MEDAN, SUMUTPOS.CO – Setelah mengizinkan sekolah-sekolah di kawasan zona hijau kembali menggelar pembelajaran tatap muka di awal tahun ajaran baru 2020/2021 per 13 Juli mendatang, Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud), Nadiem Makarim, menjelaskan bahwa tahapan pembelajaran tatap muka satuan pendidikan di zona hijau, dilaksanakan berdasarkan pertimbangan kemampuan peserta didik dalam menerapkan protokol kesehatan.
“URUTAN pertama yang diperbolehkan pembelajaran tatap muka adalah pendidikan tingkat atas dan sederajat. Tahap kedua pendidikan tingkat menengah dan sederajat. Lalu tahap ketiga tingkat dasar dan sederajat. Itupun harus dilakukan sesuai tahapan waktu yang telah ditentukann
Namun jika ada penambahan kasus atau level risiko daerah naik, satuan pendidikan wajib ditutup kembali,” terang Mendikbud dalam sesi webinar, Senin (15/6).
Adapun rincian tahapan pembelajaran tatap muka satuan pendidikan di zona hijau adalah:
Tahap I: SMA, SMK, MA, MAK, SMTK, SMAK, Paket C, SMP, MTs, Paket B
Tahap II dilaksanakan dua bulan setelah tahap I: SD, MI, Paket A dan SLB
Tahap III dilaksanakan dua bulan setelah tahap II: PAUD formal (TK, RA, dan TKLB) dan non formal.
Sedangkan sekolah dan madrasah berasrama pada zona hijau, harus melaksanakan belajar dari rumah serta dilarang membuka asrama dan pembelajaran tatap muka selama masa transisi (dua bulan pertama). Pembukaan asrama dan pembelajaran tatap muka, dilakukan secara bertahap pada masa kebiasaan baru dengan mengikuti ketentuan pengisian kapasitas asrama.
Selanjutnya untuk satuan pendidikan di zona hijau, kepala satuan pendidikan wajib melakukan pengisian daftar periksa kesiapan sesuai protokol kesehatan Kementerian Kesehatan.
Kemendikbud akan menerbitkan berbagai materi panduan seperti program khusus di TVRI, infografik, poster, buku saku, dan materi lain mengenai hal-hal yang perlu diperhatikan pada fase pembelajaran tatap muka di zona hijau.
Dimulai 13 Juli
Sebelumnya, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) bersama Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19, Kementerian Koordinator Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (Kemenko PMK), Kementerian Agama (Kemenag), Kementerian Kesehatan (Kemenkes), Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri), Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB), dan Komisi X DPR RI mengumumkan rencana penyusunan Keputusan Bersama Empat Kementerian tentang Panduan Penyelenggaraan Pembelajaran pada Tahun Ajaran dan Tahun Akademik Baru di Masa Pandemi Corona Virus Disease (Covid-19) secara virtual melalui webinar, Senin (15/06).
Panduan yang disusun dari hasil kerjasama dan sinergi antar kementerian ini bertujuan mempersiapkan satuan pendidikan saat menjalani masa kebiasaan baru.
Nadiem Makarim mengatakan, prinsip dikeluarkannya kebijakan pendidikan di masa Pandemi Covid-19 adalah dengan memprioritaskan kesehatan dan keselamatan peserta didik, pendidik, tenaga kependidikan, keluarga, dan masyarakat.
Tahun ajaran baru bagi pendidikan anak usia dini (PAUD), pendidikan dasar, dan pendidikan menengah di tahun ajaran 2020/2021 tetap dimulai pada 13 Juli 2020. Namun demikian, untuk daerah yang berada di zona kuning, oranye, dan merah, dilarang melakukan pembelajaran tatap muka di satuan pendidikan.
“Satuan pendidikan pada zona-zona tersebut tetap melanjutkan Belajar dari Rumah,” terang Mendikbud pada webinar tersebut.
Perguruan Tinggi Belum Tatap Muka
Nadiem juga mengatakan, pemerintah belum mengizinkan perguruan tinggi menerapkan pembelajaran tatap muka. Meskipun tidak ada perubahan pada kalender tahun akademik, tapi proses kuliah masih dalam model daring.
Tahun akademik pendidikan tinggi tetap dimulai Agustus 2020, tetapi pembelajaran di perguruan tinggi di semua zona masih dilakukan secara daring. Belum tatap muka. Alasannya universitas juga punya potensi mengadopsi belajar jarak jauh lebih mudah daripada menengah dan dasar.
Meskipun demikian, kampus akan dibuka secara khusus untuk kegiatan yang masuk dalam aktivitas prioritas mahasiswa. Aktivitas prioritas, jelas Nadiem, merupakan kegiatan yang berkaitan dengan kelulusan mahasiswa.
“Aktivitas yang sangat berhubungan dengan kelulusan mahasiswa yang sulit sekali dilakukan secara daring. Contohnya penelitian di laboratorium, untuk skripsi, tesis, disertasi biasanya ini small grup atau individu. Seperti tugas laboratorium, praktikum, studio, bengkel dan hal-hal seperti ini yang butuh mesin peralatan dan lain-lain,” kata dia.
