26 C
Medan
Monday, July 1, 2024

5 Napi Produksi Tempe, Disajikan untuk Makan Warga Binaan Lapas

JEMUR TEMPE: Salah satu warga binaan menjemur tempe hasil produksi sendiri yang telah dikemas dalam pelastik.
JEMUR TEMPE: Salah satu warga binaan menjemur tempe hasil produksi sendiri yang telah dikemas dalam pelastik.

MEDAN, SUMUTPOS.CO – Warga Binaan di Lapas Klas I Medan, memproduksi olahan tempe yang bisa dimanfaatkan untuk tambahan makan para tahanan. Dengan adanya produksi tempe tersebut, dapat sedikit mengurangi biaya makan di dalam Lapas.

Salah satu warga binaan yang diajarkan memproduksi olahan tempe adalah Riki Hidayatullah, warga binaan kasus narkotika yang divonis 18 tahun penjara pada tahun 2018. Bukan hanya Riki Hidayatullah, ada 4 warga binaan lainnya yang membantu Riki dalam mengolah produksi tempe tersebut.

Mereka adalah, Sri Hartono, Andi Cahyadi, Randi lesmana dan Feri Wibowo. Kelima warga binaan ini, mempunyai tugas masing-masing, dimana Riki sebagai penanggung jawab, Hartono, Andi, dan Randi membantu Riki di bagian produksi. Sedangkan Ferri yang bertugas pada bagian pemasaran.

Selain untuk konsumsi para warga binaan, tempe-tempe tersebut juga dipasarkan untuk para pengunjung yang datang untuk membesuk kerabat. Dalam mengolah produksi tersebut, mereka berlima mendapatkan upah Rp200 ribu per bulannya.

Saat ini, mereka berlima dapat memproduksi tempe hingga 300 batang setiap harinya, dan terhitung ada 100 kg kacang kedelai yang dapat diolah. Riki menjelaskan, setiap satu batang tempe diisi dengan 3,4 gram tempe. Jadi bila 3 batang tempe bersih menjadi 1 kg

“Ini kita isi 3,4 gram setiap satu batang ya, jadi kalau dijual 3 batang itu isinya 1 kilo,” ujarnya, saat disambangi wartawan, Sabtu (14/3).

Disebutkannya, setiap 3 batang tempe, dijual dengan harga Rp10 ribu, namun ada perbedaan antara di bagian pengolahannya saja. “Jadi kalau yang dijual itu, kulit arinya kita kupas. Kalau yang untuk dikonsumsi itu kita biarkan saja,” katanya.

Riki menjelaskan, selesai tahap pembersihan kulit, tahapan selanjutnya langsung masuk ke tahap pengeringan yang diserahkan kepada Andi.

Begitu juga Andi. Ia adalah warga Tanjungbalai yang ditangkap kepolisian Daerah (Polda) Sumut karena kepemilikan narkotika jenis sabu.

Andi bercerita, ia sangat menyesali perbuatannya tersebut, sebab karena terpaksa dia harus melakukan hal tersebut. Ia menceritakan saat itu ia sedang membutuhkan uang untuk membayar rumah kontrakan. Peluang kerja yang tak jelas membuatnya harus menjual narkotika.

“Waktu itu saya hanya seorang kuli bangunan, jadi belum ada pekerjaan sehingga saya harus terpaksa menjual narkotika untuk menutupi uang sewa rumah saya,” katanya, seraya bertekad tak akan mengulangi kesalahan masa lalunya.

Sedangkan Hartono, menjelaskan dirinya memang menggunakan narkotika. Namun tak untuk diedarkan. Hartono yang saat itu sedang menaburkan ragih sekaligus membungkus kedelai-kedelai tersebut bercerita bahwa dirinya adalah seorang ayah dari 2 anak. Ia berjanji bila telah bebas, ia takkan mengulangi kesalahannya kembali. (man/ila)

JEMUR TEMPE: Salah satu warga binaan menjemur tempe hasil produksi sendiri yang telah dikemas dalam pelastik.
JEMUR TEMPE: Salah satu warga binaan menjemur tempe hasil produksi sendiri yang telah dikemas dalam pelastik.

MEDAN, SUMUTPOS.CO – Warga Binaan di Lapas Klas I Medan, memproduksi olahan tempe yang bisa dimanfaatkan untuk tambahan makan para tahanan. Dengan adanya produksi tempe tersebut, dapat sedikit mengurangi biaya makan di dalam Lapas.

Salah satu warga binaan yang diajarkan memproduksi olahan tempe adalah Riki Hidayatullah, warga binaan kasus narkotika yang divonis 18 tahun penjara pada tahun 2018. Bukan hanya Riki Hidayatullah, ada 4 warga binaan lainnya yang membantu Riki dalam mengolah produksi tempe tersebut.

Mereka adalah, Sri Hartono, Andi Cahyadi, Randi lesmana dan Feri Wibowo. Kelima warga binaan ini, mempunyai tugas masing-masing, dimana Riki sebagai penanggung jawab, Hartono, Andi, dan Randi membantu Riki di bagian produksi. Sedangkan Ferri yang bertugas pada bagian pemasaran.

Selain untuk konsumsi para warga binaan, tempe-tempe tersebut juga dipasarkan untuk para pengunjung yang datang untuk membesuk kerabat. Dalam mengolah produksi tersebut, mereka berlima mendapatkan upah Rp200 ribu per bulannya.

Saat ini, mereka berlima dapat memproduksi tempe hingga 300 batang setiap harinya, dan terhitung ada 100 kg kacang kedelai yang dapat diolah. Riki menjelaskan, setiap satu batang tempe diisi dengan 3,4 gram tempe. Jadi bila 3 batang tempe bersih menjadi 1 kg

“Ini kita isi 3,4 gram setiap satu batang ya, jadi kalau dijual 3 batang itu isinya 1 kilo,” ujarnya, saat disambangi wartawan, Sabtu (14/3).

Disebutkannya, setiap 3 batang tempe, dijual dengan harga Rp10 ribu, namun ada perbedaan antara di bagian pengolahannya saja. “Jadi kalau yang dijual itu, kulit arinya kita kupas. Kalau yang untuk dikonsumsi itu kita biarkan saja,” katanya.

Riki menjelaskan, selesai tahap pembersihan kulit, tahapan selanjutnya langsung masuk ke tahap pengeringan yang diserahkan kepada Andi.

Begitu juga Andi. Ia adalah warga Tanjungbalai yang ditangkap kepolisian Daerah (Polda) Sumut karena kepemilikan narkotika jenis sabu.

Andi bercerita, ia sangat menyesali perbuatannya tersebut, sebab karena terpaksa dia harus melakukan hal tersebut. Ia menceritakan saat itu ia sedang membutuhkan uang untuk membayar rumah kontrakan. Peluang kerja yang tak jelas membuatnya harus menjual narkotika.

“Waktu itu saya hanya seorang kuli bangunan, jadi belum ada pekerjaan sehingga saya harus terpaksa menjual narkotika untuk menutupi uang sewa rumah saya,” katanya, seraya bertekad tak akan mengulangi kesalahan masa lalunya.

Sedangkan Hartono, menjelaskan dirinya memang menggunakan narkotika. Namun tak untuk diedarkan. Hartono yang saat itu sedang menaburkan ragih sekaligus membungkus kedelai-kedelai tersebut bercerita bahwa dirinya adalah seorang ayah dari 2 anak. Ia berjanji bila telah bebas, ia takkan mengulangi kesalahannya kembali. (man/ila)

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/