah tangga tersebut, sebelumnya untuk melepas segel harus dicongkel menggunakan pisau. Curiga isi LPG 3 Kg tersebut tak sesuai ukuran,  mereka memastikan berat bersih tabung dengan menimbangnya kembali.

“Awalnya, saya curiga karena segel penutup tabung sangat mudah dibuka. Begitu ditimbang di rumah, ternyata setiap tabung beratnya berbeda,” tutur Suraida (41), warga Pekan Labuhan Medan Labuhan.

Menurut pedagang gorengan ini, kondisi seperti itu sudah berlangsung dua pekan ini. Semula Ia menduga LPG 3 Kg tersebut beratnya setengah dari biasa. Kecurigaan tersebut muncul ketika penggunaan LPG 3 Kg yang biasanya digunakan untuk tiga hari, ternyata belakangan hanya bisa dua hari. “Anehnya lagi, jarum di regulator juga yang biasanya di angka ketiga, tapi sekarang paling penuh hanya digaris angka kedua. Jadi menurut saya, sekarang ini isi LPG 3 Kg ini cuma lebih dari setengah,” ungkapnya.

Hal senada diungkapkan Nurhayati, seorang ibu rumah tangga di kawasan Benteng Baru Medan Labuhan. Ia menyatakan, LPG 3 Kg yang biasanya cukup untuk tujuh hari, kini tak sampai seminggu telah habis. “Segelnya memang mudah dicopot, hanya diputar sekali saja, segel lepas. Kalau dulu, segel harus dicongkel menggunakan pisau atau obeng,” jelasnya.

Merasa penasaran dengan berat tabung yang dibelinya, Nur pernah berupaya menimbang tabung yang sudah kosong, dan dua tabung yang masih disegel, untuk membandingkan berat bersih, ternyata beratnya berbeda. “Berat tabung kosong pada timbangan kami 5 Kg, sementara berat tabung isi bersegel 7,3 Kg, ada juga yang 7,5 Kg,” bebernya.

Selain berat tabung berbeda, soal harga gas bersubsidi ini juga masih menjadi keluhan warga. Sebab, harga LPG 3 Kg yang mereka beli di tingkat warung pengecer mencapai Rp19 ribu hingga Rp20 ribu. “Kami terpaksa beli dengan harga mahal ke warung pengecer, karena kalau beli di pangkalan terbatas. Kadang, kalau pasokan LPG 3 Kg masuknya sore, besok pagi di pangkalan sudah tidak ada lagi,” ungkap Nur lagi.

Sementara Ketua Asosiasi Pangkalan Gas Indonesia (APGI) Sumut, Abdullah didampingi Wakil Sekretaris Herianto, dengan terjadinya ketidaksesuaian isi tabung LPG 3 Kg ini, meminta Dinas Perindustrian dan Perdagangan (Disperindag) Kota Medan segera berkoordinasi dan mengecek proses pengisian, mulai di SPBE hingga penyaluran ke agen dan pangkalan. “Gas kosong itu beratnya 5 Kg, maka jika terisi 3 Kg menjadi 8 Kg. Karena itu, kami meminta Disperindag melakukan koordinasi ke lokasi SPBE swasta yang selama ini berfungsi sebagai tempat pengisian tabung LPG 3 Kg dan 12 Kg. Selain itu, kami berharap pihak kepolisian bisa mengungkap pelaku penimbun LPG 3 Kg tak resmi yang telah merugikan masyarakat ini,” tegas Abdullah.

“Terpenting adalah baik Pemko maupun Pemkab harus memvalidasi ulang data warga pengguna gas bersubsidi tiap tahun. Karena data kuota yang disalurkan dengan jumlah warga pemakai LPG 3 Kg tidak sama, jadi perlu ada pengendalian,” tambah Abdullah.

Sebelumnya, Direktur Energi Baru PT Pertamina (Persero), Yenni Andayan saat ditanya tentang masih sulitnya masyarakat memperoleh elpiji bersubsidi itu, Ia mengaku kalau selama ini pihaknya melakukan pendistribusian LPG 3 Kg ke masyarakat sudah sesuai kebutuhan kuota yang ditetapkan. Proses pendistribusian LPG 3 Kg itu sendiri, mengacu pada kebijakan pemerintah termasuk Pemko maupun Pemkab di masing-masing daerah. “Persoalan LPG 3 Kg, selama ini selalu kami sikapi secara serius. Pendistribusian dilakukan sesuai data kuota yang dibutuhkan. Termasuk soal pemantauan penyaluran LPG 3 Kg tetap dilakukan mulai dari Aceh, Sumut, bahkan hingga ke wilayah timur Indonesia,” jelasnya. (rul/saz)

FAKHRUL ROZI/SUMUT POS BUKA SEGEL: Seorang warga membuka segel tabung LPG 3 Kg yang akan digunakannya untuk kebutuhan memasak.
FAKHRUL ROZI/SUMUT POS
BUKA SEGEL: Seorang warga membuka segel tabung LPG 3 Kg yang akan digunakannya untuk kebutuhan memasak.