Karena itu, terkait dengan aktivitas prioritas yang berdampak pada kelulusan mahasiswa, masing-masing pimpinan perguruan tinggi diperbolehkan untuk mengizinkan mahasiswa datang ke kampus.
“Karena kita tidak ingin mengorbankan potensi dari setiap mahasiswa untuk lulus pada saat ini. Karena itu akan menciptakan berbagai macam masalah lain. Tetapi pembelajaran masih dilakukan secara daring. Jadi masih tidak diperkenankan untuk melakukan kuliah tatap muka,” tandas Nadiem.
Banyak Sekolah Belum Siap
Menyikapi rencana Kemendikbud mengizinkan sekolah kembali KBM tatap muka per 13 Juli mendatang, Federasi Serikat Guru Indonesia (FSGI) mengelar survey ke sejumlah sekolah selama 3 hari, yakni 6-8 Juni 2020 untuk mengetahui kesiapan sekolah menggelar KBM tatap muka dengan penerapkan protokol kesehatan.
“Survei dilaksanakan dengan responden sebanyak 1.656 orang. Respondennya adalah guru, kepala sekolah, manajemen sekolah (yayasan) dari berbagai jenjang pendidikan PAUD/TK-SD/MI-SMP/MTs-SMA/SMK/MA yang berasal dari 34 provinsi dan 245 kota/kabupaten seluruh wilayah Indonesia. Para responden tersebar mulai dari Kota Banda Aceh sampai Kabupaten Jajawijaya Papua dan Kota Merauke,” kata Wasekjen FSGI Wilayah Medan, Fahriza Marta Tanjung, kepada Sumut Pos di Medan, Selasa (16/6).
Responden dari sekolah swasta sebanyak 912 orang atau 55,1 persen, dan dari sekolah negeri sebanyak 744 orang atau 44,9 persen.
Mayoritas responden berasal dari daerah zona hijau, yaitu sebanyak 710 orang (42,9 persen), kemudian 558 orang (33,7 persen) dari zona merah, 345 orang (20,8 persen) dari zona kuning, dan 43 orang (2,6 persen) dari zona oranye.
“Hasil survey, mayoritas responden dari daerah zona hijau rata-rata menyatakan sekolah mereka belum siap KBM tatap muka dengan menerapkan protokol kesehatan,” ungkapnya.
Fahriza menjelaskan, pandemi Covid-19 telah mengubah sistem pendidikan dan pembelajaran global, khususnya pembelajaran di sekolah. Selama hampir 3 bulan, sekitar 68 juta siswa di Indonesia (data Bank Dunia, 2020) melaksanakan pembelajaran di rumah atau dikenal dengan istilah Pembelajaran Jarak Jauh (PJJ) dan Belajar Dari Rumah (BDR).
“Metode baru ini mengubah pola interaksi antara guru dan siswa, termasuk orang tua. Kebergantungan kepada gawai, laptop, jaringan internet plus kuota, dan listrik menjadi ciri khas metode ini,” tuturnya.
Di sisi lain, katanya, terjadi bias pelayanan pendidikan yang mengorbankan para siswa yang tidak mampu, karena kesulitan mengakses gawai, laptop, jaringan internet plus kuota, dan listrik. Sehingga PJJ terlihat lebih berpihak pada siswa dari keluarga mampu, meski Kemdikbud dan Kememang bersama Pemerintah Daerah telah memberikan kelonggaran pembiayaan melalui dana BOS yang bisa direalokasikan untuk para siswa dan guru agar memenuhi kebutuhan kuota/data.
Menurut Fahriza, pelaksanaan KBM tatap muka menimbulkan perdebatan publik terkait kekhawatiran para orang tua, guru, dan siswa mengenai kesiapan negara menjamin keamanan para peserta didik yang berusia anak (di bawah 18 tahun menurut UU Perlindungan Anak). “Banyak orangtua resah, khawatir, dan cemas, karena data terakhir menunjukkan angka penambahan kasus baru pasien Covid-19, khususnya di usia anak, masih tinggin,” tandasnya.
Sesuai data Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) per 18 Mei 2020, terdapat 3.324 anak yang berstatus pasien dalam pengawasan (PDP), sebanyak 129 anak berstatus PDP meninggal dunia. Sedangkan jumlah anak yang terkonfirmasi positif Covid-19 berjumlah 584 anak, dan 14 anak di antaranya meninggal dunia dengan status positif.
“Info terbaru, angka kematian anak yang diduga terkait virus corona juga meningkat. Setidaknya ada 160 anak dinyatakan meninggal dunia dengan status PDP. Sedangkan jumlah kematian anak pasien Covid-19 di Indonesia per 1 Juni 2020 menurut catatan IDAI telah naik menjadi 26 orang,” tukasnya. (lp6/mag-01)