25 C
Medan
Friday, November 22, 2024
spot_img

Kami Pasrah…, Gubsu Bakal Pangkas 4.800 Tenaga Honor

TRIADI WIBOWO/SUMUT POS
HONORER: Para ASN dan honorer Badan Pengelolaan Pajak dan Retribusi Daerah Sumut , beberapa waktu lalu. Gubsu berencana memangkas jumlah honorer.

MEDAN, SUMUTPOS.CO – Tenaga honorer di lingkungan Pemerintah Provinsi Sumatera Utara hanya bisa pasrah mendengar kabar akan terkena pemangkasan oleh Gubernur, Edy Rahmayadi.

Pun demikian, mereka umumnya belum mengetahui secara resmi ihwal kebijakan tersebut. “Belum tau kalau ada aturan (kebijakan) itu nantinya,” ujar seorang petugas honorer yang enggan namanya dipublikasi, Minggu (16/6).

Ia mengaku tidak tahu harus berbuat apalagi jika memang aturan ini diberlakukan. “Gak tahu mau gimana lagi. Kami hanya bisa pasrah. Pasti ya kami honor gak sama dengan PNS, Ya, semoga aja itu tidak terjadi,” ujar wanita yang sudah empat tahun bekerja sebagai honorer itu.

Sebelumnya ia sudah pernah mendengar adanya rekrutmen Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK) akan tetapi untuk di lingkungan Pemprovsu belum ada pendaftaran. “Kemarin mau nyoba untuk ikut PPPK, tapi gak ada pendaftaran di Sumut ini,” katanya.

Tenaga honorer lainnya yang namanya tak ingin dikorankan mengungkapkan, tidak bisa berbuat apa-apa akan adanya rencana pemangkasan tersebut. “Aku gak bisa berbuat apa-apa lah, karena aku hanya petugas kebersihan di sini,” ucapnya.

Ia berharap banyak kepada gubernur untuk tidak melakukan kebijakan itu, karena masih mencari rejeki sebagai petugas kebersihan di kantor gubernur. “Mudah-mudahan Pak Edy Rahmayadi gak langsung lakukan itu. Dari sini aku untuk nafkahi keluarga, bang,” katanya.

Diketahui, sebanyak 4.800 tenaga honor di lingkungan Pemprovsu akan kena pemangkasan atau diputus kontraknya secara bertahap hingga 2020. Gubsu Edy Rahmayadi melihat kinerja Aparatur Sipil Negara (ASN) Pemprovsu kian menurun setelah terlalu banyaknya tenaga kerja honorer atau outsourcing yang menggantikan kerja ASN.

“Karena tupoksinya tumpang tindih, jadinya kerja itu harusnya dikerjakan oleh ASN jadi dikerjakan oleh honorer. Jadinya dia bekerja untuk siapa itu ASN,” ucapnya kepada wartawan belum lama ini.

Mantan Pangkostrad ini menilai bahwa ASN tidak bekerja pada tupoksinya, melainkan digantikan karena banyaknya tenaga kerja honorer. Pun begitu, ia memastikan, tenaga honorer akan tetap bekerja di Pemprovsu akan tetapi tidak pada bagian administrasi surat menyurat. “Nanti ada honorer itu, dia spesialis untuk pemain keyboard, IT, tenaga-tenaga tidak terjangkau ASN di pemprov,” ujarnya.

Saat ini, sebut dia jumlah tenaga kerja honorer yang ada di Pemprovsu mencapai 4.800 ribu orang. Dengan jumlah begitu banyak, ia akan mengurangi tenaga kerja honorer secara bertahap. Ia akan mengkoreksi terlebih dahulu sebelum mengambil tindakan.”Artinya itu saja sudah kelebihan ASN ini, perlu kita koreksi ini, dipelajari benar tupoksinya,” katanya.

Diungkapkan Gubsu lagi, tenaga honorer itu digaji rata-rata Rp2,5 juta per bulan, dan tentunya menghabiskan banyak anggaran. Sementara jika gaji honor itu digunakan untuk membangun jalan, jembatan dan sebagainya, akan dirasakan manfaatnya oleh masyarakat. “Setahun itu Rp2 triliun Pemprov Sumut menggeluarkan dana untuk menggaji honorer,” pungkasnya.