BELAWAN, SUMUTPOS.CO- Ibu-ibu rumah tangga dan pegadang kecil di Medan Labuhan mengeluhkan LPG 3 Kg yang segelnya mudah dicopot, serta mereka juga merasa gasnya lebih cepat habis. Padahal, menurut pengakuan para ibu rumah tangga tersebut, sebelumnya untuk melepas segel harus dicongkel menggunakan pisau. Curiga isi LPG 3 Kg tersebut tak sesuai ukuran,  mereka memastikan berat bersih tabung dengan menimbangnya kembali.

“Awalnya, saya curiga karena segel penutup tabung sangat mudah dibuka. Begitu ditimbang di rumah, ternyata setiap tabung beratnya berbeda,” tutur Suraida (41), warga Pekan Labuhan Medan Labuhan.

Menurut pedagang gorengan ini, kondisi seperti itu sudah berlangsung dua pekan ini. Semula Ia menduga LPG 3 Kg tersebut beratnya setengah dari biasa. Kecurigaan tersebut muncul ketika penggunaan LPG 3 Kg yang biasanya digunakan untuk tiga hari, ternyata belakangan hanya bisa dua hari. “Anehnya lagi, jarum di regulator juga yang biasanya di angka ketiga, tapi sekarang paling penuh hanya digaris angka kedua. Jadi menurut saya, sekarang ini isi LPG 3 Kg ini cuma lebih dari setengah,” ungkapnya.

Hal senada diungkapkan Nurhayati, seorang ibu rumah tangga di kawasan Benteng Baru Medan Labuhan. Ia menyatakan, LPG 3 Kg yang biasanya cukup untuk tujuh hari, kini tak sampai seminggu telah habis. “Segelnya memang mudah dicopot, hanya diputar sekali saja, segel lepas. Kalau dulu, segel harus dicongkel menggunakan pisau atau obeng,” jelasnya.

Merasa penasaran dengan berat tabung yang dibelinya, Nur pernah berupaya menimbang tabung yang sudah kosong, dan dua tabung yang masih disegel, untuk membandingkan berat bersih, ternyata beratnya berbeda. “Berat tabung kosong pada timbangan kami 5 Kg, sementara berat tabung isi bersegel 7,3 Kg, ada juga yang 7,5 Kg,” bebernya.

Selain berat tabung berbeda, soal harga gas bersubsidi ini juga masih menjadi keluhan warga. Sebab, harga LPG 3 Kg yang mereka beli di tingkat warung pengecer mencapai Rp19 ribu hingga Rp20 ribu. “Kami terpaksa beli dengan harga mahal ke warung pengecer, karena kalau beli di pangkalan terbatas. Kadang, kalau pasokan LPG 3 Kg masuknya sore, besok pagi di pangkalan sudah tidak ada lagi,” ungkap Nur lagi.

Sementara Ketua Asosiasi Pangkalan Gas Indonesia (APGI) Sumut, Abdullah didampingi Wakil Sekretaris Herianto, dengan terjadinya ketidaksesuaian isi tabung LPG 3 Kg ini, meminta Dinas Perindustrian dan Perdagangan (Disperindag) Kota Medan segera berkoordinasi dan mengecek proses pengisian, mulai di SPBE hingga penyaluran ke agen dan pangkalan. “Gas kosong itu beratnya 5 Kg, maka jika terisi 3 Kg menjadi 8 Kg. Karena itu, kami meminta Disperindag melakukan koordinasi ke lokasi SPBE swasta yang selama ini berfungsi sebagai tempat pengisian tabung LPG 3 Kg dan 12 Kg. Selain itu, kami berharap pihak kepolisian bisa mengungkap pelaku penimbun LPG 3 Kg tak resmi yang telah merugikan masyarakat ini,” tegas Abdullah.

“Terpenting adalah baik Pemko maupun Pemkab harus memvalidasi ulang data warga pengguna gas bersubsidi tiap tahun. Karena data kuota yang disalurkan dengan jumlah warga pemakai LPG 3 Kg tidak sama, jadi perlu ada pengendalian,” tambah Abdullah.

Sebelumnya, Direktur Energi Baru PT Pertamina (Persero), Yenni Andayan saat ditanya tentang masih sulitnya masyarakat memperoleh elpiji bersubsidi itu, Ia mengaku kalau selama ini pihaknya melakukan pendistribusian LPG 3 Kg ke masyarakat sudah sesuai kebutuhan kuota yang ditetapkan. Proses pendistribusian LPG 3 Kg itu sendiri, mengacu pada kebijakan pemerintah termasuk Pemko maupun Pemkab di masing-masing daerah. “Persoalan LPG 3 Kg, selama ini selalu kami sikapi secara serius. Pendistribusian dilakukan sesuai data kuota yang dibutuhkan. Termasuk soal pemantauan penyaluran LPG 3 Kg tetap dilakukan mulai dari Aceh, Sumut, bahkan hingga ke wilayah timur Indonesia,” jelasnya. (rul/saz)

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/