32 C
Medan
Saturday, June 29, 2024

Effendi Simbolon tak Membumi

PDIP Dinilai Tidak Belajar dari Pilgubsu 2008

Effendi Simbolon telah mendeklarasikan kesiapannya menjadi calon Gubsu bersama Djumiran Abdi sebagai calon Wagubsunya kemari. Namun, beberapa kalangan meragukan keberhasilan pasangan tersebut. PDIP pun dianggap terlalu berani. Poin yang dianggap bisa menjadi batu sandungan adalah sosok Effendi Simbolon yang dianggap kurang membumi di Sumut.

DEKLARASI: Effendi  Simbolon  Djumiran Abdi saat deklarasi. sebagai Calon Gubernur  Wakil Gubernur Sumatera Utara  kantor DPD PDI-P Jalan Hayam Wuruk, Medan, Kamis (15/11).//ANDRI GINTING/SUMUT POS
DEKLARASI: Effendi Simbolon dan Djumiran Abdi saat deklarasi.
sebagai Calon Gubernur dan Wakil Gubernur Sumatera Utara di kantor DPD PDI-P Jalan Hayam Wuruk, Medan, Kamis (15/11).//ANDRI GINTING/SUMUT POS

Abang ipar Bintatar Hutabarat ini – seperti diketahui – merupakan anggota DPR RI yang Dapilnya Jakarta. Selain itu, riwayat pendidikannya pun, tidak pernah di wilayah Sumut. Dia sekolah di SDN Cendrawasih Banjarbaru (1969-1975), SMPN 41 Jakarta (1975-1979), SMA Negeri 3 Jakarta (1979-1982), dan Universitas Jayabaya (1983-1988).

Dan, anggapan itu tidak ditampik politisi senior PDIP, Irmadi Lubis. “Masih ada waktu tiga bulan supaya dia betul-betul membumi,” ujar Irmadi Lubis saat dihubungi Sumut Pos, kemarin (15/11).

Pengganti Panda Nababan di Senayan itu menegaskan pencalonan Effendi Simbolon pastinya sudah dipikirkan dengan matang. “Bukan coba-coba tapi berani,” ujarnya. Pengamat politik dari Universitas Sumatera Utara (USU), Ahmad Taufan Damanik, mengatakan penentuan cagubsu di PDIP bisa berbahaya. “Sosok calon yang diusung tidak terkenal. Jadi, penentuannya tidak lebih karena arogansi politik pimpinan partai di pusat,” katanya, kemarin.
Ahmad Taufan pun menambahkan, kearogansian politik pimpinan partai itu bisa memicu ketidakpuasan. “Keputusan pusat partai biasanya tidak serta diterima kader di daerah, yang pada akhirnya membuat penolakan terhadap keputusan itu. Dan itu bisa saja dan sangat mungkin terjadi di internal PDIP Sumut. Kabarnya memang seperti itu,” urainya.

Ketidakpuasan itu, kata Damanik, bisa saja terjadi akibat PDIP yang tidak konsisten dengan mekanisme. “Sebenarnya PDIP sudah melakukan perbaikan, seperti adanya proses penjaringan dari pendaftaran, survei dan sebagainya. Namun dengan penetapan yang ditentukan tanpa mekanisme itu, sama artinya PDI P itu mengangkangi mekanisme yang sudah ditetapkan. Pemilihan sosok yang diusung jadi Cagubsu (Effendi Simbolon) dan penentuan Cawagubsu (Djumiran Abdi) yang tidak melalui proses itu membuktikan secara mutlak keputusan ada di DPP. Tidak ada peran DPD dalam hal ini. Jadi, untuk apa dilakukan mekanisme dan proses-proses seperti itu?” tegas Damanik.

Hal ini tentu membuat bakal calon yang sudah mendaftar ke PDIP kecewa. Misalnya, Bintatar Hutabarat yang terkesan disalip oleh abang iparnya sendiri, Effendi Simbolon. “Apa PDIP tidak belajar dari sebelumnya di Pilgubsu 2008 lalu? Di awal terlihat PDIP belajar dengan mekanisme yang dibuat, tapi mekanisme itu hanya formalitas. Kalau berbicara peluang, saya pikir jauhlah. Peluang terbesarnya ya kekalahan, hanya sebagai penggembira saja,” tegas Damanik.