Plt Kepala BKD Setdaprovsu, Abdul Khair Harahap mengatakan, saat ini tenaga honorer di Pemprovsu tidak ada lagi dan sudah digantikan dengan tenaga outsourcing. Kalaupun masih ada, ungkap dia, itu adalah sisa dari tahun lalu. Ia juga mengatakan, saat ini yang terbanyak honorer ada di tenaga pendidik atau guru. “Kalau itu sisa yang dulu untuk honorer. Kecuali kalau guru honorer itu mungkin ada,” katanya.

Harusnya Cari Solusi

Ketua komisi A, Muhri Fauzi Hafiz. Muhri menilai, pihaknya tidak bisa menerima sepenuhnya alasan Gubsu dalam rencananya mengakhiri kontrak para tenaga honorer disana.

“Kalau alasannya karena APBD yang tidak mencukupi untuk membayar mereka, saya pikir itu kurang rasional. Gubernur selaku tim pembina anggaran daerah seharusnya punya solusi dalam hal ini, bukannya justru ‘menyerah’ dengan melihat kondisi APBD kita saat ini. Gubsu harusnya mencari solusi, jangan asal bicara” ucap Muhri yang juga merupakan Wakil Ketua Fraksi Demokrat DPRD Sumut kepada Sumut Pos, Minggu (16/6).

Selain itu, lanjut Muhri, sebelum mengakhiri kontrak para tenaga honorer di lingkungan Pemprov Sumut, Gubsu seharusnya memikirkan terlebih dahulu nasib para tenaga honorer tersebut. Dengan berakhirnya kontrak ribuan tenaga honorer di lingkungan Pemprovsu, maka secara otomatis hal itu akan kembali melahirkan ribuan pengangguran di Sumut.

“Inikah yang disebut solusi? Justru Gubsu seharusnya memberikan lapangan kerja kepada rakyat Sumut, bukan malah sebaliknya. Bila memang harus diakhiri kontraknya, maka apa kompensasinya? Apakah ada lapangan kerja lain yang telah disediakan Pemprov Sumut untuk mereka? Gubsu harus fikirkan itu,” tegasnya.

Untuk alasan lainnya, yakni pekerjaan tenaga honorer yang disebut tumpang tindih dengan para ASN di lingkungan Pemprovsu, Muhri menyebutkan ada banyak solusi yang bisa dilakukan untuk mengatasi hal ini.

“Saat ini masyarakat masih banyak yang mengeluh dengan pelayanan dan kinerja para ASN di Pemprov Sumut, padahal itu masih dibantu oleh tenaga honorer. Lantas bagaimana lagi bila seandainya para ASN itu tidak dibantu para tenaga honorer? Bisa semakin lambat pekerjaan mereka,” ujarnya.

Sebaiknya, kata Muhri, Gubsu lebih dahulu meningkatkan kinerja para ASN nya untuk mampu bekerja secara efisien dan berkualitas. Sehingga apabila telah ditinggal oleh para tenaga honorer, para ASN telah terbiasa untuk bekerja dengan intensitas yang tinggi tanpa dibantu lagi oleh tenaga honorer.

“Sembari menunggu para ASN ‘mandiri’ tanpa bantuan tenaga honorer lagi, disitulah Gubsu mencari solusi untuk para tenaga honorer yang akan kehilangan pekerjaannya di Pemprovsu. Tenang honorer juga rakyat Sumut yang harus dipikirkan nasibnya dan nasib keluarganya, itu baru namanya Sumut Bermartabat,” jelasnya.

Untuk itu, kata Muhri, Gubernur sebaiknya tidak mengeluarkan ucapan – ucapan yang bisa menimbulkan keresahan di masyarakat, termasuk di kalangan tenaga honorer Pemprov Sumut.

