MEDAN, SUMUTPOS.CO – Dikabulkannya gugatan pihak penggugat yang mengaku sebagai ahli waris gedung Warenhuis yang terletak di Jalan Ahmad Yani VII/Hindu oleh Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Medan tak membuat Pemerintah Kota (Pemko) Medan tinggal diam. Sebab, Pemko Medan telah berencana untuk mengajukan banding atas putusan tersebut.
Berdasarkan informasi yang diterima Sumut Pos dari Plt Kabag Hukum Kota Medan, saat ini Pemko Medan tengah mempersiapkan memori banding atas putusan PTUN tingkat pertama.
Kepada Sumut Pos, kuasa hukum pihak penggugat, yakni Laksamana Adiyaksa SH mengatakan pihaknya tidak gentar dalam menanggapi sikap Pemko Medan yang berencana mengajukan banding. Sebab, pihaknya meyakini bahwa mereka berada di pihak yang benar atau memang merupakan ahli waris dari pemilik sah gedung heritage yang merupakan supermarket pertama di Kota Medan itu.
“Silakan saja, itu hak hukum dari Pemko Medan. Tetapi kami yakin bahwa klien kami atas nama Maya Seminole Pulungan memang benar sebagai ahli waris pemilik gedung Warenhuis atas nama almarhum G Dalip Singh Bath, kami hanya mempertahankan apa yang menjadi hak kami,” tegasnya.
Dikatakan pria yang kerap disapa Laks ini, dari awal pihaknya sudah berkali-kali mengatakan bahwa mereka tidak pernah mau menyelesaikan masalah ini secara hukum. Mereka justru meminta itikad baik Pemko Medan untuk menyelesaikan masalah kepemilikan ini secara baik-baik. Namun ternyata, Pemko Medan menantang pihaknya untuk membawa masalah ini ke jalur hukum.
“Karena Pemko bilang begitu, ya sudah, kami ikuti saja dan ternyata PTUN mengabulkan gugatan kami. Bila Pemko banding ya silakan, itu hak mereka,” katanya.
Laks mengatakan, pihaknya telah membawa sedikitnya 40 bukti saat dipersidangan. Mulai dari akte jual beli antara pihak Belanda dengan Almarhum G Dalip Singh Bath sampai kepada bukti pembayaran PBB yang dikeluarkan oleh Pemko Medan sendiri. Laks mengherankan pernyataan Pemko yang menyebutkan bahwa gedung tersebut adalah milik Pemko, sedangkan kliennya membayar PBB sebagai bukti kewajiban pemilik bangunan.
“Pemko sempat bilang kalau itu adalah aset nasionalisasi, tapi pada akhirnya kami bisa membuktikan kalau itu tidak benar. Sebab nasionalisasi aset itu terjadi pada tahun 1950an, tapi saat Belanda sudah tidak ada lagi maka aset Belanda menjadi aset negara. Tapi ini berbeda, aset itu sudah dibeli oleh Almarhum G Dalip Singh Bath pada tahun 1940-an, artinya sebelum adanya nasionalisasi aset, Warenhuis itu sudah menjadi milik WNI. Kami punya akte jual belinya itu yang kami buktikan di persidangan,” bebernya.
Laks menjelaskan, klien nya tidak berkeberatan apabila gedung tersebut dijadikan Pemko Medan sebagai gedung heritage ataupun gedung cagar budaya di Kota Medan, namun Pemko Medan tidak boleh mengakui bangunan itu sebagai miliknya. Sebaliknya, Pemko Medan harus mengakui bahwa gedung itu adalah aset kliennya sebagai ahli waris sah.
“Seperti rumah Tjong Afie, itu bukan aset Pemko, ada ahli waris sah pemilik rumah itu dan ahli warisnya bersedia agar rumah itu dijadikan cagar budaya seperti yang saat ini kita lihat. Begitu juga dengan klien kami, silakan kalau mau menjadikan Warenhuis itu sebagai cagar budaya, tapi jangan hilangkan hak-hak keperdataan klien kami dan harus ada koordinasi Pemko bila ingin menggunakannya, bukan justru tidak mengakui kepemilikan klien kami sebagai ahli waris pemilik yang sah,” jelasnya.
Terakhir terang Laks, pihaknya menggugat Pemko Medan atas kepemilikan gedung Warenhuis tersebut pada bulan Oktober 2019 dan akhirnya gugatan mereka dikabulkan PTUN Medan pada tingkat pertama pada tanggal 12 Mei 2020.
“Jadi sebenarnya itu sudah diputus sejak 12 Mei yang lalu, tapi kami gak mau ekspos-ekspos itu, karena memang niat kami hanya mau mempertahankan apa yang menjadi hak kami, bukan mau melawan pemerintah. Dan sampai saat ini kami belum terima memori banding dari Pemko Medan atas putusan itu,” tutupnya.
Menanggapi hal ini, anggota Komisi III DPRD Medan, T Edriansyah Rendy SH mengatakan, Pemko Medan selaku pemerintah harus bisa mengambil tindakan tegas dalam mengamankan aset-asetnya. Dalam artian, Pemko Medan harus bisa mencari jalan keluar atau solusi dari setiap persoalan yang menghampiri kepemilikan aset-aset Pemko Medan.
“Misalnya gedung Warenhuis ini. Pemko Medan dalam hal ini bagian hukum, harus bisa mengumpulkan bukti-bukti yang kuat agar kepemilikan gedung Warenhuis bisa dikuatkan dengan putusan Pengadilan atas pihak yang menggugatnya, kita tentu tidak mau aset-aset milik Pemko Medan lepas,” ujar Rendy kepada Sumut Pos, Rabu (15/7).
Apalagi kata Rendy, kepemilikan aset sangat mempengaruhi rencana kerja Pemko Medan sendiri dalam membangun Kota Medan. Untuk Warenhuis yang saat ini sedang dalam proses hukum karena Pemko Medan mengajukan banding, tentu akan tertunda pembangunannya.
“Nah kalau sudah begini kan mau tidak mau jadi tertunda semuanya, rencana yang sudah baik jadi terhalang. Padahal kami di Komisi III sudah mendukung rencana pembangunan gedung Warenhuis sebagai salah satu pusat wisata heritage di kawasan Kesawan Kota Medan, tentu ini menjadi sebuah kemunduran,” katanya.
Sekretaris Fraksi NasDem ini menjelaskan, agar kedepannya bagian hukum Pemko Medan dapat fokus dalam menangani proses-proses hukum yang sedang dijalani oleh Pemko Medan.
Begitu juga soal kepemilikan aset, tak cuma Warenhuis, Pemko Medan juga diminta untuk memperhatikan, merawat serta mempertahankan aset-aset yang menjadi milik Pemko Medan. Tak terkecuali dalam memperhatikan aset-aset yang saat ini sedang dikelola oleh pihak ketiga, misalnya aset-aset yang saat ini sedang dalam masa kerjasama atau BOT.
“Intinya Komisi III meminta Pemko Medan dalam hal ini Kabag Hukum untuk serius dalam menangani gugatan kepemilikan ini agar Pemko tidak kalah kembali pada proses banding nanti, bila memang Pemko serius untuk mengajukan banding. Lalu kita harapkan ini juga jadi perhatian besar bagi Pemko Medan dalam hal ini BPKAD (Badan Pengelola Keuangan dan Aset Daerah), agar aset-aset Pemko Medan yang lainnya dapat lebih diperhatikan,” pungkasnya. (map)