Empat Pelaku Ribut Bagi-bagi Uang Korban
MEDAN-Erwin Panjaitan ternyata masih berstatus anggota Polri aktif berpangkat Brigadir Satu dan pernah bertugas di Mapolsek Kutalimbaru. Proses pemecatan dari kesatuan kini sedang disiapkan untuk tersangka pembunuh Sri Wahyuni itu. Demikian ditegaskan Kapolresta Medan, Kombes Pol Tagam Sinaga, saat berkunjung di Mapolsek Sunggal, Senin (15/8) pukul 15.20 WIB.
“Saya sudah menyusulkan kepada ke Kapolda Sumut untuk dilakukan penggeluaran Surat pemberhentian tidak dengan hormat (PTDH). Hal ini bisa dilakukan Erwin menjalani hukum pidana nya,” ungkapnya.
Saat ini, penanganan hukum para tersangka Erwin Panjaitan dan istrinya Ria Hutabarat, Suherman serta istrinya Eva Sari sedang dalam pendalaman. Polisi sedang mengungkap semuan tindakkan kejahatan yang pernah meraka lakukan.
Dalam kasus pembunuhan Sri Wahyuni, keempat tersangka mempunyai peran masing-masing. “Semua kita kenakan pasal berlapis dengan hukuman kurungan penjara selama 20 tahun,” jelas Tagam.
Dari hasil pemeriksaan diketahui, sempat terjadi keributan antar pelaku waktu pembagian uang. “Uang yang diraup tersangka dari ATM korban mencapai Rp30 juta. Namun uang yang dilaporkan hanya Rp16 juta jadi bagi dua hanya mendapatkan uang Rp8 Juta (per pasangan suami istri). Hal itu pemicu petengkaran tersangka. “Ini akan kita dalami, kita akan mendata uang korban yang diraup oleh tersangka,” beber Tagam
Dari tanggal 1-2 Agustus 2011 para tersangka meraup Rp30.750.000 uang korban. Dari uang itu, Ria dan Erwin 22.750.000 sedangkan Eva dan Suherman mendapatkan bagian Rp8 juta. Uang dibagikan sewaktu pelaku berada di penginapan di Sembahe. Di hari yang sama, pelaku mengambil uang korban sebanyak Rp15 juta.
Tagam menegaskan, motif tersangka murni perampokkan. “Dari keterangan tersangka, korban dibunuh dengan menggunakan syal. Erwin nekat melakukan ini karena tidak memiliki uang, gaji dia sebagai polisi tidak dikeluarkan,” jelas Tagam.
Terancam Pidana Berat
Erwin Panjaitan dan istrinya Ria Br Hutabarat, tersangka perampokan, penyekapan dan pembunuh Sri Wahyuni Simangunsong, sekaligus tersangka perampokan Gubernur LIRA, Rizal Mavi, terancam hukuman pidana berat. Saat ini, kasus pembunuhan Sriwahuni tengah ditangani petugas Polresta Medan dan perampokan dan penganiayaan Rizal Mavi ditangani Polres Pelabuhan Belawan.
“Di Polres Pelabuhan Belawan, tersangka bisa dikenakan Pasal 365 ayat 1 Pencurian dengan kekerasan dengan ancaman hukuman 9 tahun penjara. Sedangkan di wilayah hukum Polresta Medan atas kasus pembunuhan Sri Wahyuni, tersangka dikenakan pasal 365 ayat 4 dengan hukuman mati atau seumur hidup,” kata Kasat Reskrim Polres Pelabuhan Belawan, AKP Hamam W Sik, Selasa (15/8)
Hamam mengatakan bahwa kasus perampokan yang dilakukan tersangka terhadap Gubernur Lira sedang melengkapi berkas. “Kami juga terus melakukan koordinasi dengan Polresta Medan,” jelasnya.
Hingga kemarin, sudah 10 saksi yang dimintai keterangan terkait perampokan dan penganiayaan Rizal Mavi. Diantaranya saksi korban, saksi dari Indrapura, Tebing, dan juga adik ipar Erwiin Panjaitan, Rio Malindo dan temannya Heru Nur. “Kami hanya melakukan pemeriksaan terhadap mereka dan tidak menahan mereka,” tandasnya.
Kelainan Jiwa
Rosi Simanggunsong, adik kandung korban yang selama ini tinggal serumah dengan Sri Wahyuni Simangunsong, mengaku tidak kenal Erwin Panjaitan dan Ria Hutabarat. Meski sama-sama tinggal di Komplek Waikiki Jalan Flamboyan Medan dengan jarak rumah sekitar 20 meter, Rosi mengaku tidak mengetahui rumah para tersangka. “Walapun tetangga satu komplek, kami tidak mengenal tersangka,” jelasnya.
Rosi menegaskan, ia dan keluarga menyerahkan sepenuhnya kasus ini kepada pihak kepolisian.
Ibunda Wahyuni, Khainidar, hanya diam saat ditanyai wartawan seputar penyelidikan kasus pembunuhan anak ke empat dari lima bersaudara itu.
Ria Hutabarat yang disebut sebagai otak pelaku, dianggap berpenyakit jiwa hingga mampu berbuat keji. “Perbuatan nekat Ria menunjukkan dirinya orang yang memiliki kelaianan jiwa,” jelas Ketua Himpunan Psikologi Sumatera Utara (HPSU), Ramadhani Sukatendel, kemarin.
Ria termask wanita yang gelap mata dengan materi dan mampu melakukan apapun untuk meraihnya. “Merampok dan membunuh adalah tindakan yang jelas menyimpang. Perbuatan ini menggambarkan bagaimana penyimpangan pelaku yang telah lari dari kontrol kehidupannnya,” terang Ramadhani.
Razia Harus Pakai Plang
Sementara itu, Kapolda Sumut Irjen Pol Wisjnu Amat Sastro melalui Kepala Bidang (Kabid) Humas Polda Sumut Kombes Pol Raden Heru Prakoso menginstruksikan semua satuan wilayah hukum untuk memasang plang razia, manakala akan melakukan razia kendaraan.
Hal itu untuk mengantisipasi tindakan liar dari oknum-oknum yang ingin memanfaatkan jabatannya sebagai anggota Polri, seperti yang dialami almarhum Sri Wahyuni Simangunsong.
“Seperti yang diinstruksikan Kapolda, apabila satwil akan melakukan razia harus memasang plang razia,” tegas Heru.
Bila ada orang yang mengaku polisi dan melakukan razia, terlebih lagi di tempat-tempat sepi, ada baiknya langsung ditanyakan identitas dari orang tersebut terutama Kartu Tanda Anggota (KTA) Polrinya.
“Jika sudah yang aneh-aneh, atau meminta uang, langsung tanyakan saja identitasnya dan minta untuk menunjukkan KTA nya. Ini untuk mengurangi atau mengantisipasi tindak kejahatan,” tegasnya.
Lebih lanjut Heru menuturkan, bagi pengguna jalan yang mendapatkan hal seperti itu, diharapkan secepatnya melaporkan hal itu ke kantor polisi terdekat, agar bisa langsung disikapi dan ditindak.(mag-7/mag-11/uma/ari)