“Gubernur jangan ngomong yang bisa menimbulkan keresahan masyarakat, ada satu saja masyarakat Sumatera Utara yang jadi pemgangguran akibat keputusan Gubernur, maka itu merupakan kezaliman,” pungkas Muhri. (prn/mag-1/ila)

TRIADI WIBOWO/SUMUT POS
HONORER: Para ASN dan honorer Badan Pengelolaan Pajak dan Retribusi Daerah Sumut , beberapa waktu lalu. Gubsu berencana memangkas jumlah honorer.

MEDAN, SUMUTPOS.CO – Tenaga honorer di lingkungan Pemerintah Provinsi Sumatera Utara hanya bisa pasrah mendengar kabar akan terkena pemangkasan oleh Gubernur, Edy Rahmayadi.

Pun demikian, mereka umumnya belum mengetahui secara resmi ihwal kebijakan tersebut. “Belum tau kalau ada aturan (kebijakan) itu nantinya,” ujar seorang petugas honorer yang enggan namanya dipublikasi, Minggu (16/6).

Ia mengaku tidak tahu harus berbuat apalagi jika memang aturan ini diberlakukan. “Gak tahu mau gimana lagi. Kami hanya bisa pasrah. Pasti ya kami honor gak sama dengan PNS, Ya, semoga aja itu tidak terjadi,” ujar wanita yang sudah empat tahun bekerja sebagai honorer itu.

Sebelumnya ia sudah pernah mendengar adanya rekrutmen Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK) akan tetapi untuk di lingkungan Pemprovsu belum ada pendaftaran. “Kemarin mau nyoba untuk ikut PPPK, tapi gak ada pendaftaran di Sumut ini,” katanya.

Tenaga honorer lainnya yang namanya tak ingin dikorankan mengungkapkan, tidak bisa berbuat apa-apa akan adanya rencana pemangkasan tersebut. “Aku gak bisa berbuat apa-apa lah, karena aku hanya petugas kebersihan di sini,” ucapnya.

Ia berharap banyak kepada gubernur untuk tidak melakukan kebijakan itu, karena masih mencari rejeki sebagai petugas kebersihan di kantor gubernur. “Mudah-mudahan Pak Edy Rahmayadi gak langsung lakukan itu. Dari sini aku untuk nafkahi keluarga, bang,” katanya.

Diketahui, sebanyak 4.800 tenaga honor di lingkungan Pemprovsu akan kena pemangkasan atau diputus kontraknya secara bertahap hingga 2020. Gubsu Edy Rahmayadi melihat kinerja Aparatur Sipil Negara (ASN) Pemprovsu kian menurun setelah terlalu banyaknya tenaga kerja honorer atau outsourcing yang menggantikan kerja ASN.

“Karena tupoksinya tumpang tindih, jadinya kerja itu harusnya dikerjakan oleh ASN jadi dikerjakan oleh honorer. Jadinya dia bekerja untuk siapa itu ASN,” ucapnya kepada wartawan belum lama ini.

Mantan Pangkostrad ini menilai bahwa ASN tidak bekerja pada tupoksinya, melainkan digantikan karena banyaknya tenaga kerja honorer. Pun begitu, ia memastikan, tenaga honorer akan tetap bekerja di Pemprovsu akan tetapi tidak pada bagian administrasi surat menyurat. “Nanti ada honorer itu, dia spesialis untuk pemain keyboard, IT, tenaga-tenaga tidak terjangkau ASN di pemprov,” ujarnya.

Saat ini, sebut dia jumlah tenaga kerja honorer yang ada di Pemprovsu mencapai 4.800 ribu orang. Dengan jumlah begitu banyak, ia akan mengurangi tenaga kerja honorer secara bertahap. Ia akan mengkoreksi terlebih dahulu sebelum mengambil tindakan.”Artinya itu saja sudah kelebihan ASN ini, perlu kita koreksi ini, dipelajari benar tupoksinya,” katanya.

Diungkapkan Gubsu lagi, tenaga honorer itu digaji rata-rata Rp2,5 juta per bulan, dan tentunya menghabiskan banyak anggaran. Sementara jika gaji honor itu digunakan untuk membangun jalan, jembatan dan sebagainya, akan dirasakan manfaatnya oleh masyarakat. “Setahun itu Rp2 triliun Pemprov Sumut menggeluarkan dana untuk menggaji honorer,” pungkasnya.