Terkait soal menyalip adik ipar, Effendi Simbolon langsung buka suara. “Saya tidak ada menyalip. Semua itukan dinamika dalam berpolitik ya. Kita tidak ada menyalip siapa. Semuanya legowo saat saya dicalonkan menjadi calon Gubernur. Itu adalah kearifan dalam berpolitik. Politik itu bukan menang-menangan aja. Ada kebutuhan yang dipilih partai,” ujarnya, Kamis (15/11) usai mendeklarasikan calon pasangannya di kantor DPD PDI-P Sumut Jl Hayam Wuruk Medan.

Diusung menjadi calon gubernur Sumatera Utara, Effendi Simbolon mengatakan, itu adalah panggilan dan amanah. “Dengan keterbatasan saya, saya minta izin untuk berkarya di Sumatera Utara,” sebutnya.

Lalu, bagaimana dengan potensi keresahan di 33 Dewan Pimpinan Cabang (DPC) PDIP kab/kota se-Sumut dengan kehadiran Effendi Simbolon yang mendadak muncul? “Tidak ada penolakan, rapat kemarin, Rabu (14/11), semuanya menyetujui dan tidak ada yang menolak. Isu dari mana dan dari siapa itu? Semua kader patuh dengan keputusan DPP,” kata akil Ketua DPD I PDI P Bidang Komunikasi dan Informasi, Eddy Rangkuti, sembari emngatakan PDIP sepakat berkoalisi dengan Partai Peduli Rakyat Nasional (PPRN). Koalisi ini bagi Damanik pun belum tentu aman. Pasalnya, PPRN saat ini masih belum besar sebagai partai. Kondisi itu memiliki kerawanan yang tinggi terhadap eksistensi PPRN sendiri, dan termasuk kepercayaan kader partai terhadap partai.
“PDS dan PPRN sudah sepakat mengusung RE Nainggolan dan kemudian tidak berkoalisi dengan PDIP. Nyatanya, jika benar PPRN berkoalisi dengan PDI P, ini akan berakibat buruk pada PPRN. Pro kontra dan keretakan di internal mungkin bisa terjadi,” urainya lagi. (sam/ari/mag-12)

PDIP Dinilai Tidak Belajar dari Pilgubsu 2008

Effendi Simbolon telah mendeklarasikan kesiapannya menjadi calon Gubsu bersama Djumiran Abdi sebagai calon Wagubsunya kemari. Namun, beberapa kalangan meragukan keberhasilan pasangan tersebut. PDIP pun dianggap terlalu berani. Poin yang dianggap bisa menjadi batu sandungan adalah sosok Effendi Simbolon yang dianggap kurang membumi di Sumut.

DEKLARASI: Effendi  Simbolon  Djumiran Abdi saat deklarasi. sebagai Calon Gubernur  Wakil Gubernur Sumatera Utara  kantor DPD PDI-P Jalan Hayam Wuruk, Medan, Kamis (15/11).//ANDRI GINTING/SUMUT POS
DEKLARASI: Effendi Simbolon dan Djumiran Abdi saat deklarasi.
sebagai Calon Gubernur dan Wakil Gubernur Sumatera Utara di kantor DPD PDI-P Jalan Hayam Wuruk, Medan, Kamis (15/11).//ANDRI GINTING/SUMUT POS

Abang ipar Bintatar Hutabarat ini – seperti diketahui – merupakan anggota DPR RI yang Dapilnya Jakarta. Selain itu, riwayat pendidikannya pun, tidak pernah di wilayah Sumut. Dia sekolah di SDN Cendrawasih Banjarbaru (1969-1975), SMPN 41 Jakarta (1975-1979), SMA Negeri 3 Jakarta (1979-1982), dan Universitas Jayabaya (1983-1988).

Dan, anggapan itu tidak ditampik politisi senior PDIP, Irmadi Lubis. “Masih ada waktu tiga bulan supaya dia betul-betul membumi,” ujar Irmadi Lubis saat dihubungi Sumut Pos, kemarin (15/11).

