MEDAN- Sebagai salah satu danau terbesar di Indonesia dengan keanekaragaman geologinya, Danau Toba dinilai sangat layak dijadikan kawasan geopark (taman bumi). Penetapan Danau Toba sebagai kawasan geopark dilakukan sekaligus sebagai pengembangan ekonomi masyarakat lokal melalui kegiatan pariwisata serta menjadikan kawasan tersebut sebagai area pembelajaran dan rekreasi.
“Geopark ini sendiri sebenarnya merupakan konsep yang dipromosikan oleh UNESCO sejak tahun 2000 dan telah diterapkan di banyak negara, seperti Eropa dan China. Penetapan kawasan geopark ini sangat penting dilakukan sebagai pelestarian situs-situs geologi,” kata Ketua Pengda Ikatan Ahli Geologi Indonesia Sumut, Ir. Gagarin Sembiring dalam talkshow yang diselenggarakan Earth Society for Danau Toba, di Hotel Tiara Medan, Senin (14/5).
Menurut Gagarin, sebagai danau yang terbentuk dari aktivitas vulkano tektonik terbesar di dunia dengan panjang danau mencapai 87 km dan lebar 27 km serta ketinggian 904 meter di atas permukaan laut dan kedalaman maksimal 505 meter, Danau Toba merupakan aset pariwisata yang penting bagi Indonesia. Kawasan dengan luas 3,704 km2 yang diliputi 5 kabupaten diantaranya Toba Samosir, Simalungun, Tapanuli Utara, Dairi dan Karo ini memiliki potensi yang cukup untuk ditetapkan sebagai kawasan geopark.
“Sebelumnya, yang sudah menjadi kawasan geopark adalah Danau Batur di Bali dan kawasan karst di Pacitan.
Maka untuk menjadikan Danau Toba sebagai kawasan geopark harus benar-benar dipersiapkan. Semua kabupaten harus mendukung dan juga mempersiapkan diri,” ujarnya.
Ketua Earth Society, Mangaliat Simarmata menambahkan tahun ini direncanakan Danau Toba menjadi kawasan geopark. “Jika Danau Toba ditetapkan menjadi kawasan geopark, diharapkan hal tersebut sebagai pengenalan ilmu kebumian. Masyarakat adat bisa diberdayakan untuk ikut dalam pelestarian Danau Toba. Filosofi geopark adalah yang penting peran serta yang jelas masyarakat adatnya,” urainya.
Kepala Dinas Kesenian dan Kebudayaan Samosir, Theodora Sihotang, mengungkapkan untuk menyambut penetapan Danau Toba sebagai kawasan geopark oleh UNESCO, Kabupaten Samosir akan melakukan pendampingan kepada masyarakat. “Begitu juga dengan penganggaran untuk pariwisata Danau Toba, pasti nanti akan disiapkan. Samosir memiliki komitmen dalam pariwisata. Berbicara geopark, disadari betul bahwa pelestari Danau Toba adalah masyarakat sekitar itu sendiri,” terangnya.
Sementara itu, Kepala Badan Koordinasi Pengelola Ekosistem Kawasan Danau Toba, Edward Simanjuntak mengaku sosialisasi dimasyarakat harus dilakukan terlebih dahulu sebelum penetapan Danau Toba sebagai kawasan geopark. “Bahkan meskipun tidak jadi geopark, kita tetap harus bergerak untuk mencintai dan melestarikan kawasan Danau Toba,” tegasnya.
Dalam kesempatan itu, Budayawan dari Universitas Sumatera Utara, Irwansyah Umar Harahap, mengatakan bahwa Danau Toba sangat kaya dalam konteks kebudayaan. “Misalnya saja alat musik dan nyanyian masyarakat Danau Toba yang sangat unik dan tidak ada di negara lain. Jadi, sebenarnya tidak perlu menunggu UNESCO untuk menjadikannya geopark kemudian dilestarikan. Yang penting bagaimana manusianya harus menjadi lebih baik dulu baru lingkungan juga akan menjadi baik,” ucapnya. Menurutnya untuk melestarikan Danau Toba salah satunya dengan menjaga kawasan itu dari kerusakan. “Menjadikannya sebagai kawasan yang bisa untuk mempelajari ilmu kebumian. Jadi tidak perlu menunggu penetapan kawasan geopark oleh UNESCO,” bebernya. (mag-11)