Plt Kepala BKD Setdaprovsu, Abdul Khair Harahap mengatakan, saat ini tenaga honorer di Pemprovsu tidak ada lagi dan sudah digantikan dengan tenaga outsourcing. Kalaupun masih ada, ungkap dia, itu adalah sisa dari tahun lalu. Ia juga mengatakan, saat ini yang terbanyak honorer ada di tenaga pendidik atau guru. “Kalau itu sisa yang dulu untuk honorer. Kecuali kalau guru honorer itu mungkin ada,” katanya.

Harusnya Cari Solusi

Ketua komisi A, Muhri Fauzi Hafiz. Muhri menilai, pihaknya tidak bisa menerima sepenuhnya alasan Gubsu dalam rencananya mengakhiri kontrak para tenaga honorer disana.

“Kalau alasannya karena APBD yang tidak mencukupi untuk membayar mereka, saya pikir itu kurang rasional. Gubernur selaku tim pembina anggaran daerah seharusnya punya solusi dalam hal ini, bukannya justru ‘menyerah’ dengan melihat kondisi APBD kita saat ini. Gubsu harusnya mencari solusi, jangan asal bicara” ucap Muhri yang juga merupakan Wakil Ketua Fraksi Demokrat DPRD Sumut kepada Sumut Pos, Minggu (16/6).

Selain itu, lanjut Muhri, sebelum mengakhiri kontrak para tenaga honorer di lingkungan Pemprov Sumut, Gubsu seharusnya memikirkan terlebih dahulu nasib para tenaga honorer tersebut. Dengan berakhirnya kontrak ribuan tenaga honorer di lingkungan Pemprovsu, maka secara otomatis hal itu akan kembali melahirkan ribuan pengangguran di Sumut.

“Inikah yang disebut solusi? Justru Gubsu seharusnya memberikan lapangan kerja kepada rakyat Sumut, bukan malah sebaliknya. Bila memang harus diakhiri kontraknya, maka apa kompensasinya? Apakah ada lapangan kerja lain yang telah disediakan Pemprov Sumut untuk mereka? Gubsu harus fikirkan itu,” tegasnya.

Untuk alasan lainnya, yakni pekerjaan tenaga honorer yang disebut tumpang tindih dengan para ASN di lingkungan Pemprovsu, Muhri menyebutkan ada banyak solusi yang bisa dilakukan untuk mengatasi hal ini.

“Saat ini masyarakat masih banyak yang mengeluh dengan pelayanan dan kinerja para ASN di Pemprov Sumut, padahal itu masih dibantu oleh tenaga honorer. Lantas bagaimana lagi bila seandainya para ASN itu tidak dibantu para tenaga honorer? Bisa semakin lambat pekerjaan mereka,” ujarnya.

Sebaiknya, kata Muhri, Gubsu lebih dahulu meningkatkan kinerja para ASN nya untuk mampu bekerja secara efisien dan berkualitas. Sehingga apabila telah ditinggal oleh para tenaga honorer, para ASN telah terbiasa untuk bekerja dengan intensitas yang tinggi tanpa dibantu lagi oleh tenaga honorer.

“Sembari menunggu para ASN ‘mandiri’ tanpa bantuan tenaga honorer lagi, disitulah Gubsu mencari solusi untuk para tenaga honorer yang akan kehilangan pekerjaannya di Pemprovsu. Tenang honorer juga rakyat Sumut yang harus dipikirkan nasibnya dan nasib keluarganya, itu baru namanya Sumut Bermartabat,” jelasnya.

Untuk itu, kata Muhri, Gubernur sebaiknya tidak mengeluarkan ucapan – ucapan yang bisa menimbulkan keresahan di masyarakat, termasuk di kalangan tenaga honorer Pemprov Sumut.

“Gubernur jangan ngomong yang bisa menimbulkan keresahan masyarakat, ada satu saja masyarakat Sumatera Utara yang jadi pemgangguran akibat keputusan Gubernur, maka itu merupakan kezaliman,” pungkas Muhri. (prn/mag-1/ila)

Artikel Terkait

spot_imgspot_imgspot_img

Terpopuler

Artikel Terbaru

/