Pengganti Panda Nababan di Senayan itu menegaskan pencalonan Effendi Simbolon pastinya sudah dipikirkan dengan matang. “Bukan coba-coba tapi berani,” ujarnya. Pengamat politik dari Universitas Sumatera Utara (USU), Ahmad Taufan Damanik, mengatakan penentuan cagubsu di PDIP bisa berbahaya. “Sosok calon yang diusung tidak terkenal. Jadi, penentuannya tidak lebih karena arogansi politik pimpinan partai di pusat,” katanya, kemarin.
Ahmad Taufan pun menambahkan, kearogansian politik pimpinan partai itu bisa memicu ketidakpuasan. “Keputusan pusat partai biasanya tidak serta diterima kader di daerah, yang pada akhirnya membuat penolakan terhadap keputusan itu. Dan itu bisa saja dan sangat mungkin terjadi di internal PDIP Sumut. Kabarnya memang seperti itu,” urainya.

Ketidakpuasan itu, kata Damanik, bisa saja terjadi akibat PDIP yang tidak konsisten dengan mekanisme. “Sebenarnya PDIP sudah melakukan perbaikan, seperti adanya proses penjaringan dari pendaftaran, survei dan sebagainya. Namun dengan penetapan yang ditentukan tanpa mekanisme itu, sama artinya PDI P itu mengangkangi mekanisme yang sudah ditetapkan. Pemilihan sosok yang diusung jadi Cagubsu (Effendi Simbolon) dan penentuan Cawagubsu (Djumiran Abdi) yang tidak melalui proses itu membuktikan secara mutlak keputusan ada di DPP. Tidak ada peran DPD dalam hal ini. Jadi, untuk apa dilakukan mekanisme dan proses-proses seperti itu?” tegas Damanik.

Hal ini tentu membuat bakal calon yang sudah mendaftar ke PDIP kecewa. Misalnya, Bintatar Hutabarat yang terkesan disalip oleh abang iparnya sendiri, Effendi Simbolon. “Apa PDIP tidak belajar dari sebelumnya di Pilgubsu 2008 lalu? Di awal terlihat PDIP belajar dengan mekanisme yang dibuat, tapi mekanisme itu hanya formalitas. Kalau berbicara peluang, saya pikir jauhlah. Peluang terbesarnya ya kekalahan, hanya sebagai penggembira saja,” tegas Damanik.

Terkait soal menyalip adik ipar, Effendi Simbolon langsung buka suara. “Saya tidak ada menyalip. Semua itukan dinamika dalam berpolitik ya. Kita tidak ada menyalip siapa. Semuanya legowo saat saya dicalonkan menjadi calon Gubernur. Itu adalah kearifan dalam berpolitik. Politik itu bukan menang-menangan aja. Ada kebutuhan yang dipilih partai,” ujarnya, Kamis (15/11) usai mendeklarasikan calon pasangannya di kantor DPD PDI-P Sumut Jl Hayam Wuruk Medan.

Diusung menjadi calon gubernur Sumatera Utara, Effendi Simbolon mengatakan, itu adalah panggilan dan amanah. “Dengan keterbatasan saya, saya minta izin untuk berkarya di Sumatera Utara,” sebutnya.

Lalu, bagaimana dengan potensi keresahan di 33 Dewan Pimpinan Cabang (DPC) PDIP kab/kota se-Sumut dengan kehadiran Effendi Simbolon yang mendadak muncul? “Tidak ada penolakan, rapat kemarin, Rabu (14/11), semuanya menyetujui dan tidak ada yang menolak. Isu dari mana dan dari siapa itu? Semua kader patuh dengan keputusan DPP,” kata akil Ketua DPD I PDI P Bidang Komunikasi dan Informasi, Eddy Rangkuti, sembari emngatakan PDIP sepakat berkoalisi dengan Partai Peduli Rakyat Nasional (PPRN). Koalisi ini bagi Damanik pun belum tentu aman. Pasalnya, PPRN saat ini masih belum besar sebagai partai. Kondisi itu memiliki kerawanan yang tinggi terhadap eksistensi PPRN sendiri, dan termasuk kepercayaan kader partai terhadap partai.
“PDS dan PPRN sudah sepakat mengusung RE Nainggolan dan kemudian tidak berkoalisi dengan PDIP. Nyatanya, jika benar PPRN berkoalisi dengan PDI P, ini akan berakibat buruk pada PPRN. Pro kontra dan keretakan di internal mungkin bisa terjadi,” urainya lagi. (sam/ari/mag-12)

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/